Suara ketikkan pada laptop memecah kesunyian di kamar itu, diselingi surah lembaran kertas yang di balik. Sesekali tangan wanita berumur dua puluh tahun itu menggaris bawahi tulisan pada lembar bukunya. Ini adalah tahun terakhir ia kuliah.
Gadis itu harus menyelesaikan skripsinya dan beberapa bulan lagi harus menghadapi sidang untuk mempersentasikan hasil karyanya, yang telah ia kerjakan hampir dua semester, sungguh kegiatan yang sangat melelahkan dan menghabiskan banyak waktunya.
Disaat jenuh kadang ia membaca beberapa novel dan komik atau menonton televisi untuk menghilangkan kepenat.
Ia harus belajar dan menyelesaikan beberapa tugas, berjalan kaki ke kampus dan mengantri di meja makan saat jam makan malam bersama teman-temannya. Hampir tiga tahun ini rutinitas itu ia lakukan di asrama tempat ia tinggal.
“Anna, sudah sampai mana?” suarah seorang perempuan membuat ia memberhentikan rutinitas mengetiknya.
Anna seorang gadis muda yang bertubuh tidak terlalu kurus dan tidak juga gemuk tingginya 158 cm, warna kulitnya kecoklatan, memiliki sepasang mata yang bulat besar berwarna hitam, alis yang tebal, ia tidak pernah pusing untuk mempertebal atau menyulam alisnya, rambut sepunggung yang cukup tebal dan bergelombang, sangat serasi dengan bentuk mukanya, membuat ia semakin terlihat cantik.
“Hasil Penelitian,” jawabnya sambil tersenyum “Jes,kamu sudah sampai apa?”
“Masih Kerangka Konsep.” Jesika kemudian pergi meninggalkan Anna, menggambil beberapa buku untuk bahan skripsinya. Jesika adalah teman sekamar Anna yang tidur diatas tempat tidurnya, karena kasur yang mereka gunakan bertingkat.
Dalam kamar itu terdapat dua pasang tempat tidur bertingkat, kamar itu tidak terlalu besar hanya berukuran lima meter kali empat meter dengan warna putih bersih di setiap sisinya. Terdapat empat buah meja belajar yang menempel di dinding yang berukuran tidak sampai satu meter dengan empat kursi di depanya. Masing-masing meja itu telah penuh dengan berbagai tumpukan buku dan beberapa macam-macam alat tulis.Selain itu, terdapat dua lemari kayu berwarna coklat berukuran sedang masing-masing memiliki dua pintu yang memiliki kunci di setiap pintunya, lemari itu di tempatkan diantara tempat tidur.
Mereka jarang menghabiskan waktu belajar di meja belajar lebih memilih mengerjakan tugas di tempat tidur masing-masing atau malah duduk bebas di lantai kamar, itu membuat mereka nyaman.
“Wil, nonton yuk di bawah?” Xiang membujuk Wil sambil menaiki tempat tidur gadis itu. Wil tidak menjawab ia terlihat sibuk dengan ponselnya, rutunitas yang ia lakukan setiap malam untuk menghubungi pacaranya.
“Hei, jangan!” Wil terlihat kesal saat Xiang menarik ponsel miliknya, ia ingin menendang Xiang dan melemparnya kebawah tempat tidurnya, agar Xiang kembali ketempat tidurnya. Xiang berlari keluar kamar sambil membawa ponsel itu, ia berhasil memancing Wil mengikutinya.
Jesika hanya menggeleng melihat tingkah kedua temanya itu.“Kapan mereka akan menyelesaikan skripsinya?” Jesika bertanya pada Anna dari atas tempat tidurnya.
“Bukanya mereka sedang menulis Landasan Teori.” jawab Anna tanpa memberhentikan aktivitas mengetiknya.
“Semoga saja kita wisuda bersamaan.” gumam Jesika pelan tapi tetap terdengar oleh Anna.
“Amin.” Anna tersenyuman walau tidak dapat di lihat oleh Jesika. Tentu saja mereka akan wisuda bersama asalkan mereka bisa menyesaikan skripsinya tepat waktu.
