“Aku berangkat..” Teriakku dari depan.
Aku selesai memakai sepatu lalu bergegas membuka pintu untuk segera berangkat ke sekolah.
“Hati-hati nak..” Balas ibu dari dalam rumah.
Namaku Tio. Tidak ada yang spesial denganku dan tidak ada juga yang dapat dibanggakan di diriku. Wajahku biasa, rambut hitamku juga memiliki gaya yang biasa. Aku hanyalah pelajar SMA biasa, yang hanya bisa aku banggakan hanyalah nilai-nilaiku yang cukup tinggi dan itupun menurutku bukanlah hal yang dapat aku banggakan. Karena membanggakan nilai ulangan sama saja aku menyombongkan diriku pada orang lain.
Hari ini aku berangkat cukup pagi di karenakan aku memiliki jadwal piket membersihkan kelas. Aku selalu memiliki firasat buruk ketika jadwal piketku tiba, karena itu sering terjadi padaku.
“Aaahh sial, hari ini jadwalku piket. Aku harus bangun sepagi ini hanya untuk bersih-bersih kelas. Parahnya lagi saat semua tahu jadwal piketku, kelas pasti akan sangat kotor. Malas sekali...” Gerutu diriku di pagi hari.
Ya, aku adalah korban bully. Banyak siswa yang tidak menyukaiku di sekolah. Sejak dari kecil aku tak memiliki satu orang teman sama sekali, aku benci mengingatnya. Namun bila aku tidak mengingat kejadian itu mungkin keadaan saat ini akan lebih buruk.
Bisa di bilang masa remajaku telah hancur. Aku sudah kelas 2 SMA tapi sudah satu tahun tak satupun siswa menjalin hubungan pertemanan denganku. Bahkan beberapa anak laki-laki di kelas sudah memiliki pacar. Sungguh membuatku iri.
[Kelas 2B]
Aku sampai di sekolah dan sejenak melihat ruang kelasku. Aku merasa kesal, banyak coretan di papan tulis juga tembok, kertas-kertas bertebaran, lantai kotor serta meja kursi berantakan tidak teratur.
“Aku ingin mati saja." Ucapku lemas.
Aku segera bergegas melaksanakan piket, dan keputusanku bangun sepagi ini tidaklah salah. Jika aku menunda-nunda piket, maka hari akan semakin siang dan anak-anak lain akan segera datang, membuat pekerjaanku semakin berat nantinya.
Aku segera menuju tempat dudukku. Berada di paling belakang ujung kiri dekat jendela, hanya tempat itu yang membuatku nyaman. Jauh dari pintu keluar dan lalu lalang orang lewat di kelas. Bahkan aku sudah beberapa kali pertukaran tempat duduk aku selalu menolak, karena jika aku pindah ke tengah atau ke depan, aku akan kehilangan konsentrasi belajarku. Aku sudah menyukai spot ini dan aku tidak ingin pindah.
Tapi ada hal yang membuatku bertanya-tanya pagi ini. Seorang gadis telah tiba di kelas, dia terlihat sedang membaca buku pelajaran.
“Selamat pagi." Sapa seorang gadis.
Di kelas, sudah ada seorang gadis yang datang. Dia memiliki rambut coklat yang panjang. Gadis itu menyapaku, dia duduk tepat di samping mejaku. Ya bisa di bilang teman samping meja, tapi aku sendiri tidak menganggapnya teman sama sekali karena aku sendiri bahkan tidak memiliki teman.
Aku tidak menjawab sapaan darinya dan langsung bergegas menuju ruang guru setelah meletakkan tasku di tempat dudukku. Aku bergegas mengambil kapur karena ternyata kapur di kelas habis untuk mencoret-coret papan tulis dan tembok ruang kelas. Sampai-sampai kotak kapurnya kosong tidak ada isinya lagi.
Aku berjalan meninggalkan kelas menuju ke ruang guru. Aku masih terngiang-ngiang dengan gadis tadi, kenapa dia menyapaku? Ah sudahlah.
“Permisi.." Aku mengetuk pintu.
Aku telah sampai di ruang guru. Seorang guru menoleh ke arahku lalu dia menyuruhku masuk.
“Ya silahkan masuk, ada perlu apa?” Tanya seorang guru.
Seperti biasa, aku masuk dengan cukup gugup karena aku tidak terbiasa berhadapan dengan orang lain.
