"Good manners will open doors that the best education cannot,"
-Clarence Thomas
***
Hari-hari ku di London terasa begitu cepat berlalu. Menghabiskan waktuku bersama Nenek dan kedua sepupuku membuat semuanya terasa seperti kedipan mata.
Tak terasa, hari ini adalah hari terakhir ku di London, dan beruntungnya kali ini aku tidak perlu meladeni kedua sepupuku itu.
Ibu sedang sibuk mengurusi tokonya membuatku dapat bangun telat dan melewati jam sarapan dengan tenang tanpa omelannya. Kemudian saat matahari telah hampir terbenam, aku menggunakan waktu mandiku dengan tenang tanpa gangguan dari siapapun
Dan jam berdeting di angka tujuh, Paman Paul telah siap mengantarkanku ke acara kami malam ini
Perjalan kami ke salah satu butik pakaian Ibu yang akan di buka memakan waktu lima belas menit, dan sekarang, aku sedang meminum whiskey di tengah megahnya acara pembukaan toko Ibu
Butik Ibu dipenuhi oleh banyak orang asing yang tak kukenal, mereka sibuk mewawancarai Ibuku sementara kedua sepupu manja ku sedang mencari pria lajang untuk diajak berdansa
Melihat keramaian disekitarku, aku memilih untuk hengkang dari tempat ini. Toh, Ibu dan dunianya tak pernah cocok denganku.
Aku menyusuri jalanan kota London di malam hari yang dingin. Keramaian kota ini benar-benar berbeda dengan kota tempat asalku. Orang-orang berlalu lalang dengan tergesa-gesa, mobil-mobil bertenaga uap melaju di jalanan, sementara lampu-lampu jalan yang temeram menjadi satu-satunya penghangat di dinginnya kota ini
Aku menyusuri jalan trotoar hingga harumnya roti yang baru keluar dari panggangan menarik perhatianku. Aku menatap sekelilingku dan mendapati sebuah toko roti di seberang sana.
Seorang wanita dengan celemek, sedang menaruh roti-roti hangatnya di atas etalase toko guna menarik pembeli di tengah udara malam yang dingin ini.
Aku mengeluarkan uang yang berada di saku jaket bulu ku dan mendapati empat penny. Tak apa, mungkin empat buah roti hangat cukup untuk menahan perutku yang belum diisi makan siang ini
Aku pun segera melangkahkan kakiku menuju toko itu namun, baru saja aku hendak memasukinya, siluet gadis kecil muncul dari celah bangunan toko
Gadis itu terlihat begitu ringkih dengan wajah kotor serta pakaian bertambal yang sangat tidak layak pakai di cuaca seperti ini.
Matanya tak lepas dari roti Strucia itu sementara ibu jarinya diemut. Mata itu, aku tau. Mata seseorang yang sudah lama tak makan.
Tanpa basa basi, aku pun segera menghampirinya
"Wahai adik kecil, apa kau lapar?" Tanyaku sembari menunjuk etalase toko roti
Ia tampak linglung tak merespon selama beberapa detik sebelum mengangguk, "lapar, amat lapar," katanya terbata-bata dengan suara paraunya
"Tunggu sebentar disini, ok?" Kataku sebelum berjalan masuk ke toko menghampiri sang chef berbadan tambun yang tadi menaruh roti-roti di etalase toko
"Selamat malam, madam. Bisakah aku membeli empat buah roti Strucia mu?" Ucapku sambil melirik roti hangat dengan uap yang mengepul itu
"Baiklah, baiklah. Tunggu sebentar," katanya sambil membungkuskanku empat rotinya namun, tiba-tiba ia memasukkan dua roti lagi ke dalam bungkusan kertas itu
"Madam, mohon koreksi ucapanku jika salah tapi aku yakin aku tadi pesan empat bukan enam," tegurku
Ia tersenyum lalu menyerahkan bungkusan kertas itu padaku, "simpan dua itu untuk perangaimu yang baik," ucapnya sambil melirik gadis kecil yang berada di depan toko
Aku tersenyum lalu membayarnya, "terima kasih banyak, Madam,"
Ia mengangguk lalu memasukkan uang itu ke dalam laci mejanya.
