Ceo Galak Itu Calon Suamiku
Cuaca yang sangat cerah, secerah kebahagiaan dua keluarga yang sedang mengadakan pertemuan di sebuah rumah megah, di sana sedang diadakan pertemuan dua keluarga besar. Yaitu keluarga Pak Wibowo dan keluarga Pak Cokro.
"Hahaha ... ya, benar sekali. Kalau tahu akan seperti ini sudah dari dulu kita rencanakan pertemuan keluarga ini. Bagaimana menurut, Cokro?" Pak Wibowo dipenuhi semangat menggebu, sambil sesekali menikmati cerutunya yang tidak pernah lepas.
"Iya kau benar, Bowo ... semua ini tertunda karena kita sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing." Pak Wibolo lantas menoleh. "Bagaimana menurutmu, Istriku? kau setuju, kan?" Pak Cokro melemparkan pertanyaan ke pada sang Istri yang selalu setia duduk manis di sampingnya.
"Hmm, yang terpenting adalah keputusan ini terbaik untuk anak-anak kita," jawab Bu Cokro, tersenyum sembari mengaduk teh, setelahnya memberikan secangkir teh itu kapada suaminya.
"Iya jeng bener sekali, yang terpenting kebahagiaan anak-anak kita. ini juga akan mempererat hubungan keluarga nantinya, terutama dalam meningkatkan bisnis." Bu Wibowo menambahkan.
"Oh iya, Cokro ... kapan terakhir kali kau bertemu dengan anakku?" Pak Bowo berucap mencoba mengingatkan kembali memory sahabatanya.
"Terakhir kali aku melihat saat kelas satu sekolah dasar, kalau tidak salah." Terlihat kerutan tipis di keningnya, seolah sedang serius berusaha mengingat.
"Sudah lama, ya? Sekarang anakku berumur 30 tahun. kau pasti tidak akan mengenalinya kalau bertemu, sekarang dia tumbuh menjadi lelaki tampan dan keren." Pak Bowo mulai membanggakan anak lelakinya.
"Untung saja tidak ingusan seperti ayahnya ya, hahaha ...." sahut Pak Cokro dengan nada mengejek.
Tawa mereka memenuhi seluruh ruangan, kental akan aura yang sangat membahagiakan di.
~♤~
Pagi hari di salah satu kampus elit di kota, tempat parkir sudah dipenuhi dengan kendaraan pribadi. Di salah satu koridor, seorang perempuan berjalan seorang diri menggendong tas ransel dengan kedua tangan dipenuh tumpukan buku.
Nama gadis itu adalah Luna, salah satu mahasiswi yang kecerdasannya, bisa dibilang sedang atau lebih tepatnya di bawah rata rata. Tapi namannya juga anak orang kaya, meskipun kecerdasannya tak mumpuni bisa lah kuliah di tempat itu.
Dia memasuki tahun ke empat semester akhir dan hampir selesai kuliah, selama itu Luna hanya mempunyai satu teman sejak dari kelas dua sekolah menengah pertama, yang benar-benar baik. Bernama Cici. Dan kalau untuk masalah percintaan, tak semanis di mana dia dilahirkan dari keturunan orang kaya dan harmonis.
Luna selalu mendapat kenangan buruk dengan cinta pertamanya. Beberapa tahun silam sejak awal masuk SMP, Luna sudah terpikat dengan murid lelaki bernama Aryo. Salah satu murid lelaki paling favorit berwajah tampan, tinggi, meskipun kulitnya tak begitu putih dan agak kecoklatan, semua murid perempuan terpikat dengan wajahnya yang manis.
Sudah menjadi suatu hal yang lumrah di mana seorang yang merasa dirinya memiliki ketampanan di atas rata-rata dengan ekonomi yang sangat mendukung tak khayal membuatnya menjadi sombong dan sok berkuasa. Aryo termasuk salah satu di antara mereka. Dengan wajah memerah, detak jantung yang tak beraturan, Luna mencoba mengumpulkan keberanian menyapa Aryo yang sedang duduk di depan kelas.