“A-a-a-anu pak, sa-sa-saya ingin mengambil beberapa kapur, kapur di kelas habis." Jawabku dengan gugup.
“Oh begitu, sebentar bapak ambilkan." Balas guru itu.
Pak guru berjalan menuju lemari penyimpanan kapur. Beliau mengambil selembar kertas lalu membuka kotak kapur tulis dan meletakkan beberapa kapur di atas kertas. Setelah itu kapur di bungkus dengan kertas tadi dan pak guru kembali ke sini.
"Ini kapurnya!" Guru itu memberikan kapur padaku
Aku menerimanya dengan sedikit gugup juga. Setelah aku rasa cukup, aku harus segera kembali ke kelas untuk mengerjakan piket.
“Terima kasih banyak pak. Kalau begitu saya pamit ke kelas dahulu." Aku menundukkan kepala lalu pergi menuju kelas kembali.
Aku berlari untuk kembali ke kelas demi menghemat waktu. Sesampainya di kelas, aku menaruh kapur-kapur ini di tempatnya. Setelah itu aku mengambil ember lalu menuju tempat pengambilan air. Aku kembali ke kelas dengan membawa ember yang berisi air setengahnya, air ini aku gunakan untuk memudahkan membersihkan kapur yang ada di tembok. Aku bergegas membersihkan tembok yang kotor oleh kapur. Aku mengelap tembok menggunakan kain pel yang telah aku basahi, akan tetapi sekali lagi gadis mengajakku bicara.
“Mau aku bantu piket?” Gadis itu melihat ke arahku
Aku hanya menoleh ke arahnya dan sekali lagi aku tidak menjawabnya. Sekarang justru karena hal itu aku semakin ingin piket ini cepat selesai, aku tidak tahan jika di ajak bicara orang yang tidak aku kenal. Rasanya aku ingin segera lari menjauh.
Selesai membersihkan kapur di tembok dan papan tulis, aku segera bergegas merapikan meja dan kursi di kelas. Dengan cepat aku merapikan semuanya karena jam telah menunjukkan pukul 6.10 yang menandakan sebentar lagi para penghuni kelas akan datang. Ya, aku menyebut mereka penghuni kelas karena aku tidak punya teman di kelas ini, aku tidak bisa menyebut mereka teman sekelas. Akan tetapi jika dipikir-pikir, aku juga penghuni kelas ini. Ah bodo amat lah....
Selesai merapikan semua meja, aku melanjutkan menyapu kelas. Aku mengambil sapu dan pengki plastik di loker alat kebersihan. Dengan sigap aku mengeluarkan kotoran yang terlihat ke tempat yang lebih mudah disapu. Aku memutuskan memulai semuanya dari belakang dan nantinya akan aku kumpulkan di depan papan tulis. Namun ketika aku menyapu bagian belakang tepatnya tempat dudukku, sekali lagi gadis itu mengajakku bicara.
“Hei..! apa kamu mendengarku." Gadis itu berkata dengan nada agak keras.
Aku sedikit tidak enak karena mengabaikan dirinya. Aku menggenggam erat sapu yang sedang aku bawa sambil mengumpulkan keberanian. Aku kali ini terpaksa harus menjawabnya, aku tidak ingin diganggu lagi.
“Maaf aku tidak memerlukan bantuan, jadi bisakah kamu tidak mengganguku lagi." Aku menunduk padanya.
Aku meminta maaf padanya, aku tahu betul apa yang aku katakan itu salah. Akan tetapi mau bagaimana lagi, aku sudah tidak tahan mendengarnya. Aku ingin mengabaikannya tetapi nantinya akan semakin banyak yang membenciku. Sedangkan untuk membalasnya saja aku sendiri tidak memiliki kemampuan bicara dengan baik, jadi mau bagaimana lagi.
Dia menatapku dengan heran. Aku masih tetap menundukkan kepalaku. Aku sedikit melihatnya, wajahnya terlihat sedikit raut kecewa.
“Eh.. Tapi kenapa?" Tanya gadis itu dengan heran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Ordinary Reader
narator: tempat duduk di bagian belakang ujung kiri Deket jendela
Reader: Protagonis?
Author: Protagonis!
2020-12-19
0
miqaela_isqa
Kalo d bikin film bagus nih, 👍 ntar aku mampir lagi baca nya
2020-06-02
0