Sudah hampir tiga tahun mereka berempat tinggal bersama dalam satu kamar diasrama yang berlantai dua, rasa persaudaran yang timbul sangat kental, mereka berbagi suka duka bersama.
“Besok kamu jadi pergi, Anna?”
“Jadi, kamu mau ikut Jes?”
“Jam berapa?” Jesika bertanya tanpa menjawab pertanyaan Anna.
“Mungkin jam satu siang, kamu mau ikut?” Anna bertanya sekali lagi pada temannya.
“Sepertinya aku tidak bisa ikut, aku harus menyelesaikan bab ini.” Jesika mencobah menjelaskan kalau ia harus menyeselaikan bagian skripsinya, bagaimanapun ia sudah jauh tertinggal dari Anna.
“Oke.” jawab Anna singkat, ia tahu temannya butuh waktu untuk menyelesaikan tugasnya.
***
Langit terlihat gelap, angin sangat kencang, pertanda hujan akan turun siang ini. Tapi itu tidak mengendurkan tekat Anna untuk pergi ke toko buku langgananya, ia ingin membeli novel dan komik baru. Sudah hampir dua bulan ia tidak mengunjungi toko buku itu karena sibuk menyusun skripsinya, ia perlu sesuatu untuk mengusir kepenatannya.
Beberapa kilatan petir mewarnai langit memberikan cahaya terang persekian detik, tergambar jelas seperti retakan pada langit menyeramkan tapi tampak indah.
“Berlianna, kamu akan berangkat sekarang? ” Jesika berdiri di samping pintu asrama sambil memandang langit mendung.
“Ya.” jawabAnna singkat.
“Jangan lupa bawa payung.” Xiang memperingatkan, mereka sudah sering kehujanan di jalan karena melihat cuaca yang terang dan yakin tidak akan turun hujan, namun tiba-tiba hujan turun mendadak. Langit Jakarta memang susah di tebak.
“Aku selalu membawahnya.” gadis itu sudah mulai mengantisipasi semuanya.
“Apakah kau yakin mau berangkat sekarang? “ Wil tampak ragu melihat cuaca sedang tidak bersahabat “Anginnya sangat kencang.” tambah Wil yang sedang melipat dua tangganya merasakan dinginya hembusan angin yang menyentuh kulitnya.
Anna hanya mengganguk, ia melihat sekeliling, debu berterbangan tak tahu arah, terdapat beberapa sampah terbang bebas langitpun sangat gelap lebih gelap dari biasanya, padahal sekang masih jam satu siang, tiba-tiba angin berhenti tetapi langit masih gelap, akhirnya ia memutuskan untuk berangkat ke toko buku itu.
”Aku berangkat.” Anna berpamitan pada yang lain, ia mendengar jawaban dari teman-temannya
“Ya, hati-hati.”
Gadis itu berjalan menyelusuri lorong-lorong diantara rumah-rumah yang cukup di bilang besar dan indah, tepat Anna berjalah hampir seratus meter dari asramanya, terlihat jalan raya yang banyak dilalui kendaraan beroda dua dan empat, Anna terusberjalan menujuh halte bus.
Hampir lebih sepuluh menit ia berdiri karena semua tempat duduk di halte itu penuh, menunggu bus yang akan ditumpanginya. Cukup jengkel memang, Anna baru sadar dari tadi sejak ia keluar asrama seperti ada yang mengikutinya, seorang pria tinggi memakai topi, baju hitan umurnya kurang lebih 25 tahun.
“Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, sepertinya dia orang asing, gaya pakainnya sangat bagus seperti orang berada.” gumam Anna dalam hati.
Pria tersebut berada kurang lebih tiga meter di sampingnya mengambil sisi ujung halte yang berlawanan dengan gadis itu “Mungkin ini hanya kebetulan.” Anna tidak tertarik memikirkan orang yang tidak ia kenal, ia tahu ini Ibu Kota akan banyak orang asing berlalu larang disini.
Bus yang di tunggun akhirnya datang, sungguh membuatnya senang. Anna menatap jalanan melihat hujan turun dengan derasnya, disisi lain pria tersebut duduk tepat dua kursi di belakangnya. Bus itu berjalan menuju bagian timur kota dengan kecepatan sedang, sekali-kali harus berhenti karena terjebak lampu merah.
