Di kamar Ammar. . .
Ruangannya sangat luas, lebih luas lagi dari kamar ku. Padahal dia cowok, pikir ku.
Semua isinya serba hitam, hanya seprai dan kasur saja berwarna putih di balut badcover abu yang tertata rapi.
Semua desain dan isinya tidak jauh beda dengan kamar ku, hanya saja kamar Ammar lebih banyak barang-barang mewah. Aku tau itu, secara. . . Ammar anak dari keluarga yang berada. Meski Ammar selalu bersikap rendah hati dan sederhana saat bersama ku, namun aku tau dia tetap menyukai dan memiliki barang-barang mewah serta serba mahal.
Pandangan ku tertuju pada sebuah meja di penuhi tatanan beberapa buku dengan rapi.
Ah, ini pasti tempat Ammar ketika sedang mengerjakan tugas kuliah dan tugas-tugas sekolah tempatnya mengajar.
Ku lihat ada beberapa foto Ammar di bawah menara eiffel, Paris. Foto-foto bersama teman kuliah nya, foto-foto kemenangan yang entah apa itu bersama beberapa murid dan guru di sekolahnya, dan foto bersama kedua orang tua beserta adik lelakinya, yang entah kemana tak terlihat sama sekali daritadi.
Aku tersenyum kemudian sadar akan sesuatu hal.
Dikamar ini tidak ada satupun foto ku atau foto kami berdua terpampang. Ini membuatku sedikit kecewa, namun berusaha ku tepis.
Ammar menghampiri dan memelukku dari belakang setelah membuka lebar jendela kamarnya yang sangat besar.
Terhirup udara angin sepoy-sepoy dari balik korden yang menjuntai di jendela. Pelukan Ammar terasa sangat lembut dan hangat.
Ammar menenggelamkam wajahnya di pundak leher ku, deru nafasnya yang lembut membuat jantungku berdegub kencang kembali. Aku menggeliat menahan geli, dan merinding.
" Ammar.. jangan memulainya, " Jawab ku dengan memutar tubuh ku yang kini sudah saling berhadapan dengan Ammar.
Ammar mengecup bibir ku dengan spontan, membuat ku memejamkan mata seketika. Ku dorong pelan keningnya itu..
" Iiiih. Kebiasaan deh. " Jawab ku dengan manja, Ammar tersenyum mengeratkan pelukannya.
" Sayang, apakah kau senang hari ini? bahagia kah? aku sudah menepati janji ku pada mu di taman waktu itu. Ingat kan? " Tanya ammar manatap ku, dengan merapikan rambutku yang sedikit acak-acakan dibuatnya.
"Mmh.. iya, aku inget kok. Malah selalu menantikannya. Makasih ya honey, sudah menepatinya, aku bahagia. Tapi.. " Aku sedikit menahan ucapan ku.
Ammar menatap ku heran,
" Tapi kenapa sayang? "
" Apakah om haris tidak menyukai ku, Ammar?" Tanya ku pelan.
Ammar menghela nafas panjang, kemudian kembali tersenyum pada ku menggelengkan kepalanya meski terlihat dengan paksa.
" Tentu tidak dong, lagian siapa sih yang mau menolak calon menantu cantik dan baik seperti mu ini ? "Jawab Ammar kemudian mengecup lembut kening ku.
Lama ku pandang wajah Ammar tanpa kata, ku lihat ada kebohongan di mata tajamnya itu. Walau bagaimana pun, aku tak ingin memaksanya untuk jujur. Lebih baik aku berpura-pura tidak mengetahuinya saja dulu. Pikirku,
" Hmm. . . ya udah deh, yuk ah kita turun. Barangkali tante sudah selesai menyiapkan makan untuk mu. Tadi kan kata mu sedang lapar, ayo. . ." Aku melepaskan tangan ammar yang sedari tadi memelukku, kemudian Ammar menarik tangan ku hingga terhempas terduduk di sisi kasurnya yang empuk.
Aww !!!
Aku memekik.
" Ammar... ih apaan sih, kaget tau. " Aku cemberut sedikit mengibas rambut ku kebelakang.
Kini Ammar juga duduk di sebelah ku dan mendekatkan wajahnya pada ku.
" Aku memang lapar tadi, maksudnya lapar ingin segera melahap mu sayang? "
Cup !!!
