Menjelang sore hari, sekitar pukul tiga lewat, Luna dan Cici masuk ke dalam sebuah restoran.
Selang beberapa menit kemudian sebuah mobil hitam milik Barack berhenti di parkiran tepat di samping motor antik yang menyita perhatiannya. "Masih ada juga yang memakai motor butut seperti ini?" gumamnya setelah melihat motor antik milik Luna. Dia pun bergegas masuk ke dalam restoran menemui rekan kerjanya.
Berhubung restoran di situ sistemnya bayar dulu baru makan, maka Luna mengantri tepat di depan kasir. Sementara Cici menunggu di tempat duduk sambil sibuk dengan ponselnya.
Dari arah pintu masuk, Barack yang baru datang langsung mengantri tepat di belakang Luna.
"Seperti biasa, tapi ingat, kaaaan?" Luna sedang memesan makanan kesukaannya, semua pelayan di sana bahkan sampai hapal dengan makanan yang biasa Luna makan.
"Tidak pakai paprika, 'kan?" sambung pelayan kasir di penuhi tawa pada wajahnya.
Mau bagaimana lagi, Luna dan Cici sering menghabiskan waktu di tempat itu, sehingga secara tidak langsung pekerja di sana sampai hapal dengan mereka berdua.
"Wah ... aku malu karena kalian sampai hapal kebiasaanku! Oke kalau begitu aku tunggu pesananku di sana!" Luna menunjuk ke arah bangku di mana Cici berada. Luna kemudian membuka dompet membayar tagihan makanan yang di pesan.
Saat akan kembali ke meja, Luna memutar tubuhnya dan langsung berpapasan dengan Barack yang berdiri tepat di belakangnya.
BRUG !!!
Wajahnya tenggelam di dada Barack yang kekar.
"Aauuu!!!" rintihnya, memegangi kening yang sempat terbentur tulang dada Barack yang keras. Dia mendongak memastikan siapa orang yang ditabrak. Wajahnya langsung berpapasan dengan wajah Barack.
Luna hanya diam tertegun melihat wajah tampan lelaki yang berdiri tegap di depannya. Mereka saling lempar pandang, Luna begitu kagum melihat ketampanannya, sekejap dia lupa akan Aryo cinta pertamanya.
Namun tidak dengan Barack, dia melihat wajah Luna dengan tatapan yang aneh, sinis dan dingin. "Heh! gembel ... awas!!" ucapnya dengan nada dingin dan langsung menusuk ke dada Luna.
Sontak perempuan itu langsung membulatkan mata, terkejut mendengar ucapan lelaki yang berdiri di depannya itu. "Ha, di ... dia bilang apa barusan? gembel? Yang benar aja! Wajahnya si tampan tapi mulutnya tajam! Busuk kaya hatinya," batin Luna, sekilas kata tampan itu langsung hilang dari pikirannya.
"Gembel, gembel! Lo juga gembel. Hanya tertolong aja sama paras tampan, jadi orang nggak akan melihat kalau mulut Lo itu tak sebaik tampangmu!" Luna menggerutu. Dia menyingkir dari pandangan Barack tetapi naasnya lagi, dia malah menabrak pelayan yang sedang membawa nampan penuh dengan piring dan gelas kotor.
BRUG !!!
Entah apa yang sedang dipikirkan Luna, hari itu dia begitu sangat ceroboh.
"Pyar!!! klontang-klontang!!!"
Suara gelas pecah dan tutup mangkok yang terjatuh seketika langsung menyita perhatian orang-orang yang ada di dalam restoran itu. Tutup mangkoknya menggelinding dan berhenti tepat di sebelah kaki Barack.
"Ee, maaf-maaf aku tidak sengaja, gelas yang pecah masukan ke dalam tagihanku saja." Wajahnya memerah karena merasa malu, semua orang terus memandangi Luna sambil berbisik. Luna pun mengambil tutup sup yang berhenti tepat di sebelah kaki Barack.
[Luna memakai bahasa formal saat bertemu orang lain.]
Dia meringis memamerkan rentetan giginya yang rapih dan putih bersih ke arah Barack. "Hii ... maaf tidak sengaja." Pipi Luna semakin memerah karena malu.