"Hi?"
Aryo tengah bercanda dengan teman-teman perempuannya sepontan terdiam, tidak menjawab. Hanya menoleh melirik aneh ke arah Luna. Aryo menatap sinis gadis itu dari ujung rambut hingga ke bawah, setelah melihat penampilan Luna, tatapan Aryo berubah menjadi malas. pandangannya kembali mengarah teman perempuannya yang duduk menghimpit di sebelah kanan dan kirinya. Mereka semua, para murid perempuan yang selalu mengekor ke manapun Aryo pergi. Tak hanya satu, tapi empat sekaligus.
"Eh, acara ntar malam kalian harus datang, nggak mau tau Gue. Pokonya Lo pada harus dateng!" ucap Aryo kepada teman-teman perempuannya dan memilih tak menghiraukan sapaan Luna.
"Ghm!" Salah satu teman peremouan Aryo berdehem. "Aryo, Lo gak denger dia nyapa?" ucap salah satu temen Aryo, tertawa geli.
Wajah Aryo berubah muram saat harus menatap Luna yang berdiri di depannya. "Ada perlu apa, Lo?" ucapnya sinis, kemudian membuang pandangan ke sekitar.
setelah mengumpulkan kepercayaan diri, Luna mengutarakan maksud hati kepada Aryo kalau dia ingin mengajaknya jalan. di jaman sekarang kita perlu menunggu lelaki yang selalu bergerak terlebih dulu. Perempuan juga berhak melakukannya. "Nanti malam, Lo ada waktu nggak? Gue pengen ngajak Lo jalan?" Luna gugup, sesekali memainkan jari-jemarinya, mengalihkan perhatian jantungnya yang serasa mau melompat keluar.
Aryo dan teman-temannya hanya saling lempar pandang, tidak lama setelah itu mereka pun tertawa terbahak bahak. Hahahah .... Hahahaha .... hahaha....
"Lo nggak dengar tadi, Gue bicara apa ke mereka?" Tatapan Aryo semakin sinis. "Kalau ntar malam Gue bakal pergi sama mereka?" Aryo membuang senyum sinis. Tak lama dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan melewati Luna begitu saja.
"Lagi pula, Lo harusnya ngaca dulu deh sebelum ngajak Aryo jalan. Jadi cewek nggak bisa jaga penampilan, ya? Rambut lusuh ...." sejenak perempuan itu berhenti berucap, mengacak-acak rambut Luna. "Kaca mata setebal tembok pula." Kini dia mendorong kepala Luna menggunakan ujung jarinya.
Ya luna memang memakai kaca mata tebal sekali karena minesnya sudah parah.
"Lo emang anak orang kaya ... Tapi, kalau penampilan Lo kaya gini, Gue aja sebagai perempuan ogah tau jadi temen, Lo!" tamabahnya sambil berjalan dan dengan sengaja menabarak Luna menggunakan bahunya, sehingga Luna jatuh terduduk di lantai.
Luna bukan tipe orang yang gampang menyerah, hampir setiap hari dia selalu mencoba untuk mendekati Aryo. Meskipun semua mengatakan dirinya perempuan tak tahu malu, tak punya harga diri dia tak akan pernah menggubris hal itu. Selama dia tidak menjual diri, berusaha mendapatkan lelaki yang dia cintai itu bukanlah suatu kesalahan. Baginya berusaha keras mendapatkan apa yang dia inginkan sudah menjadi tekad Luna sejak dulu. Sampai nanti akhirnya hanya dia sendiri yang bisa memutuskan kapan akan menyerah.
Beberapa hari setelah itu, Luna menghampiri Aryo yang sedang berdiri sendiri di depan pintu kelas sambil sesekali menggoda murid perempuan yang lewat di depannya.
"Gue ada coklat, Lo mau?" Luna menyodorkan sebatang coklat kepada Aryo.
Lelaki sengaja membuang pandangannya ke arah lain dan tidak menghiraukan Luna. Perempuan itu masih berdiri tepat di depannya sambil membawa coklat.
