Part 7: Noisy Paint

Hari-hari ku berjalan cepat, hari berganti bulan, bulan berganti musim, musim berganti tahun. Kini, aku telah menjadi wanita dewasa seuutuhnya. Aku telah menginjak usia delapan belas tahun dan secara legal bisa pergi ke kota tanpa pengawalan.

Alex telah tumbuh dewasa dan bermimat untuk menerusi usaha Ayah, sedangkan Louis yang menginjak usia puberitas kini menunjukkan perubahan sifat yang signifikat. Adik kecilku itu tidak ingin lagi bermain dengan aku dan Alex.

Dan untuk Ollie, ia tak pernah lagi pulang. Ia hanya mengirimi ku surat setiap enam bulan sekali karena katanya ia sibuk ikut perang dan ia terus mengabariku kalau ia kini telah diangkat sebagai jendral termuda angkatan darat.

Waktu terasa semakin cepat saat aku mengingat kalau dulu, satu hari setiap bulan, aku akan pergi ke kota dan berjalan-jalan, lalu menemui Philips dan melatih bakatku dengannya. Dan tentu saja ceritanya tentang Ibuku belum ia ceritakan.

Tepat hari ini, aku akan menghadiri acara salah seorang kolega Ayah bersama dengan Ibu dan Louis. Setelah memakai gaun yang dibantu dengan Maria dan dua orang pelayanku yang lain, akhirnya aku bisa keluar dari kamar dan menyusul Ibuku yang telah masuk ke dalam kereta terlebih dahulu

"Maaf, telat," kataku saat melihat wajah Ibu yang kini terhiasi kerutan menatapku

Aku membenahi dudukku lalu menopang daguku yang ntah bagaimana menjadi kebiasaanku jikalau sudah berada di dalam kereta

"Victoria, apa kau telah memikirkan tentang lamaran Duke Stanford?" Ibu mulai membuka suara membuatku memutar mataku malas

Lagi dan lagi. "Ibu sudah tau jawabanku," jawabku tanpa melihat beliau

"Victoria. Sudah berapa pria yang kau patahkan hatinya? Apa kau tega mematahkan hati seorang—"

"Duda yang anak tertuanya seumuran dengan ku," sambungku memotong ucapan Ibu

"Pria malang," jawabnya mengoreksi ucapanku

Dari sini, aku bisa mendengar suara tawa Louis yang ia tahan dengan sekuat tenaganya itu

"Ayolah kak! Stanford itu kaya raya! Kau bisa menjadi Duchess terkaya di negeri ini,"

Aku menatapnya, enggan menjawab, lalu kembali sibuk memperhatikan roda kereta kami yang kini telah menyusuri jalanan beraspal

"Victoria, kau tidak bisa terus-terusan menolak lamaran orang lain. Kau tidak mau kan menjadi perawan tua?" Ibu yang tidak pernah bosan membahas masalah ini kembali bersuara

Aku menyerah dan membalikkan badanku menghadap Ibu, lalu aku menatap Ayahku yang sibuk menghitung angka di akun bank nya

"Ayah," panggilku

Ayah menghela napasnya lalu menutup buku akun nya, ia menatapku lalu menatap Ibu ku

"Diana,"

"Jangan mulai, My love. Kau tidak bisa terus-terusan membelanya, ia sudah siap untuk menikah," ujar Ibu mulai beragumentasi

Aku melirik adikku yang mengeluarkan penny dari koceknya, "dua penny untuk Ibu menang," katanya

Aku menghela napasku lalu mengeluarkan dompetku.

"Lima penny untuk Ayah menang,"

"Deal," ucap Louis sembari menunggu argumentasi kedua orang tua ku usai

Akhirnya, babak penentuan pun tiba.

"Apa kau mau Victoria berakhir menikahi pria yang ia tidak cintai? Apa kau tega melakukannya pada satu-satunya anak perempuan kita, sayang?" Ucap Ayah begitu lembut dan membuai

Aku tersenyum karena selanjutnya Ibu luluh dan mencium Ayah.

"Tidak adil! Kau selalu menang," komentar adikku saat aku mengambil uang taruhan kami

Aku tersenyum sebelum keluar dari kereta, "kau harus lebih tua enam  tahun dariku dulu sebelum mengetahui rahasianya," kataku lalu menginjak pijakan kaki kereta kami dan menyambut uluran tangan Paman Paul dan melangkah keluar

Dekorasi pesta pernikahan bangsawan kolega Ayah kali ini benar-benar mewah. Karpet merah tergerai di jalan aspal yang lembab hingga masuk ke dalam hall rumah yang berukuran layaknya gedung di depan kami.