Sudah satu jam lebih ia duduk di diam “Jalan H, jalan H, jalan H!” suarah kernek bus yang terdengar cempreng dan keras mengingatkan Anna mempersiapkan diri untuk turun, bus itu memberhentikan lajunya gadis itu menuruni bus dengan berjalan cepat, hujan yang dari tadi turun sudah redah.
Terdapat beberapa genangan air memenuhi beberapa bagian jalan yang berlubang, toko buku yang ingin ia tujuh kurang lebih dua puluh meter lagi. Tokoh buku itu tidak tepat berada di jalan utama, pengunjung harus berjalan masuk sekitar lima puluh meter dari jalan utama, melewati gang yang tidak terlalu luas. Pemandangan di setiap sisi gang membuat pejalan kaki tidak akan bosan, terdapat beberapa toko buku lain, percetakan dan asesoris memenuhi sisi kedua lorong itu.
Anna memberhentikan langkahnya saat tepat di depan tokoh asesoris ia ingin memelihat-lihat sebelum memutuskan masuk ke tokoh buku langanganya.
Toko itu tidak terlalu besar namun cukup lengkap mulai dari cinci, gelang kalung dan bros berbagai macam bentuk.
Ia tertarik pada sebuah kalung, tidak ada yang spesial dari kalung ini hanya liontinya saja yang berbentuk persegi lima dan berwarnah hitam, ukuranya satu sampai dua centi meter. Hanya saja ia tidak bisa memalingkan pandanganya dari kalung itu, padahal Anna bukanlah seorang pecinta batu, “Unik.” gumamnya.
“Istimewah.” suarah seorang wanita paru baya penjaga tokoh membuat Anna melihat kearahnya, penjaga tokoh itu tersenyum sambil mengambilkan kalung yang dari tadi di lihatnya dan menyerahkanya pada Anna “Cobalah.” suarah itu terdengar lembut tapi cukup meyakinkan.
Anna terlihat ragu pada awalnya, ia mencobah menelpelkan di dadanya sebelum memutuskan untuk memakainya. Tiba-tiba terdegar suarah petih di luar yang membuat Anna tersentak, pedagang toko tersenyum melihat “Kalung itu cocok sekali untukmu.” Anna tahu pujian itu cuma tipuan pedagang agar orang-orang membeli dagangannya.
“Sepertinya mau hujan lagi.” Anna mencobah tidak terpengaruh.
“Dua ratus ribu.” penjaga tokoh itu menunjuk pada kalung Anna sambil tersenyum.
“Tidak, ini terlalu mahal, saya tidak jadi ambil!” Anna berusaha melepaskan kalungnya.
Dua ratus ribuh angka yang cukup mahal baginya sebagai mahasiswa. Ia bisa memanfaatkan uang itu untuk biaya makannya beberapa hari atau membeli buku sebagai bahan skripsinya.
“Seratus ribu, harga terakhir.” pedagang itu menurunkan harganya “Kamu tidak akan menyesal nak.” pedagang asesoris meyakinkan.
Anna diam sesaat memberhentikan usahanya untuk melepaskan kalung itu “Baikla.” gadis itu memberikan dua helai uang lima puluh ribu kepada wanita paru baya itu.
“Kau mau ketokoh buku?” Anna mengangguk pada pedangang asesoris.
“Berhati-hatilah perjalanmu akan menyenangkan.” pedangan asesoris itu tersenyum lembut pada Anna sambil melambaikan tangan.
“Terimakasih.” Anna meninggalkan tokoh asesoris itu menujuh toko buku langannanya. Gadis itu memikirkan ucapan pedagang asesoris itu, padahal tokohnya sangat dekat dengan tokoh buku. Mungkin perasaanya saja yang berpikir ucapan penjaga tokoh itu agak aneh.
***
“Dipojok kosong neng!” teriak pak Robert, si pemilik toko buku. Pak Robert memang bule, artinya di benar-benar orang Barat tepatnya orang Prancis dia sudah dua puluh tahun tinggal di Indonesia, dia tinggal bersama istri dan anaknya. Anaknya sudah menikah dengan seorang pria Jawa, tepatnya tiga tahun lalu resepsinya. Anna dan teman-temanya sempat datang ke acarah pernikahan yang sangat kental adat Jawa.