"Mmm ... Lo nggak suka coklat, ya?" tanya Luna sembari mengatur nafas yang tersengal karena jantungnya terus berdetak cepat.
Aryo mulai menatap Luna dengan rasa malas. "Lo yakin coklat ini buat Gue?" Aryo bertanya dengan nada sinis sambil menunjuk ke arah coklat yang ada di tangan Luna.
"Iya." Luna mengangguk cepat, tersenyum lebar saat Aryo mau menanggapi dirinya.
Aryo hanya diam terus menatap sinis dari atas hingga bawah. Tanpa berfikir panjang dia pun mengambil coklat itu dari tangan Luna. "Serius ini buat Gue?" tanya Aryo sekali lagi sambil memegangi coklat itu. Tatapan matanya berubah licik, entah apa yang sedang dia rencanakan.
"Em!" Luna mengangguk memastikan.
Tidak lama setelahnya Aryo memberikan coklat yang dia dapat dari Luna kepada murid perempuan yang melintas tepat di depan Aryo. Lelaki itu sengaja melakukannya di depan Luna. "Hei, Lo suka coklat? Ambillah nih, buat Lo!" Aryo mengulurkan coklat ke arah murid perempuan itu.
"He? Lo serius ngasih coklat ini buat Gue? Uuuwwhhh makasih Aryo ... Lo manis banget dah, mmuuuaahhh." Murid itu melempar flying kiss kepada Aryo sebelum pergi meninggalkannya.
"Kok, kenapa ... kenapa Lo kasih coklat itu ke murid lain?" Luna terbata, menunjuk ke arah coklatnya yang telah dibawa pergi.
"Bukankah Lo bilang coklat itu buat Gue? Setelah Lo kasih itu coklat ke Gue, itu artinya coklat sepenuhnya jadi milik Gue, kan? Apa pun yang Gue lakuin sama coklat itu ... Lo nggak berhak marah kali!" Aryo berucap sambil berlalu pergi.
Sementara Luna hanya diam dengan wajah yang lesu, ingin rasanya marahi Aryo tapi dia tidak bisa melakukannya. "Sabar, Lun. Lo pasti bisa buat dia tunduk dan jatuh cinta sama Lo!" batin Luna menahan kesal.
Namun baru beberapa langkah Aryo meninggalkan Luna, tiba-tiba lelaki itu menghentikan langkah. Aryo mulai memikirkan ide untuk mengerjai Luna. Dia pun berbalik dan berjalan mendekat. "Sampai kapan Lo bakal kayak gini?"
"Maksud, Lo?" Kenung Luna berkerut.
"Lo ... bakal ngejar-ngejar Gue sampe kapan? Nggak capek apa? Gini aja deh, Gue akan kasih Lo kesempatan. Kalau sampai Lo bisa buat Gue terpesona, Gue bakal terima ungkapan cinta dari Lo," ucap Aryo, tersenyum licik lalu pergi meninggalkan Luna.
Mendengar ucapan Aryo, Luna terdiam sesaat, entah apa yang ada di benaknya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja di katakan Aryo.
Sejak saat itu, Luna terus menerus menyapa dan berusha mendekati Aryo tapi lelaki itu selalu dingin dan acuh tak acuh terhadap Luna.
Bagaimana pun caranya, Luna tidak pernah menyerah, tapi apa pun yang di lakukannya tidak pernah di gubris sama Aryo, seolah dia memang sengaja melakukan itu. Hingga kemanapun Aryo sekolah saat SMA, Luna terus mengikuti. Dia juga masuk ke sekolah yang di pilih Aryo. Luna terus bertekad apa pun yang terjadi bagaimana pun caranya, suatu saat nanti dia pasti akan mendapatkan Aryo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 396 Episodes
Comments
Ifhon
kasihan dech mulai bucin..hehehe
2021-07-19
1
Selvi Tyas
duh aku paling sedih klau baca karakter ceweknya kayak luna gni😭😭😭
2021-06-27
0
Aldialdo
masih meyimak
2021-05-19
0