Ammar kembali mengecup bibir ku. Aku tersipu malu, dan. . . terjadi lagi.
Ammar kembali menciumiku dengan intens, lebih bergairah dan penuh nafsu.
kami berciuman sangat mesra kali.
Kini aku sudah terlentang diatas kasur Ammar, Ammar menindih ku.
" Ammar. . . Hentikan !!! aku. . . "
Tanpa mendengarkan ku berbicara Ammar kembali menyerang ku dengan ciuman.
Kedua tangan Ammar berusaha bergerilya dibagian dadaku yang sedikit terbuka. Salah ibu memilihkan ku baju seksi begini, pikir ku.
" Aaah. . . Ammar hentikan." Ammar terus menggila, menciumi telinga ku dan berbisik pelan dengan helaan nafas terengah-engah.
"Biarkan aku menyentuh dan memilikinya."
Aku memejamkan mata, mengangguk dengan paksa. jantung ku. . . oh jantung ku rasanya sudah mau loncat keluar, darah ku seperti mengalir deras menuju ubun-ubun ku.
Tubuhku sudah mulai panas terasa.
Tanpa sadar aku sudah mulai meracau sementara ammar terus menggila dengan aktivitasnya.
" Kau menyukainya bukan? " Tanya nya dengan senyuman menyeringai padaku. Bak seekor binatang buas yang akan menerkam habis mangsanya karena kelaparan.
Aku mengangguk pelan memejamkan mata. Seakan Ammar tak lagi mampu menahan dan mendengar yang terus meracau, Ammar menutup bibirku dengan bibirnya yang lembut.
Tok tok tok. . .
Terdengar suara pintu, aku terkejut dengan mata terbelalak seketika. Aku hendak bangun mendorong Ammar yang sedaritadi menindih ku diatas kasur. Ammar menahannya dan menutup mulutku, mengisyaratkan untuk diam dengan jari telunjuk menyentuh bibirnya.
Kembali terdengar suara ketukan pintu yang kedua kali.
" Den. . . Maaf, Den Ammar Apa masih di kamar? ibu memanggil untuk turun.. makanan sudah siap Den,"
Terdengar suara bibi, pembantu dirumah ini.
" Iya Bi, sebentar lagi Ammar turun."
Ammar menjawab dari kamar sembari masih menindih tubuh ku. Ku dorong kembali tubuhnya, untuk segera bangun. Ammar kembali mengecup bibir ku.
" Uugh gangguin aja, padahal aku belum kenyang sayang." Ammar merebahkan kepalanya di dada ku. Aku tertawa kecil melihatnya.
" Dasar kau mesum. " Jawab ku sembari mencium kepala ammar, memeluknya diatas ku.
" Aku mau kau berjanji sayang?" Tanya Ammar kemudian.
"Janji apa lagi hem?" Tanya ku sembari memainkan rambut lebat di kepalanya.
"Janji untuk melakukan yang lebih dari ini dengan ku, karena semua yang ada di tubuh mu ini akan menjadi milik ku kelak." Ammar memaksa..
Aku terdiam sejenak, kembali teringat dengan semua ucapan janjinya, perbincangan mesranya, dan semua ungkapan hatinya pada Nayla. Di tambah lagi ekspresi om haris, papa nya. Yang jelas terlihat tidak menyukai ku.
Entah setan apa yang merasuki ku, sehingga aku memberinya harapan besar dengan mengangguk pelan akan pertanyaan nya itu. Meski ingatan tentang rekaman perbincangan mesranya dengan Nayla terus mengusik di otak ku.
Oh tuhan, bagaimana ini. . . bagaimana aku akan bertanya pada Ammar tentang hal ini? Harus ku mulai darimana tuhan..
Sedang kini, cinta ku semakin dalam dan rasa percaya ku kembali tumbuh setelah ia benar-benar menepati janjinya, membawa ku berkenalan dengan kedua orang tuanya meski..ku tau, hasilnya tidak seberkesan dengan yang ku harapkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Rusme Juthec
emang dasar ceweknya aja yg gak tegas
baru pacaran udah mau d perawani
udah ketauan selingkuh mau aja d cium2
2022-07-23
0
Kasihtak Sampai
kasian Fanny bukan begitu cara mempertahankan cinta Ammar
2021-09-19
2
Heny Ekawati
cinta mmng membuat orang bodoh
2021-07-25
2