Siangnya kelas bahasa telah selesai, Luna masih duduk di bangkunya mulai membereskan buku-buku dan memasukkan ke dalam tas, sementara bola matanya melirik ke arah Aryo yang duduk di kursinya. Dia mencoba memberanikan diri untuk menghampiri Aryo saat itu.
Luna hanya diam tersipu malu, sesekali dia menangkupkan bibirnya untuk meredam rasa gugup di depan Aryo.
Ujung mata Aryo menangkap bayangan Luna sedang berajalan ke arahnya, dia pun pura pura tidak melihat.
"Eh cupu, masih belum nyerah? Lo nggak paham sama ucapan Aryo kemarin?" Sintya, dia salah satu teman perempuan Aryo.
"Lo? Mau apa lagi! Gue udah benar-benar muak lihat wajah Lo, menjauh Nggak dari Gue!" Aryo menaikkan nada bicaranya. Kemudian beranjak berdiri melangkah sambil menyingkirkan tubuh Luna karena menghalangi jalan.
"Dengerin aku sekali ini aja." Luna penuh harap, Aryo pun menghentikan langkahnya.
"Denger, ya! Aarrrggghhhh!!!" Aryo mengacak-acak rambutnya karena frustasi merasa jengkel dengan sikap Luna. "Gimana lagi Gue harus bersikap agar Lo ngerti! Gue nggak pengen Lo selalu ganggu Gue!" Aryo mulai putus asa, sesekali dia menghelas nafas panjang untuk melegakan emosi di dadanya.
"Beri aku satu kesempatan." Luna masih terus berharap.
"He? Kesempatan buat apa." Aryo kebingungan.
"Beri aku satu kesempatan lagi, aku akan berusaha membuatmu menyukaiku, tapi kalau aku tidak bisa melakukannya, maka aku akan mundur ... aku akan mencoba melupakanmu dan tidak akan pernah menganggumu lagi," ucapnya berusaha meyakinkan Aryo.
"Lo! Udah kehilangan akal sehat, ya!! Berkali kali Gue tolak, tapi Lo masih minta kesempatan sekali lagi? Apa sebenarnya yang ada di otak Lo?" Aryo mengusap wajahnya dengan gusar.
"Terserah Kamu mau bilang apa. Tapi pliss ... Kamu bisa pegang janjiku kali ini, aku tidak akan mengganggumu." Luna meyakinkan Aryo yang sejak tadi terus menatapnya penuh amarah.
Aryo sudah kehabisan akal, tidak tau harus bicara apa lagi dengan Luna, karena semua kata buruk bahkan kasar pun telah dia lontarkan kepadanya selama bertahun-tahun, tapi Luna tidak pernah mau menyerah. "Apa Gue bisa percaya kata-kata Lo kami ini?" ucapnya dengan suara berat karena sudah mulai putus asa.
"Bisa! Aku jamin seratus persen Kamu bisa pegang kata-kataku, karena aku yakin kali ini aku pasti bisa membuatmu menyukaiku!" jawabnya penuh semangat.
"Mimpi, Lo!!" cela Aryo sembari berlalu dan pergi meninggalkan Luna.
Luna meloncat kegirangan, wajahnya terlihat begitu berseri-seri sesaat lupa akan perjodohannya.
Cici yang menyaksikan dari tempat duduknya pun mulai menghampirinya. "Lo gembira banget, Bu? " ucap sahabatnya dengan sewot.
"Iya doooonng ... secara kali ini Gue yakin pasti akan memenangkan hati Aryo!"
"Halah ... dari dulu itu terus sloganmu! ya ya ya ... yang lagi bahagia, sampai lupa sama masalah tadi pagi!" Cici mengingatkan masalah perjodohan.
"Ciiii!! Kenapa Lo harus bahas itu lagi! Paling nggak beri Gue semangat!" Luna mulai merengek.