"Dasar ... ceroboh!!" umpat Barack kepada Luna dengan tatapan sinis.
Luna berjalan kembali ke mejanya, sedangkan Cici mulai menggerutu karena menunggu lama hanya untuk memesan makanan.
"Lama sekali Lo mesen makanannya?" Cici mulai jengkel.
"Ada insiden kecil!"
"Lagi pula perasaan tadi di kantin Lo udah ngabisin bakso 1 mangkuk, es jeruk 1 gelas. Sekarang udah laper lagi? ke mana perginya makanan yang Lo matan tadi?"
"Belum kenyang kalau belum makan nasi. Perut Gue masih merasa ada yang kurang." Luna ketus, marah-marah terbawa suasana.
"Dasar! Perut Lo kek emang terbuat dari tromboso, tau?"
"What the meaning of tromboso? Memang apa itu?" Luna penasaran.
"Lo nggak tahu? Sama, Gue juga nggak paham apa itu tromboso!"
"Lo ini bagaimana sih! Lo juga yang ungkit-ungkit pasal tromboso, ternyata Lo sendiri nggak paham! obat Lo habis, ya?" Matanya sempat melirik jengkel ke arah Barack yang baru saja lewat di dapannya.
"Obat? Lo pikir Gue orang gila apa?!" Melihat Luna memasang wajah kesal, Cici pun mulai penasaran. "Lo lagi ngliatin siapa? Sampai wajah Lo ditekuk kaya gitu?" Cici penasaran.
"Entah! Gue cuma lagi kesal karena ketemu lelaki itu. Iya, Gue akui dia emang ganteng, ganteeeeeng banget. Tapi mulutnya pedas kek cabai iblis!" Luna masih kesal ingin terus mengumpat kepada Barack.
"Wait! Cabai setan maksud Lo?"
"Ini berbeda lagi, mulutnya udah naik level jadi cabe iblis!"
"Yang mana?? Lelaki mana yang Lo maksud! tapi ... kalau sama yang satu itu gimana menurut Lo? Dia juga jahat, mulutnya juga pedas, oh tidak ... dia lebih sadis sepertinya! Gimana, menurut Lo, di antara mereka berdua siapa yang paling jahat mulutnya?" ucap Cici tentunya merujuk kepada Aryo.
"Kalau buat Aryo itu pengecualian." Luna mencari pembelaan.
"Hah! Selalu kek gitu!" Cici mulai kesal, dia membuang pandangannya ke arah lain. Dilihatnya seorang lelaki dari kejauhan, sedang berdiri menyapa rekan kerjanya. Lelaki itu nampak tidak asing di matanya. "Waaah ... dia tampan sekali."
"Siapa?" Luna penasaran.
"Itu, lihatlah ke arah jam 1. Lelaki yang lagi berdiri" ujar Cici yang terus memandangi lelaki itu.
Kebetulan lelaki yang dimaksud Cici adalah Barack, dia sedang memanggil kasir guna membuatkan pesanan hidangan untuk rekan kerjanya.
"Iiiihhhhh! Astagaaa! Lo bakal nyesel seumur hidup kalau sampai mengenal tuh laki!" Luna tak terima Cici terkagum dengan lelaki itu. Padahal sebelumnya dia juga merasakan hal sama tapi melihat sifat aslinya membuat Luna muak.
"Tunggu-tunggu! Itu bukannya Barack? Aaaaaarrrg!!, bener, Lun itu Barack, Gue pengen nyapa bentar." Cici bangkit dari duduknya dan bermaksud untuk menghampiri, tetapi Luna cepat-cepat menarik tangannya. "Luna!!" Cici kesal karena Luna tak membiarkannya pergi.
"Barack siapa?" Luna kebingungan.
"Lo lupa? Bukannya tadi waktu makan siang di kantin Gue udah kasih tahu Lo tentang lelaki itu, yang fotonya ada di majalah" Cici menjelaskan.
"Entah, Gue nggak inget!" jawab Luna sepele.
