04

baru juga aku akan melangkahkan kaki memasuki ruang tamu aku malah mendengar suara perdebatan antara dua orang dan salah satu suara itu adalah suara ayah, semakin aku melangkah maka suara perdebatan itu semakin ditangkap oleh indra pendengaranku.

Ternyata yang datang keluarga om Bagas, entah ada rusan apa om Bagas dan keluarganya sehingga begitu rutin mendatanggi keluargaku.

usia nyatanya bukanlah petanda orang sudah dewasa toh ayah dan tamunya itu masih saja berdebat hal yang tidak penting, seakan tidak ada kata damai dari pembicaraan itu semuanya berputar-putar dan tak tahu dimana garis finishnya.

Jujur aku mulai tidak menyukai om Bagas dan keluarganya karena setiap mereka datang pasti hanya ada perdebatan antara ayah dan om Bagas.

Aku saja sebagai tim pendengar merasa jengah mendengar penuturan mereka berdua yang itu-itu saja, dari janji, utang dan nikah. ya hanya segaris itu yang kutahu.

Seolah dejavu kusalami mereka semua dan berakhir aku menyalami sosok pendiam atau boleh kukatakan lelaki gagu itu, aku kembali duduk bersampingan dengannya.

Semua orang memusatkan padangannya pada aku dan anak om Bagas, menurutku tidak ada yang aneh antara kami berdua tapi kecuali seragam yang kami gunakan jelas iya.

Kami berdua sama-sama menggunakan seragam tapi bedanya jika lelaki bernama Muhammad Hafis S.H itu menggunakan seragam kerja sedangkan aku menggunakan seragam sekolah petanda usiaku yang masih belia iyakan?.

Jika diperhatikan memang sangat aneh sih! Tapi hey, hal yang wajarkan itu petanda memang kami adalah sosok yang berbeda.

Semua orang masih bungkam hingga membuatku jenggah, tidak tahan dengan kesunyian yang terjadi akhirnya aku memberanikan membuka suara dan berkata

"Kenapa si bang, ngak suka ya kalo Aira yang duduk di samping abang?" Kataku cuek sembari meminum jus yang baru saja diantarkan oleh ART untukku.

"…" Tidak ada jawaban darinya dirinya malah memilih menggeleng pelan lalu menggalihkan padangannya.

hanya mendapatkan respont seperti itu, sampai saat ini aku masih menyangka jika lelaki maco disebelahku itu berpotensi menjadi orang bisu.

Sunyi senyap yang terjadi, ruangan ini di penuhi dua keluarga namun entah kenapa kebisuan yang mendominasi diantara kami setelah aku datang. Masih dengan situasi canggung itu bang Adilah yang pertama kali membuka suara dan berkata

"Aira"  ucapnya lembut padaku.

"Iya bang"  jawabku santai, tahukan jika aku terlalu apatis sehingga ketika menjawab panggilan bang Adi, begitu santainya aku menghabiskan beberapa kue mentega karena abangku itu tidak jua melanjutkan ucapannya.

"Aira, soal pernikahan itu.." ucapan abang Adi terpotong ketika kulihat ayahku tiba tiba menggintrupsi dan berkata

"Aira, bagaimana pandangan kamu mengenai menikah muda?" 

"Mmm ngak ada masalah asal kedua pihak keluarga dan mempelainya setuju tuh yah, kenapa? "

"Jadi menurut Aira menikah muda itu sah-sah saja iya?"

"Mmm tergantung! Kenapa yah?" Tanyaku lagi ku rasa pembicaraan kami kini terlalu berat untukku dan menimbulkan tanda tanya yang besar toh untuk apa ayah mendengarkan pendapatku mengenai pernikahan dini, jadi ku jawab saja seadanya tanpa memikirkan banyak hal

"Jika Aira yang menikah muda bagaimana? " Tanya ayah lagi, mendengar itu aku memandangi ayahku dengan dahi yang berkerut lalu berkata

"Mmm Aira masih mampu sekolah kok yah, memang Ayah sama yang lainnya udah ngak mampu nyekolahin Aira ya? " Tanyaku dengan nada sinis walau ada ke khawatiran di dalamnya.

"Aira bukan seperti itu sayang" kata ayah dengan suara sangat lembut lalu bergerak mendekati kursiku lalu bertukar posisi duduk dengan anak om Bagas.

Setelah duduk dengan posisi yang nyaman ayah menggenggam kedua tanganku lalu kembali berkata "Insya allah ayah dan kakak-kakakmu sanggup sayang, tapi Aira tahu tidak konsekuensi jika seseorang sudah berjanji?"

"…" Tak ada kata yang dapat kukatakan dan memilih mengganguk saja

"Aira ingat seminggu lalu Aira ngomong apa kepada om Bagas?" Tanya ayah lagi padaku, perkatan itu menggundang otakku untuk berpikir lebih keras lagi dan menimbulkan kerutan di dahiku.

"…" Hanya gelengan yang mampu kuberi karena sungguh aku tidak tahu kemana alur pembicaraanku dengan ayah kali ini.