Aku segera keluar dari toko dan menghampiri gadis kecil yang sabar menungguku
Perlahan roti panggang itu kuletakkan di atas pahaku yang sedang berjongkok di hadapannya. Dengan sigap, gadis kecil itu memakan roti yang berada di atas pangkuanku dengan lahap
Padahal roti itu masih panas namun, tangan kecil yang kedinginan itu seakan tak merasakan panasnya
"Pelan-pelan atau kau akan tersedak," ucapku saat ia terus melahap satu demi satu roti yang kuberikan
Dalam sekejap, keempat roti yang kuberikan padanya habis. Wajah gadis itu pun tersenyum padaku, menampakkan deretan gigi putih bersih yang bergingsul
"Terima asih," ucapnya masih dengan suara paraunya saat aku memberikan dua roti terakhir padanya
Ia menggemgam kedua roti itu lalu mengigitnya sekaligus, aku tertawa dengan tingkah rakusnya. Mendadak aku baru menyadari bahwa tubuh gadis kecil yang tampaknya sudah menggelandang di jalanan sangat lama itu menggigil kedinginan
Aku melepaskan jaket bulu domba ku lalu menyampirkannya ke bahu nya "Aku pergi ya, makan perlahan, ok?"
"Terima acih!" Ucapnya lagi
Aku melambaikan tanganku dan berjalan menyusuri trotoar. Hampir saja aku menyesali keputusanku memberikan jaket bulu ku padanya ketika angin malam yang begitu dingin menerpaku
"Oh Tuhan, kenapa dingin sekali malam ini?" Gumanku
Hilir mudik orang-orang mulai melenggang memudahkan ku untuk berjalan cepat menuju taman kota
Kenapa aku tidak kembali ke pesta itu? Dan berdiri diantara orang asing dan sepupuku yang kelebihan hormon?
Lebih baik aku sendirian di jalan daripada terjebak di tengah-tengah para bangsawan yang senangnya berbicara tentang harta mereka saja
Saat kulihat banyak sekali lampu-lampu berpijar di taman kota, aku segera berlari kesana. Namun, baru saja aku melangkah, tiba-tiba tanganku ditarik oleh seseorang hingga mau tak mau badanku berbalik
Tepat dihadapanku seorang pria dengan mantel hitam dan topi militer yang hampir menutupi matanya itu memegang erat tanganku seakan jika aku lepas maka ia akan kehilanganku
"Lancang sekali kau menyentuh seorang wanita!" Hardikku setengah berteriak, sengaja agar pria ini malu karena orang-orang langsung menatap kami
Ntah karena pria di depanku tak punya malu atau apa, ia dengan tanpa berdosa, menertawaiku.
"Apa sekarang aku boleh menyentuhmu?" Ujarnya lagi sebelum melepas topi yang menutupi setengah wajahnya itu
Dan saat itulah rahangku terjatuh, mataku melebar melihat sosok pria di hadapanku
"Ollie!" Pekikku tak bisa menahan semangatku melihat nya
"Apa kau tidak mau memberiku pelukan?" Ucapnya sambil tersenyum manis
Aku tertawa sebelum memeluknya erat, dan menghirup aroma maskulin yang kurindukan darinya
"Kau benar-benar Ollie kan?" panggilku lagi memastikan bahwa kali ini bukan mimpi
"Masih dengan Ollie yang sama dengan Ollie yang kau sukai,"
Badanku menegang seketika mendengar penuturannya. Barusan dia berkata apa?
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Lilis Ferdinan
aku jd tersipu,,, ☺ktmu cinta lm nih,,, tp kok rasanya olli udh jd milik orang lain ya,,, carissakh? 🤭
2021-08-19
0
🌹Milea 🖤
uhg makin seru.!! 😍😍😍
2020-09-02
0