Toko buku ini sama seperi toko buku pada umumnya, warna catnya keabu-abuan yang mulai luntur dan beberapa bagian, dinding luarnya terkelupas menunjukan kalau bangunan ini sudah cukup lama tidak di renovasi, terdapat pintu kaca yang dan beberapa jendela kaca, panjang sekitar sepuluh meter dan lebarnya tujuh meter, di dalamnya terdapat tiga baris meja baca yang panjangnya kurang lebih tiga meter dan terdapat empat baris rak buku yang berukuran sekitar empat meter panjangnya, serta ada satu rak buku yang menempel di dinding.
Toko ini cukup lengkap mulai dari buku pelajaran, komik, novel, beberapa majalah dan artikel. Harga yang ditawarkanpun jauh lebih murah dari toko lainya, pernah Anna bertanya pak Robert mengapa harga di toko ini murah, ia hanya menjawab...
“Aku suka membaca buku, tetapi aku tidak bisa bercerita banyak tentang buku yang ku baca dan aku tidak mencari terlalu banyak untung, cukup untuk aku makan sehari-hari saja.”
Anna melangkahkan kakinya menuju rak-rak buku yang berisi jejeran novel, dan tepat di sebelahnya tersusun rapi tumpukan komik. Saat ini hanya ada beberapa orang saja yang berkunjung di tokoh ini dan sebagian sedang membaca buku.
Pak Robert menghampiriAnna, “Ini buku dari tahun 1778, ini buku tua.” dia menyodorkan buku itu pada Anna, gadis itu mengambilnya dan melihat dengan detail, sampul buku itu memang sudah lusuh dan ada sedikit bagian di ujung sampulnya termakan rayap warnanya coklat tua hampir mirip warna tanah, buku itu memikili gambar di sampulnya mirip sebuah labirin dan ada seperti gambar matahari dan bulan diatasnya tebalnya sekitar tiga jari dan lebarnya kurang lebih dua puluh centimeter, di bagian belakangnya tertulis yang tampak timbul.
“ Perjalan panjang yang mengesankan, akan ada sedikit pengorbanan waktu dan vinta, hasil tergantung bagaimana kau menghadapinya, jika benar akan merubah hidupmun jika salah engkau tidak akan kembali, ikuti kata hatimu, percalah pada dirimu.”
Sebenarnaya tulisan itu seperti tulisan Prancis atau Latin tapi entah mengapa Anna bisa membacanya dan menerjemakanya, padahal ia sama sekali tidak pernah ke sana, bahkan bahasa inggris ia juga tidak terlalu paham.
“Wah, kamu bisa bahasa Prancis?” Tanya pak Robert menatap gadis dihadapanya yang terlihat binggung. Anna hanya terdiam sesaat.
”Sepertinya aku salah baca.” jawabnya sambil mengaruk kepala yang tidak gatal.
“Tidak, apa yang kau baca benar.” pak Robert menjelaskan bahwa dia di besarkan di Prancis jadi dia tahu betul bahasa negera kelahiranya itu walaupun sudah lama ia tinggal di Indonesia, bukan berati ia bisa melupakan negara kelahiranya, terutama bahasa dan tulisanya.
Gadis itu tampak heran dengan apa yang barusan terjadi semuanya sangat aneh, Anna mengalihkan pandangannya pada barisan rak di sampingnya, ia terkejut melihat pria yang tadi naik bus bersamanya ternyata juga berada di toko ini juga, pria itu berdiri tepat di depan rak buku sejarah terlihat sedang mengamati buku didepanya.“Oh ternyata tujuannya sama.”Anna bergumam dalam hatinya.
Anna mengembalikan lagi buku itu pada pak Robert, laki-laki tua bergengjot putih itu hanya terdiam saat menerima buku itu, buku coklat seperti tanah dan sedikit di ujungnya di makan rayap.
Anna mengambil sebuah komik lucu dari jepang, dan sebuah novel komedi romantis.
“Berapa pak?“ Ia sudah tidak sabar ingin membacahnya sesampai di asrama nanti. Pak Robert sedang menghitung mengunakan mesin hitung besar yang berwarnah hitam “Lima puluh ribu.” sahutnya.