"Gue yang lihat sikap Lo aja lelah! Otak Lo itu udah penuh sama nama Aryo, Aryo dan Aryo, kayaknya dia udah mendarah daging di tubuh Lo! Lalu sekarang Gue pengen tanya, gimana cara Lo kali ini buat dia suka sama Lo? Lo mau dandan berubah jadi cantik?" Cici mulai penasaran.
"Emm ... itu jurus pamungkas Gue. Kalo pakai itu nggak berhasil yaaaa, doakan saja agar Gue berhasil kali ini!"
"Lo pengen buat dia suka sama Lo, atau suka sama orang lain yang ada di dalam tubuh Lo?"
"Ya Gue_lah ... Lo! ah ya ampun. Dulu aja Lo selalu nyuruh Gue berubah jadi cantik tapi sekarang kenapa kayak ini?" Luna mulai kehilangan semangatnya.
"Lo itu cantik Lun, luar dan dalam Lo sangat cantik. Baik hati lagi, jadi Lo nggak perlu berubah cantik kayam perempuan yang ada didekat Aryo. Seandainya Aryo mau nerima Lo apa adanya dan Lo merubah penampilanmu menjadi rapi dan lebih cantik ... itu adalah bonus untuknya. Tapi kalau dia jatuh cinta sama Lk karena perubahan penampilan, itu namanya bukan cinta Lun, itu kompromi!!! Kalau Aryo menyukai Lo karena apa yang ada di dalam diri Lo, ketika suatu saat nanti Lo berubah jadi lebih buruk pun dia nggak akan ninggalin Lo!" sahabatnya itu terus berusaha meyakinkan Luna.
"Tapi ini kesempatan terakhir Gue, Ci, yang Gue butuhin sekarang adalah–," ucapannya terputus karena ponselnya bergetar.
Drrrrt!
"Ayah!" Luna melirik ponselnya. "Gue ada janji siang ini ketemu dengannya bahas soal perjodohan itu. Gimana ini Ci?" Luna mulai cemas.
"Bodo! Kenapa Gue jadi ikutan stres mikir?" Cici menggaruk garuk kepalanya.
♡♡♡
Setelah jam makan siang Luna pergi menemui ayahnya di kantor dan memilih untuk meninggalkan kelas.
Sampai di sana Luna menghentikan motor antiknya di depan lobi utama.
"Pagi, Nona Luna," sapa Pak Satpam yang berjaga di pintu masuk, sambil memamerkan senyum manisn.
"Tangkap, Pak!" Luna melempar kunci motornya ke Pak Satpam tersebut. "Tolong parkir tempat biasa ya, Pak. Dekat mobil ayah!" tambahnya.
"Siap, Nona!" sahut Pak Satpam dengan samangat.
Luna berjalan menuju lift sambil membuka ponselnya membalas pesan dari Cici, mereka membahas tentang mata kuliah yang dilewatinya.
Saat itu sebuah mobil BmW milik Barack berhenti di tempat parkir VIP tepat di sebelah motor milik Luna. Setelah turun dari mobil dia melirik ke arah motor butut milik Luna.
"Motornya si gembel, sedang apa dia di sini? Kalaupun dia jadi OB ... kenapa motornya parkir di tempat VIP?? Bodoh, kenapa juga aku memikirkannya!" Barack langsung berjalan ke arah pintu lobi utama kemudian menuju lift.
Kebetulan di depan lift Luna juga sedang menunggu pintunya terbuka.
Ting! Pintu lift terbuka, Luna masih sibuk dengan ponselnya melangkah masuk ke dalam lift dan tidak menghiraukan sekitar.
Saat pintu lift bergerak menutup tiba-tiba terbuka kembali karena Barack menekan tombol dari luar pintu.
Luna yang tengah asik dengan ponselnya tidak menyadari kalo dia berada di satu lift dengan Barak yang berdiri tepat di sisinya.
Barack pun sama, dari pertama masuk lift pandangannya selalu fokus ke depan dan tidak pernah berubah. Padahal di dalam lift hanya ada mereka berdua.
