Tiba hari minggu, hari dimana Ammar akan datang sesuai janjinya seminggu yang lalu ketika itu.
Namun.. seakan aku tak mengharapkan kedatangannya.
Jam 8 pagi aku masih mengunci diri di kamar. Belum mandi, belum merapikan kamar, belum ini itu. Rasanya aku enggan beranjak dari tempat tidur ini. Hanya menatap kosong langit-langit kamar. Masih dengan ego tinggi ku, ponsel ku non aktifkan.
Ku lirik jam dinding di kamar ku, sudah pukul 08.15 Wita.
Rasanya mulai tak nyaman untuk tidak mandi hari ini, atau bisa saja aku tidak mandi saat Ammar mungkin benar akan datang hari ini, aku jadi punya alasan untuk membuatnya sengaja menunggu lama untuk bertemu dengan ku. Tapi, ah sudah lah. Aku mandi saja.
Selesai mandi, dengan handuk piyama seperti biasa aku mengibas-ngibaskan rambut ku yang masih basah sehabis keramas. Kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Pasti ibu, pikir ku.
Tok tok tok. . .
Suara pintu kembali di ketuk. Tapi jika ibu, kenapa tidak memanggil ku? Hmm. . . pasti Farel nih mulai mengerjaiku.
Tok tok tok. . .
Kembali terdengar suara ketukan pintu.
"Apakah bunda yang diluar? Masuk lah Bun. . . Fanny masih mengeringkan rambut." Aku mencoba menjawab suara ketukan pintu dari luar.
Masih terdiam, tanpa suara. Namun kali ini suara ketukan pintu semakin keras terdengar, aku kesal mendengarnya. Aku bergegas melangkah untuk membukanya dengan posisi aku masih memakai handuk piyama dan rambut setengah basah terurai.
Dan...
" Surprise !!! Happy birthday Honey, "
Seseorang berdiri tepat di depan pintu kamar ku, dengan sebuah bucket besar bunga mawar putih, beserta sebuah boneka Dholpin ukuran besar berwarna putih biru.
Ya. . . benar. Dia Ammar, lelaki yang ku cintai selama ini, namun juga mengkhianati ku saat ini. Aku terpaku diam tanpa kata melihatnya tersenyum manis di depan mata ku detik ini, seolah tanpa merasa bersalah mengingat suara rekaman itu.
Tersadar sesaat aku mengatupkan bibir ku, kemudian. . .
Bruakkk !!!
Ku tutup pintu kembali dengan keras sementara Ammar masih berdiri disitu.
Dadaku sesak, aku terduduk di sebuah kursi meja rias ku. Ku tatap wajah ku di depan cermin.
Apa.. apa hah? kenapa kau menutup pintu begitu saja. Hey. . . orang yang kau rindukan selama ini bukannya telah berdiri di depan mu detik ini? Lalu apa? Ayo. . . cepat ganti pakaian mu, berdandan lah secantik mungkin sehingga dia akan menyesal nantinya telah mengkhianati mu.
Bathin ku terus meronta, memaksa ku untuk menemui Ammar yang kini mungkin, masih berdiri penuh heran di depan pintu kamar ku.
"Fanny... apakah kau marah pada ku? Keluar lah, jika aku membuat mu marah, jika aku selama ini berbuat salah, mari berbicara sayang. Jangan berdiam diri dan berpaling dari ku,"
Suara Ammar terdengar lembut dan pelan dari luar sana, membuat hati ku semakin gelisah tak menentu. Mondar mandir gak jelas di kamar, kemudian terdengar suara ibu dari luar.
"Sayang, bunda gak tau apa yang terjadi diantara kalian saat ini. Jika masalah itu berat, hadapai dan selesaikan berdua. Bunda dan Ayah akan keluar sebentar, kalian bicarakan dengan baik masalah kalian secara dewasa. Keluar lah Fanny,"
Kini aku semakin Goyah, mendengar suara ibu dari luar kamar yang kemudian di susul oleh suara ayah pada Ammar.
"Om sama tante ada urusan diluar sebentar, titip Fanny ya. Baik-baik lah kalian, om harap saat tiba dirumah nanti kalian sudah berbaikan".
Kembali Ammar mengetuk pintu dan memanggil ku dengan lembut.
" Fanny, pliss. . . jangan giniin aku, pliss keluar. "
Aku masih dengan ego tinggi berdiam diri dengan pertahanan hati yang kokoh.
Ini hukuman untuk mu Ammar, ketika jauh kau sudah bingung bagaimana cara menghubungi ku kan, sementara ponsel sengaja ku matikan.
Dan sampai akhirnya aku di depan mata mu kini, masih tetap berdiam diri tanpa penjelasan kata pada mu. Pikir ku dalam hati.
Tetapi.. Kau tau, tidak ada seorang wanita yang kuat mempertahankan hatinya untuk tetap berdiam diri menghindari seseorang yang dia cintai jika si dia masih terus merayu mu dengan lembut berulang kali hingga suara Ammar benar-benar tak terdengar lagi.
Bergegas ku pakai baju santai seadanya dengan celana hanya sepaha saja. Rambut ku sisir dengan terurai panjang, masih setengah basah.
Tanpa make up, hanya ku poles liptint nude favorit ku sedikit di bibir, ku semprot kan spray cologne Paris favorit ku.
***************♡-♡***************
Ku buka pintu dengan tergesa-gesa karena ku pikir akan mampu mengejar Ammar jika memang dia sudah pergi.
Tapi tidak, ku lihat Ammar masih setia menunggu ku berdiri di depan pintu, dengan kedua tangannya yang memegang sebuah boneka dan bucket bunga.
