Setelah pertemuanku dengan Henry, aku kembali melakukan aktivitas ku seperti biasa.
Bangun pagi sekali lalu mengikuti kelas tata kelakuan seorang putri setelahnya belajar menghitung sementara Alex sibuk berlatih bela diri bersama Louis dan Ayah.
Sangat mengasyikkan, jauh berbeda dengan aku yang hanya diam di rumah hingga kulitku berubah seperti mayat.
"Membosankan," ucapku sembari membalik-balikkan halaman buku matematika selagi guruku sibuk membaca koran
Aku ingin pergi keluar. Seperti Alex dan Louis, menghitamkan badanku seperti mereka, lalu memacu kudaku.
"Oh bahagia nya mereka," gumanku lagi sambil menatap pepohonan rindang yang menggugurkan daun merahnya
Jangan tanya padaku, Ibu kemana, karena beliau pasti sedang sibuk mengurusi butik pakaiannya yang makin hari makin berkembang pesat. Bahkan, setelah perang yang berkecamuk selama dua bulan lamanya, setelah perang itu usai, butik ibuku masih saja digandrongi para kaum elite yang senang memanjakan uang mereka dengan tas serta gaun-gaun buatan Ibuku.
Saat aku tengah melamun, tiba-tiba Maria mengetuk pintu ruang belajarku dan meminta izin untuk masuk
Aku melihat Mr. Leopoldovno tak keberatan lalu aku menyuruh Maria untuk masuk
"My dear Lady Victoria, ada pesan untukmu,"
Aku segera mengambil surat yang berstempel merah itu lalu membukanya, "Apakah Ollie akan datang?" Tanyaku sembari membaca isinya
Namun, yang ada aku dibuat terkejut dengan isi surat itu. Dengan segera aku berlari ke kamarku, melepas semua gaun besarku dan menggantinya dengan gaun yang lebih sederhana tanpa korset yang terbuat dari tulang paus itu.
"My Dear, ada apa?"
Aku cepat-cepat menyanggul rambutku lalu turun ke bawah, setelah itu aku berlari menuju kandang kuda yang berada tak jauh dari mansion keluarga kami
"Paman! Paman!" Panggilku pada Paman Paul yang sedang tidur dengan meletakkan kakinya diatas pagar pembatas
Paman Paul terbangun kaget dari tidurnya membuatku merasa bersalah namun, karena keadaan ini terlalu genting, aku mengabaikan rasa bersalahku dan segera meminta Paman Paul untuk menyiapkan kudaku
"Baiklah, Nona. Tapi, apa Tuan telah mengizinkan anda berkuda sendirian, my lady?"
Aku memberikan surat yang kuterima pada Paman Paul sebelum menaiki kuda dan memacu kudaku ke tempat yang sudah di informasikan di dalam surat itu
"Semoga Tuhan selalu melindungi anda, Nona!" Pekik Paman Paul sambil melambaikan tangannya
Aku tersenyum lalu kembali memacu kudaku melewati Mr. Carlos yang sedang menyapu halaman dari dedaunan pohon yang tadi kulihat dari dalam ruang belajarku
Lima belas menit kemudian, ketika aku telah tiba di salah satu jalan yang sepi dengan banyak rumput ilalang di sekelilingku, aku mencari salah satu pohon terbesar yang ada disitu
Ketika aku melihat dari kejauhan salah satu pucuk pohon terlihat lebih tinggi diantara yang lain, aku memacu kudaku dan turun disana
Tempat ini terlihat begitu sepi lantaran terletak di ujung kota besar yang alamnya masih terjaga. Aku memutuskan untuk duduk di akar pohon itu sembari menunggu orang yang mengirimiku surat itu tuk datang.
Mataku mulai mengantuk setelah lama sekali menunggunya tuk tiba, hingga ketika aku mendengar suara sepatu kuda yang ramai sekali mendekat kearahku, aku segera berdiri dan membersihkan pakaianku serta menyimpan anak rambut ke belakang telingaku
"Very well, Henry. Apa sekarang kau mencari gundik di tengah hutan seperti ini?" Ucap salah seorang yang dulu pernah kulihat waktu acara pesta kolega Ayah
Mendengar lelucon payah Pak Tua itu, semua bala tentara Henry tertawa
Baru saja aku hendak membantah, Henry mengangkat tangannya, serentak semua tawa mereka reda. "Kita istirahat sebentar," ucapnya tegas, benar-benar tak seperti pria yang kukenal.
Henry lekas turun dari kudanya, dan semua bala tentara nya memutar arah, mengambil posisi yang berjarak hanya sekitar 10 meter dari kami
"Apa kau menunggu lama?" Tanyanya sembari mengambil tangan kananku dan menciumnya
Aku tersenyum tipis sebelum menarik kembali tanganku darinya. Melihat responku, Henry tertawa.