Konsentrasinya mulai pecah, ujung mata Luna melirik ke arah tombol lift di depannya di mana Barack sedang menekan tombol nomor 30. tombol yang sama yang di pilih oleh Luna sebelumnya untuk menuju ke ruang kerja Ayahnya. "Dia berhenti di lantai 30? Siapa lelaki ini? Kalau pegawai kantor seharusnya tahu kalo ini aku! Tapi kenapa dia diam saja dan tidak menyapa?"
Merasa penasaran akhirnya Luna menyimpan ponselnya ke dalam tas. Perlahan dia mengangkat kepalanya bermaksud untuk melihat siapa lelaki yang berdiri di sampingnya.
Setelah berhasil melihat wajahnya dari samping, Luna mengerutkan dahi. Dengan cepat pula dia kembali menundukkan kepalanya lagi. "Tunggu! Sepertinya aku ... pernah melihat wajah itu. Tapi ... di mana aku melihatnya?" Luna merasa tidak asing dengan wajah lelaki di sampingnya. Sekali lagi karena sangat penasaran akhirnya dia kembali melirik. Matanya sedikit membulat saat mengingat di mana dia bertemu dengan lelaki itu. "Astaga! Benarkah itu dia?"
Barack masih tetap pada posisi semula, tidak pernah mengalihkan pandangannya dari pintu lift. Meskipun dia sadar perempuan yang ada di sampingnya selalu menatap kearahnya, Barack mencoba bersikap tenang.
"Haruskah aku menyapa? Idih ... pertama bertemu dengannya saja dia menyebutku gembel! Entah kalimat apa lagi yang akan keluar dari mulutnya kalau sampai aku menyapa dia terlebih dulu! Bisa jadi dia bilang kalau aku sok kenal!"
Lampu di tombol lift pun bergerak cepat, sekarang mereka berada di lantai 27, 28...
CLANG!!!
Bunyi mesin lift terdengar sangat keras dan terasa juga sedikit guncangan di dalamnya. Lift berhenti bergerak, lampu meredup kemudian mati dan menyala lagi. Luna mulai panik matanya terbelalak. Dia mendekatkan telinga ke dinding lift di sebelahnya.
"Ah! Tidak mungkin, ini tidak ... tidak boleh terjadi!! liftnya kenapa berhenti!!!" Luna teriak histeris. Saking paniknya dia tidak bisa tenang dan diam, terus mengoceh sembari menekan tombol di dalam lift berharap lift alan segera terbuka lagi.
"Bagaimana ini? Aduuuuh bagaimana ini!! Ayolah cepat bergerak lagi, aaaarrggghh!! Bagaimana ini?" Luna semakin panik, mengacak-acak rambutnya seperti orang kehilangan akal. Luna pun teringat dengan ponselnya, segera dia mengambil dan menghubungi ayahnya. "Aarrggh!!! Kenapa di saat genting seperti ini tidak ada sinyal coba!" Luna terus mengumpat, sambil menepuk-nepuk ponselnya ketelapak tangan.
Barack sejak tadi mencoba untuk diam dan tenang namun kini mulai geram karena melihat tingkah Luna yang berisik dan usil. "Kamu bisa diam tidak?" ucapnya singkat, padat, jelas dan dingin. Namun tatapan matanya masih terus memandang ke arah pintu lift.
"He! Apa Kamu bilang? Hanya orang bodo yang masih berdiam diri dan tidak berbuat apa pun saat terjebak di dalam lift! Dasar orang aneh!" Luna terus berbicara tanpa titik koma. Dia kembali berulah, berteriak di dalam lift bahkan menggedor-gedor pintu.
Blam blam!!
"Siapa di luar sana? Kalian bisa mendengarku tidak? Tolong buka pintunya! Liftnya berhenti ini!" Dia berteriak sambil sesekali menghelas nafas panjang.
"Kamu bisa diam tidak!!?" Barack menatap tajam matanya. "Kamu teriak sampai uratmu putus pun tidak akan ada yang mendengarmu!" Barack berusaha menahan emosi melihat tingkah Luna.