Tamu-tamu undangan yang berpakain rapi serta para wanita yang menyanggul rambut mereka terlihat menawan, sangat berbeda denganku yang hanya mengenakan pakaian pesta tanpa aksesoris maupun sanggulan setinggi gunung itu.

"Oh lihatlah! Ada tentara kerajaan disini," seru Louis menunjuk beberapa pria yang mengenakan seragam kerajaan yang sedang menjaga seekor kuda putih di sudut jalan

"Luar biasa. Mereka bahkan mengundang keluarga kerajaan, betapa kayanya mereka!" sambung Louis berdecak kagum

Aku mengabaikan pemandangan itu dan memilih untuk mengikuti Mr. dan Mrs. Maxwell yang berjalan seakan dunia ini hanya milik mereka berdua

Udara kora London di malam hari benar-benar tak bersahabat. Dinginnya angin malam rasanya menembus mantel bulu dombaku hingga jari jemariku membeku.

Aku mencuri pandang dari balik tubuh Ibu. Dan dari sini, aku bisa melihat antrian panjang para tamu lalu mengusap kedua telapak tanganku yang membeku.

Ya Tuhan, bisakah lebih cepat lagi? Batinku mengeluh

Dan malam ini semakin menyebalkannya, ketika seseorang menerobos antrian lalu masuk mendahului para tamu lain, membuat antrian terhenti untuk sementara

"Apa-apaan ini?" Ucapku tak terima

Ibu juga tampaknya kesal karena kali ini ia tidak mengoreksi ucapanku

Dari sini, samar-samar aku bisa melihat pengawal kerajaan yang memblokir pandangan kami sementara siapapun orang itu masuk

Sepuluh menit kemudian, antrian kembali berjalan dan kami akhirnya bisa masuk ke dalam

Kemegahan arsitektur di luar ternyata tidak ada apa-apa nya dengan interior di dalam mansion ini. Hampir seluruh interior nya berwarna emas. Perabotan yang terbuat dari kayu pohon jati, terpoles rapi menambah kesan antik.

Pesta dansa yang sedari tadi telah dimulai sesaat setelah seluruh hadirin datang.

Ketika aku menemukan kesempatan, aku segera menyusuri seluruh pelosok ballroom ini guna mencari tempat aman untuk berlindung dari pandangan Ibu serta para pria lajang yang sedari tadi bergantian memintaku untuk berdansa dengan mereka.

Saat akhirnya aku melihat salah satu pintu ballroom ini terbuka, aku segera mengeluarkan diriku dari tempat ini melalui celah pintu tersebut.

"Dimana ini?" Tanyaku pada diriku sendiri saat tidak menemukan seorang pun melainkan lorong panjang yang di kiri dan di kanan nya dihiasi lentera berpendar sebagai sumber cahaya

Daripada tanggung, aku melangkahkan kakiku dan menyusuri koridor panjang itu. Baru beberapa langkah, aku dikagetkan ketika menemukan salah satu ruangan terbuka.

Untuk mengobati rasa penasaranku, aku pun memasuki ruangan tersebut dan benar saja. Ruangan ini berisi lukisan-lukisan fantastis yang belum pernah ku lihat sebelumnya.

Dinding-dinding kokoh nan elok yang digantungi lukisan raksasa berfigura emas membuat ku semakin tertarik untuk mengamati mereka satu per satu

Dan saat aku baru saja mengenali salah satu lukisan yang sangat familiar, aku tersenyum.

"Well, Philips benar-benar berbakat," pujiku melihat lukisan pemandangan gunung salju yang di sudut lukisannya terdapat inisial hurup P.B

Kegiatanku mengamati lukisan seketika terhenti saat aku mendengar suara seseorang mendesah. Demi Tuhan suara itu terdengar amat nyata!

"Astaga! Apa yang baru saja aku pikirkan di tempat sepert ini?" Gumanku sambil memukul kepalaku

Aku berjalan menyusuri satu per satu lukisan di dinding namun, aku kembali mendengar suara itu

"Berhenti merusak gendang telingaku dengan suara mendesah parau mu itu! Dasar hantu jelek!" Ucapku sambil melihat sekelilingku, antisipasi kalau hantu itu keluar

Rumah ini benar-benar menyeramkan. Lihatlah, setelah aku mengancamnya seperti itu, ia berhenti bersuara

Aku menghela napas lega, lalu berbalik.

"Bloody hell!!" Aku memekik kaget saat aku menabrak sesuatu yang kokoh hingga pandanganku menghitam

***

TBC

Terpopuler

Comments

Hanachi

Hanachi

padahal mungkin aja itu bukan hantu /Chuckle/

2024-03-19

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!