"Tahu definisi orang munafik?"

"Iya" Kataku dengan nada suara pasti.

"Apa?" Tanya Ayah dengan nada lembut dan usapan sayang di kepalaku

"Jika berucap ia berdusta, jika membuat janji berdusta, dan jika dipercayai menghianati" ucapku dengan pasti. Mendengar ucapanku ayah tersenyum hangat lalu mengecup keningku lalu berkata

"Kemarin om Bagas bertanya pada Aira, Aira mau tidak menikah dengan anak om Bagas dan tahu apa jawaban Aira?" Mendengar penuturan ayah pemikiranku dibuat seketika kalut.

Pertanyaan itu tentu hanya memiliki dua pilihan yaitu "iya atau tidak" dan seinggatku selama berbicara dengan om Bagas aku selalu menggucapkan "iya dan iya" menyadari hal itu tubuhku seketika bergetar dan mendadak menggeluarkan aura dingin tanganku juga mulai berkeringat sungguh aku takut memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam hidupku saat ini.

"Ma.. mak.. maksud ayah? " Kataku gagap dan masih mempertahankan pemikiranku jika ayah tidak mungkin menikahkanku.

"Aira kemarin mengiyakan permintaan om bagas" Ucap ayah. Ada jeda cukup lama sebelum ayah lalu kembali berkata

"om Bagas meminta pertanggung jawaban ucapan Aira sekarang"

"Mak maksudnya" kataku dengan suara surau dan ada genangan air mata di sudut mataku

"Aira akan menikah dengan nak Hafiz ini" tunjuk ayah pada lelaki berwajah datar diseberang sana

"Aira yah? Kenapa bukan kak Diba?" Kataku bernegosiasi mencari cela agar terbebas dari rasa tidak nyaman yang menggerogotiku saat ini.

"Kami tidak memaksa maka kami meminta kesediaan diantara kalian, kakak Diba sudah menolak tapi adek Aira mengiyakan. Adek Aira tahukan arti iya itu seperti apa?

"Tap.. tapi yah" Kataku masih dengan keadaan panik. Entah kemana kata-kata tegas dan penolakan yang biasa kulontarkan itu.

"…" tidak ada kata yang diucapkn oleh ayah, ayah bahkan hanya bisa menggeleng seakan menggatakan jika sudah tidak ada jalan lain selain mengikuti alur drama klasik yang kini terjadi di keluargaku kini.

Entah aku pingsan dalam waktu berapa lama karena ketika aku terbangun cahaya matahari kini telah terganti dengan cahaya lampu. Kepala cukup berat kupikir aku terlalu lama bermimpi buruk hingga membuatku terbangun dengan rasa sesak di dada namun ternyata yang menjadi mimpi burukku adalah kenyataan.

Sungguh aku mengharapkan ini semua hanyalah mimpi buruk belaka atau candaan untukku namun ketika menatap wajah ayah dengan intens tidak kudapatkan ekspresi jenaka dalam sana hingga hal itu membuat rasa sedihku semakin besar.

Sudah tidak ada kalimat yang mampu menenangkan dan menghentikan tangisku, walau begitu kami semua tidak lupa melaksanakan sholat isya berjamaah. Sholatku kali ini lebih khusuh, dalam sujud terakhir kuadukan semua yang kini terjadi pada penciptaku.

Mulutku memang bungkam walau masih terdengar isak tanggis yang tak bisa kubendung, kusisipkan aksi protes hingga permohonan ampunku pada Allah.

Sungguh aku sama dengan remaja lainnya yang ingin menikmati masa mudanya tapi apa yang terjadi padaku ini tidaklah sama seperti teman-temanku kini.

Aku masih dalam posisi yang sama walau imam sholat alias calon suamiku telah melapalkan doa bersama. Tak ku hiraukan hal itu karena komunikasiku dengan Allah belum berakhir masih banyak yang ingin ku bicarakan namun karena merasa namaku dipanggil oleh ibu, aku bangkit dan menggubah posisiku lalu memilih melanjutkan tahiyatul akhirku.

Tak ada rasa lapar yang hinggap dalam tubuhku jadi yang kulakukan hanya mengaduk-ngaduk nasi yang berada di piring hingga terlihat layaknya muntahan kucing.

Jarum jam menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh lima menit, keluarga dari calon suamiku itu berpamitan dan tidak lama setelahnya, mereka akhirnya pulang.

Garis takdirku telah ditentukan jadi aku tidak memiliki pilihan lain sehingga mau tidak mau aku harus menghadapi hari esok. sanggupkah daku? mari buktikan dulu.

FLASHBACK OF

Terpopuler

Comments

Supi'i Komando

Supi'i Komando

maaf ya thoor jangan banyak pemikiran sendiri ntar jadi bosan yg bacanya

2021-09-20

1

Ciripah Mei

Ciripah Mei

kebanyakan cerita y dri pd dialog y

2021-08-14

1

Iska Sari

Iska Sari

betul dialog kurang narasi bnyk...jd gimana gitu

2021-03-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!