"Setidaknya aku mau berusaha agar kita bisa keluar dari sini, sedangkan Kamu, apa? Dari tadi hanya diam saja! Itu tidak akan membantu apa pun!" ucapnya dengan nada tinggi.
"Kamu pikir apa yang kamu lakukan akan membantu? Tidak! Diam lebih baik, karena itu bisa menghemat oksigen di dalm lift." Barack mulai menaikkan nada bicaranya, sementara matanya menatap tajam ke arah Luna.
Akhirnya Luna mulai tenang, diam dan menuruti ucapan lelaki yang kini hanya diam tanpa melakukan apa pun.
♡♡♡
Setengah jam berlalu, Luna mulai kelelahan nafasnya pun terasa sesak. Merasakan nafasnya semakin berat di dalam dadanya seperti sedang berebut oksigen dengan Barack. Dia pun berinisiatif duduk sambil meluruskan kakinya, menetralkan perasaannya yang panik.
Barack mulai merasa panas melonggarkan dasi dan melepas jas. Anak rambut di keningnya yang sempat melambai lambai kini menyatu dengan kulit karena basah terkena keringat.
Merasa lelah, Barack mulai bersandar ke lift. Tanpa sadar tubuhnya bergerak turun, duduk di lantai. Kepalanya tertunduk berusaha mengatur nafasnya yang mulai berat.
"Heh! Benar-benar ... Kamu masih saja bisa tenang dan diam?" Dalam keadaan lemas, Luna masih terus mengoceh.
Barack tidak menghiraukannya, dia hanya diam lalu kembali menatap tajam menusuk ke arah Luna. Tatapannya lebih seperti sebuah peringatan baginya.
"Ok-ok! Aku akan diam ... puas!" gumamnya.
Satu jam berlalu, di luar para petugas sedang berusaha membuka secara paksa pintu lift.
Sementara kadar oksigen di dalam lift mulai berkurang membuat ruangan berukuran 2×3 meter itu terasa panas, nafas juga mulai semakin berat. Luna semakin merasa lemas kelopak matanya terasa berat, pandangan matanya mulai gelap dan dia sudah mampu menopang tubuhnya yang terasa amat berat.
BRUG !!!
Luna jatuh pingsan. Barack yang melihat kejadian itu hanya diam terpaku menatap ke arah tubuhnya yang sudah tergeletak tak bergerak.
"Gembel ini, benar-benar!" Dengan penuh keraguan Barack mencoba mendekati perempuan itu. "Hei! Bangun! Hei! Jangan pingsan disini! hei!!" ucapnya sambil terus membangunkan Luna.
Tidak lama setelah itu petugas berhasil membuka pintu lift, tanpa berfikir panjang Barack langsung menutupi tubuh Luna dengan jas miliknya. Dia mengangkat tubuh perempuan yang sudah terkulai lemas itu, membawanya keluar dari lift.
"Kalian baik-baik saja?" tanya seorang petugas.
Barack bergegas membawa Luna keluar. "Tunjukkan di mana ruangan yang kosong!" Barack berucap kepada seorang petugas sambil menggendong tubuh Luna.
"Ikut saya, Tuan!" ucap seorang petugas, menunjukkan jalan kepada Barack menuju sebuah ruangan.
Saat di tengah jalan menuju ruang kosong Luna belum sadar matanya juga masih tertutup rapat. "Apa aku sudah mati? Kenapa ini gelap sekali? Tapi kalau aku mati, yang aku dengar ini detak jantung siapa?"
Pastinya suara detak jantung itu milik Barack.
Sesampainya di ruang kosong Barack meletakkan tubuhnya di atas sofa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 396 Episodes
Comments
FUZEIN
Astaga loka luna
2022-11-14
0
Sarini Sadjam
bayangan aku luna bety lafea hahaha
2022-09-27
0
Sarini Sadjam
bayangan aku luna bety lafea hahaha
2022-09-27
0