Ya Tuhan, pria ini sepertinya sakit jiwa. Lihat saja, dia selalu tertawa ketika melihatku
"Maafkan aku. Aku kira perjalanan dari Irlandia tidak akan memakan waktu selama ini. Tapi ternyata, untuk menemuimu butuh waktu lebih lama dari yang kuperkirakan," ucapnya dengan sangat tidak romantis
Aku memutar mataku lalu bersedekap, "tampaknya kau tidak terluka sedikitpun. Jadi, terima kasih kembali atas surat panggilannya. Aku pamit," Kataku setengah bercanda
Dan lihatlah, lelucon tak lucu itu membuat Sang Pangeran tersenyum.
"Tampaknya aku salah, jiwamu terluka," kataku sarkastik
Henry tak mau meladeniku dan memilih duduk di tempat yang sama seperti yang tadi kududuki
"Duduklah," katanya
Aku menurut, lalu duduk di sampingnya. Semakin cepat aku memenuhi permintaannya, semakin cepat aku pulang.
"Lebih dekat,"
Aku menatapnya heran sebelum mengambil selangkah lebih dekat dengannya
Lalu tiba-tiba, ia menyandarkan kepalanya di bahuku. Posisi kami begitu dekat, bahkan aku bisa merasakan deru napas yang keluar dari hidungnya mengenai kulit leherku
"Di malam setelah kita bertemu kembali. Aku diutus Ayahku untuk berperang mewakili beliau melawan para pemberontak yang berkomplot dengan para orang barbar. Sejak itu, aku sulit untuk tidur nyenyak," katanya tiba-tiba
Aku memilih diam dan menyimak. Sepertinya dia butuh pendengar bukan pengkritik saat ini.
"Katamu, aku bisa melepas kewibawaanku di depanmu. Jadi, aku mengirimimu surat agar aku bisa melepaskannya," lanjutnya
Perlahan, aku menatap Henry yang tertidur begitu saja di bahuku. Dari jarak sedekat ini, aku bisa melihat dengan jelas wajah letihnya yang bermandikan keringat
Apa menjadi seorang pangeran harus seperti itu? Berperang, membantai nyawa orang lain demi memperkuat wilayah kerajaan di usia yang begitu muda? Oh sungguh kasihan. Batinku sebelum perlahan mengusap keringat yang menyucur dari dahinya dengan ujung bajuku.
Tiba-tiba badanku menegang saat kurasakan kedua tangan Henry memeluk pinggangku dan menarikku lebih dekat dengan tubuhnya
Well, tampaknya aku tidak bisa lagi bergerak.
Ntah sudah berapa lama bahuku dipakai nya untuk tidur siang. Akhirnya ia terbangun, matanya mengerjap, lalu dengan tanpa dosa, ia meregangkan badannya
"Berapa lama aku tertidur?" Tanyanya santai
Aku mengabaikannya dan memilih untuk memijit bahuku yang keram. Tanganku berhenti memijit saat kudengar Henry tertawa
"Apa kau begitu bahagia melihatku sakit?" Tanyaku sarkastik
Kemudian, Henry membantu memijit bahuku dan yang paling mengejutkan adalah tangan Henry begitu pandai memijit
"Kau membuatku terkesan dengan bakat terpendammu,"
"Terima kasih atas pujiannya," jawabnya dengan amat bahagia
Aku memutar mataku lalu berdiri, "sepertinya, kau telah berhasil untuk tidur siang. Jadi, karena aku sudah memenuhi permintaanmu—"
"Tunggu. Dalam waktu dekat, aku akan kembali kemari usai menghadiri acara pemakaman Ibuku. Maukah kau menemaniku?" Katanya dengan wajah yang benar-benar polos
Sekarang giliran aku yang tertawa. "Tentu saja aku mau, itulah gunanya teman,"
Kataku kemudian hendak menaiki kudaku namun, tanganku ditahan membuat badanku kembali menghadapnya
"Aku.."
"Apa?"
Henry menggelengkan kepalanya, "hati-hati di jalan,"
Aku mengangguk, "rumahku hanya lima kilometer dari sini. Yang harusnya hati-hati itu kau," jawabku sebelum menarik pelana kudaku dan pergi dari sana
Sejak saat ia memanggil juru tulisnya untuk membuat surat pernyataan konyol nya, seakan-akan tubuhku hilang kendali. Tubuhku akan bergerak cepat untuk memenuhi segala permintaan Henry, seperti seorang tentara yang diberi komando.
Sebenarnya, ada apa denganku? Kenapa aku merasa begitu terikat dengan dia?
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
👑☘ɴͪᴏͦᴠᷤɪͭᴛͤᴀᷝ💣
saat diruang gelap tempo hari itu... suara siapa yg mendesah y... apa bemeran suara hantu yg bersama henry?
2020-11-01
2
🌹Milea 🖤
keren cerita nya aq suka aq suka.!! 🥰🥰
2020-09-02
0
farizsarimi
suka banget sama Henry dan Victoria. gak sabar mendubbing kisah mereka.
2020-07-23
1