Ammar memandang ku dengan ekspresi senang dan lega.
Aku menatap nya dalam-dalam.
Bathin ku. . .
Ammar. . . kau tau, betapa aku sangat merindukan mu Ammar. Hingga rindu ku ini terasa mencekik ku perlahan. Tapi semua pengkhianatan mu, lebih terasa membunuh ku dari ujung rambut hingga ujung kaki .
" Fanny. . . aku. . ."
" Peluk aku jika kau benar-benar rindu ".
Dengan spontan aku mendahului ucapan Ammar yang kemudian bergegas memeluk ku dengan erat, sangat. . . erat.
Aku memejamkan mata dalam pelukan hangatnya, aaakh. . . aroma tubuh ini, tidak ada yang berubah dari wangi ini. Ku harap juga hati mu Ammar.
Ammar mengecup lembut kening ku, menciumi seluruh wajah ku. Aku tersenyum geli dibuatnya menengadah pada nya.
" Fanny, cukup kali ini saja kau membuat ku gila tiap detiknya. Kau tiba-tiba berubah, mematikan ponsel mu seketika, bahkan kau tidak mengabari ku sama sekali, hingga detik dimana aku sudah di depan mata mu, kau masih mendiami ku Fanny. Ada apa? bicara pada ku."
Ammar terus mengoceh mendette ku, sesekali memeluk.
Kemudian ngomel lagi, memeluk lagi ngomel lagi, terus saja begitu sampai aku benar-benar tidak tau harus memulai kata darimana. Aku hanya tersenyum paksa melihat tingkahnya ini.
" Eh sayang, kau. . . kenapa kau terlihat kurus begini? Apa kau sakit, apa kau benar-benar dalam masa pengobatan atau. . . kenapa kau berubah drastis begini? " Ammar memegang kedua pipi ku, meraba-raba seluruh tubuhku, tubuhku di putar-putar tanpa henti membuat ku pusing saja.
"Ehm.. Ammar, Hey hey.. berhenti. Kenapa kau terus saja menghujani ku dengan banyak pertanyaan, lalu bagaimana aku menjawanya satu per satu Ammar?" Aku menghentikan tangannya yang terus memutar-mutar tubuh ku ini.
Ammar terdiam, mengatupkan bibirnya.
" Aku baik-baik saja, hanya saja.. aku sedikit kelelahan, kurang tidur, semingguan ini penyakit insomania menyerang ku. ehingga aku kurang istrahat dan tidak cukup makan dengan baik."
Seketika Ammar mengecup lembut bibir ku, Aku tertegun dibuatnya.
" Aku merindukan mu. Maaf jika aku selama ini kurang baik dan kurang maksimal dalam memperhatikan mu, hubungan jarak jauh ini sudah cukup membebani mu sayang, maafkan aku. Sabarlah sebentar, aku ingin segera memiliki mu seutuh nya."
Aku menatap wajah Ammar lekat-lekat. Ku lihat matanya berkaca-kaca, aku tersenyum menanggapi ucapannya ini.
Aku mengalihkan pembicaraan ku pada sebuah bucket bunga dan boneka Dholpin besar di peluknya.
" Hey.. apakah ini untuk ku? aaaaah. . . so sweet banget. Bonekanya lucu. . . boleh ku peluk?" Tanya ku pada Ammar. Ammar tersadar lalu memberikannya pada ku.
Kemudian aku menciumi bunga mawar putih ditangan kiri ku, ku rasakan wangi lembutnya bunga itu.
Aaaah. . . sangat wangi. aku menyukainya, kemudian aku memeluk dan menciumi boneka dholpin di tangan kanan ku, ini sangat besar hingga tidak muat di pelukan ku.
Kemudian Ammar menarik kembali Dholpin itu dengan nada marah.
" Jangan membuat ku cemburu. Kenapa kau begitu tersenyum manis pada boneka ini, sedangkan kau bersama pacar mu. Aku benci melihatnya, haruskah ku mutilasi ini boneka hah? " Ammar cemberut memukuli boneka itu.
Aku tertawa geli melihat tingkahnya yang cute itu. Astaga tuhan.. Ternyata dia bisa juga bersikap cute begini. Seolah lupa, dia ini berprofesi sebagai guru. Aku cekikian menahan tawa. Kemudian mengecup pipi nya, Ammar tertegun. Kaget dengan reflek seketika memandang ku.
Kemudian kami berpelukan kembali, dengan kecupan mesra di bibir ku.
Ah. . . akhirnya Aku melepas rindu dan dengan hati yang masih bertanya penuh keraguan ini.
Hah. . . kini, aku semakin takut. Takut memulai pembicaraan darimana. Mengenai rekaman itu, apakah ini saat yang tepat ku tanyakan atau. . . aku harus menunggu lagi?
Lalu sampai kapan aku menunggunya? sampai sejauh Ammar dan Nayla lebih dekat nantinya kah?
Pada akhirnya, tetap aku yang akan kalah dan tersakiti bukan.
Ah tapi, ini bukan waktu yang pas jika langsung mendettenya. Biarkan lah rasa rindu ini tersalurkan dulu, sabar lah sejenak wahai hati ku. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Rusme Juthec
ini cewek bego + goblok
mau aja d gombalin
sudah ketauan gak setia masih aja d pertahanin
2022-07-23
0
Kasihtak Sampai
yah balikan lagi kok bisa ya orang tua Fanny ninggalin anak berdua dengan pasangan
2021-09-19
0
Heny Ekawati
jgn bodoh lo
2021-03-09
0