"Pokoknya Gue harus ketemu sama Barack. Ini kesempatan emas bagi Gue ketemu pengusaha muda sukses seperti dia. Siapa tahu nanti bisa ikutan tertular rejekinya aaahhhh." Cici bahkan sempat menghayal.
"Apa Lo udah gila! Lagi pula dia kayaknya juga lagi sibuk. Siapa tahu itu rekan kerjanya." Luna berusaha menenangkan cici.
"Iya juga ... tapi," kata Cici memelas.
"Udahlah ... lagi pula untuk apa mengagumi lelaki kasar kaya dia! Tampan dari mana? Lagi pula nggak ada sedikitpun ketampanannya dengan Aryo." Luna mulai membanding bandingkan.
"Hei ... itu kaca mata Lo sepertinya perlu diganti, dibanding Aryo, Barack jauh lebih tampan dan berkharisma!" Cici tak terima. Mereka berdua akhirnya beradu mulut. "Udah tampan mapan, tinggi, maco, ahhh sesempurna itu masih Lo bilang nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan Aryo yang sok itu?" Cici pun mulai memanas.
"Tahu dari mana kalau dia mapan?" Luna memainkan ponselnya.
"Dari penampilannya hahahah." Cici penuh semangat.
"Alah penampilan orang jaman sekarang suka menipu contohnya saja Gue, ya walaupun tadi dia sempat memanggil Gue gembel, tapi sebenarnya Gue anak orang kaya hahahah ... siapa tahu dia malah sebaliknya!" Luna penuh emosi mengingat lelaki itu menyebutnya gembel.
"Dia 'kan, pewaris grub Wibowo Lun, tunggu-tunggu!!! Dia memanggil Lo gembel?? Hahahahah ... serius? Emang bener apa kata Barack kalau Lo seperti gembel!" Cici semakin kegirangan.
"Waaahhh keterlaluan Lo, sekarang Lou juga ikut-ikutan seperti dia. Sudahlah, kita putus!! Putus persahabatan putus segalanya!" Luna jengkel sembari berjalan keluar dari restoran.
"Maaf, eh ... gimana sama makanannya?" ucap pelayan yang baru saja datang mengantar makanan.
"Kalian terlalu lama! Lagi pula selera makan Gue juga udah hilang, terserah mau kalian apakan makanan itu!"
Cici berlari mengejar Luna yang sedang kesal. "Hei gembel, tunggu Gue donk!" ejeknya kepada Luna.
Saat di parkiran Luna berjalan sambil cemberut menuju ke arah motor antiknya.
"Luna tunggu! Lo serius marah?" teriak Cici sambil mengejar Luna yang jalannya mulai cepat.
"Bodo amat, terserah Lo aja ... malas Gue berteman sama Lo!" Luna tengah memakai helmnya.
"Ngambek si ngambek tapi serius Lo mau ninggalin Gue di sini?" Cici tak mau tertinggal, dia pun tergesa-gesa memakai helmnya.
Luna menyalakan motor kesayangannya, tapi sayang mesin motornya malah diam tak mau menyala. "Ini lagi, motor antik kenapa harus ikutan ngambek deh!! Ci! Dorong motornya!" Luna melangkah turun dari motornya.
"Hah! Serius Lo menyuruh Gue dorong motor?"
"Dorong sekarang juga atau kita beneran putus!"
"Lo kejem banget! Cantik-cantik gini disuruh dorong motor. Mana motor butut lagi ... antik dari mana coba? Besok-besok beli mobil BMW kayak gini Lun. Jadi kita nggak akan sengsara!" Cici nunjuk ke arah mobil Barack yang ada di sebelahnya.
"Kenapa harus beli, noh di rumah ada dua. Guenya aja yang males pake tuh mobil" Luna terus beradu mulut dengan Cici sambil mendorong motornya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 396 Episodes
Comments
Sarini Sadjam
aduh...jadi pengen maju udah ada Barack luna ni ..aki sarini...haha asli loh namku sariny..haha ga nanya ya..
2022-09-27
0
Engkoy Tea
luna ganti penampilan dong biar cowok cowom klepek klepekk..😀
2021-02-16
0
Leza Suhariany
luna sejelek apa sih thor kok aryo ma barack gitu liatnya
2021-01-21
0