Gadis itu menyodorkan uang lima puluh ribu “Terimakasih pak.”
Saat melangkahkan kakinya menuju pintuh kaca tokoh yang bening tiba-tiba hujan turun tepat sesaat sebelum ia membuka pintu itu persis seperti orang sedang menuangkan ember besar berisi air dari atas atap toko pak Robert. Gadis itu menarik napas dalam merasa kesal.
Dengan putus asa ia memutuskan untuk duduk disalah satu meja baca, sambil melihat komik barunya, membaca beberapa halaman. Jarum jam dinding menunjukan pukul tiga sore tapi hujan tidak henti turun. Sebenarnya ia bisa menggunakan payungnya tapi ia lebih senang bila hujannya redah, walaupun ia memakai payung pasti badanya akan tetap basah, selain itu hal yang paling ia takutkan adalah novel dan komik yang baru di belinya ikut basah atau lembab, itu akan membuat buku itu cepat rusak nantinya.
“Mau kopi?” belum sempat wanita itu menjawab pak Robert telah menyodorkan secangkir kopih hangat.
“Terimakasih pak.“ Anna menerimanya sambil tersenyum hangat, Laki-laki paru baya itu memang baik ia sering memberikan minuman gratis pada para pengunjungnya, ia tidak segan untuk berbagi terkadang sesekali ia selalu membagikan snak pada pengunjung yang datang, agar para pengunjung itu sering datang walau hanya sekedar membaca buku tanpa membelinya. Pak Robert berusaha menyalurkan kecintaanya pada buku pada pengunjung lain dan secara tidak langsung Anna telah tertular.
“Bagaimana kuliamu?“ Pak Robert membuka percakapan.
“Sedang skripsi pak.” Jawab gadis itu sopan.
“Bagus, sebentara lagi kamu lulus ya?“ Robert sangat memperhatikan pengunjunya satu ini, karena keakraban yang sudah terjalin selama ini. Bagi Robert, Anna bukan hanya pengunjung tapi sudah dianggapnya anak.
Anna hanya bisa menggangguk sambil tersenyum lalu meminum seteguk kopi hangat yang nikmat. Pria tua itu sangat baik pada Anna. Ia sudah berlangganan membeli buku padanya sejak lima tahun lalu, sejak ia SMA saat itu ia harus mencari beberapa buku untuk tugas sekolahnya, waktu itu tepat saat sebulan orang tuanya dan adiknya meninggalkan Jakarta karena pindah tugas ke Sumatra.
Anna ingin sekali ikut tapi saat itu Anna mash duduk di kelas sepuluh, dan tepat beberapa minggu lagi akan menghadapi ujian kenaikan kelas.Kedua orang tuanya memilih meninggalkannya di sekolah, karena Anna juga tinggal diasrama sekolah. Orang tuanya juga memantau perkembangan Anna melalui pihak sekolah, selain itu juga ia memiliki beberapa keluarga di Jakarta yang bisa mengawasi anak gadisnya kapanpun.
“Setelah lulus nanti, kamu tidak akan kesini lagi?” tampak raut sedih terpancar dari pria tua itu. Pak Roberto selama ini selalu berusaha membantu Anna dan teman-temannya saat mencari buku pelajaran. Gadis itu menyadari perubahan raut muka itu.
“Tidak, aku akan sesekali mampir ke tokoh ini, ibu mana pak?”Anna bertanya tentang istri Roberto.
“Sedang ke Jawa menemu Quin.” Quin adalah cucu pak Robert yang berumur tiga tahun.
“Wah, senangnya bertemu cucu, kenapa tidak ikut pak?” tanya gadis itu sambil tersenyum.
“Tidak ada yang menjaga toko Anna.” Bagaimanapun jika pak Robert pergi akan banyak pengunjung yang kecewa, dan kesulitan mencari buku sebagai bahan pelajaran terutama pengunjung setianya para pelajar dan mahasiswa.
“Iya juga sih, “ Anna menggangguk sambil tersenyum. “Kenapa Quin tidak di bawah ke Jakarta saja?” Itu akan lebih baik Robert bisa bertemu cucunya sambil membuka toko. Selain itu, Anna sendiri ingin melihat cucu Robert karena selama ini ia hanya melihat lewat poto yang di tunjukan istri Robert.
“Iya, nanti saat ibu datang sekalian Quin diajak ke Jakarta, mungkin beberapa hari lagi.” Terlihat jelas raut senang di wajah Robert ia sudah setahun tidak bertemu cucunya.
Tiba-tiba pria tua itu menyodorkan buku bersampul coklat seperti tanah, dan di bagian salah satu sisi ujungnya tampak seperti dimakan rayap.“Ini untukmu?” Gadis itu menatap buku coklat itu sesaat.
“Aku tidak ada uang pak.” Anna mendorong kembali buku itu ke arah Robert.
“Tidak, aku tidak menjual buku ini. Untukmu, aku memberikanya untukmu.” tegas pak Robert sambil tersenyum ia tahu Anna pasti berpikir ia akan menjualnya pada gadis itu tapi Anna salah, “Ambilah aku yakin kamu akan suka buku ini, ceritanya sangat menarik, aku membacanya sekilas kemarin.” jelas Roberto.
“Tapi aku tidak bisa bahasa Prancis pak.” Anna tersenyum kaku, ia masih menolaknya, toh jika ia mengambilnya ia tidak akan pernah membacanya.
“Bukankah tadi kamu membacanya? “ pak Robert kembali menyodorkan buku itu ke arah Anna, ia sangat yakin apa yang di dengarnya tadi, bahwa gadis itu bisa dengan baik menerjemahkan tulisan dalam buku itu.
“Aku tidak tahu kenapa tadi aku bisa membacanya, aku rasa aku hanya menebaknya saja.” Anna mencobah menjelaskan kalau semua itu hanya kebetulan.
“Ya sudah kamu bawah pulang saja dulu buku ini, jika ada yang tidak Anna mengerti boleh tanyakan ke sini, bagaimana?” Tawaran Pak Robert membuat Anna berpikir sejenak, benar Anna bisa menerjemahkannya mengunakan aplikasi yang ada di internet tapi itu akan memakan waktu lama karna buku itu sangat tebal, tapi siapa tahu Anna memiliki waktu luang nanti untuk melakukannya?
“Baikla aku ambil buku ini.” Pak Robert tersenyum ia senang Anna menerima buku itu.
“Kalungmu bagus.” sambil menunjuk ke leher Anna.
“Oh, ini tadi aku membelinya di pinggir jalan, di depan.“ gadis itu menunjuk tokoh asesorid dari jendela balik dinding kaca toko itu walau jaraknya sekitar dua puluh meter tapi masih bisa terlihat jelas dari sana tadi.
“Sekali-kali aku akan berjalan ke depan juga, aku ingin membeli kalung untuk Quin nanti.“ Pak Robert mengangguk sambil tersenyum, sudah lama ia tidak berjalan keluar untuk belanja asesoris, selama ini ia hanya bertegur sapa dengan sesama pedagang di gang itu.
“Kalau bapak mau ambilah kalung ini.” sambil Anna berusaha melepaskan kalung di lehernya.
“Jangan!” sahut pak Robert “Itu kalungmu, kau bahkan baru membelinya, aku juga tidak mau mengambil kalung itu, aku akan memberikan Quin kalung yang baru, bukan yang bekas kau pakai, Anna” sambil tersenyum sinis pak Robert seperti mengejek agar Anna tidak melepas kalung itu.
Anna hanya terdiam sambil tertunduk, dalam hatinya “Akukan hanya berusaha baik.”
Anna kembali memperhatikan sekitar toko buku itu setelah perdebatan kecilnya dengan Roberto si pemilik toko buku, tapi ia menyadari tidak menemukan pria berpakaian hitam tadi “Padahal sekarang sedang hujan lebat dan tidak ada satu orangpun yang membuka pintu keluar, apa mungkin ia menghilang?” bisiknya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Ree.Pand
tokoh utamanya anna
2020-07-11
1
SE
Mampir ketempatku yaa " Cerita Cinta Anak Muda"
Ini karya pertamaku
2020-06-18
1
Elcha Poloneta Hutagalung
🦋🦋🦋
2020-06-10
1