04. Malam Itu

Sepi-ku adalah malam

Malam-mu adalah pelampiasan

Kita berdua sama-sama menyukai malam

---

“Kamu tuh seharusnya gausah kasar sama Darka!”

“Anak itu pantasnya dikasih kata-kata kasar biar paham. Dibaik-baikin malah ngelunjak.”

“Kapan dia ngelunjak? Dia nurut semua maunya kamu. Kamu ayahnya bukan?”

“Aku ayahnya, tapi dia jadi anak gatau diuntung.”

Bahu Darka langsung melemas. Ia jadi tak berkonsentrasi untuk belajar. Lagi-lagi, orangtuanya bertengkar karenanya.

Masalah dia di sekolah—dengan Pak Subroto tentu sampai ke telinga ayahnya.

Darka tipikal murid yang sering menimbulkan masalah, walaupun ia tak sengaja. Sebesar atau sekecil apapun permasalahan yang Darka timbulkan, sekolah wajib memberitahukannya pada ayah Darka.

Darka mengambil hoodie dan kunci motornya. Tak lupa ia membawa hape, siapa tahu teman-temannya ada yang gabut dan mau menemaninya malam ini. Kemana saja asal menjauh dari rumah.

Darka membuka pintu sedikit, mengintip situasi. Ia dapat bernafas lega karena ternyata orangtuanya itu sedang ribut di kamar. Darka segera bergegas hingga berhasil keluar rumah. Menggiring motornya perlahan hingga beberapa meter dari rumah baru ia nyalakan.

Darka terus melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Hingga ia tak sadar kalau air matanya berkaca-kaca. Ia menangis.

Darka Samudera, pemuda tampan yang terkenal ceria, riang, namun playboy itu menangis malam ini.

Lita memperbaiki tudung jaket merahnya, berjalan malas melawan malam yang dingin. Menepi dari rumah yang sekarang sedang ditempati oleh seseorang.

Ayahnya.

Bagi seorang anak perempuan, Ayah adalah sosok figur yang menjadi pemimpin keluarga. Ayah adalah seorang raja bagi putrinya. Ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Ayah adalah segalanya.

Tapi bagi Jelita Geannesa tentu berbeda.

Ia bahkan tak mengenali siapa ayahnya sekarang. Semenjak ibunya meninggal, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat.

Ayahnya sering menghamburkan uang untuk mabuk-mabukan. Pergi pagi dan pulang hingga larut malam. Membuat Lita ingin lari saja dari rumah, menumpang tidur dimana saja asalkan tidak berjumpa dengan ayahnya itu.

Seandainya saja Lita bisa ikut ibunya, ia mau-mau saja. Toh percuma juga hidup seperti tidak mempunyai kehidupan juga. Dia putus asa. Dia lelah. Sepi dan sunyi setiap hari tak pernah berganti ia rasakan menjadi rasa bahagia.

Pepatah mengatakan “hidup segan mati tak mau.” Tapi bagi Lita “hidup segan maka akupun harus mati.”

Lita menutup pintu rumah perlahan, agar tidak menganggu ayahnya yang kini tengah tertidur pulas usai muntah-muntah akibat terlalu banyak minum alkohol. Sekarang sudah jam sepuluh malam, jam yang tidak biasa sebagai jadwal ayahnya pulang. Meski membenci ayahnya, diam-diam Lita bersyukur ayahnya pulang lebih awal.

Tapi tetap saja ia harus keluar malam ini. Ia butuh waktu untuk sendiri.

Lita terus melangkah, tak mempedulikan beberapa makhluk yang juga mengikutinya. Sudah biasa. Mereka hanya memandangi Lita. Kadang juga menyapa. Lita hanya membalas dengan senyum segaris namun wajahnya tetap datar sambil menundukkan kepala.

“Kakak mau kemana?”

Makhluk halus berperawakan anak kecil itu menyapa Lita. Dia adalah salah satu makhluk yang dekat dengan Lita. Setiap malam jika Lita keluar, maka makhluk kecil itu selalu mengikuti. Alasannya, karena ingin melindungi Lita dari beberapa orang iseng yang sering menganggui orang lewat disekitaran jalan ini.

“Mau ke minimarket,” jawab Lita seadanya.

“Lagi?”

Lita mengangguk. “Tak ada tempat yang bisa gue tuju selain tempat itu.”

“Kakak mau makan pop mie lagi?”

Lita berdehem mengiyakan. “Gue gak punya duit buat beli makanan mahal yang penuh gizi kecuali pop mie.”

Jika kelaparan pada malam hari, Lita hanya pergi ke minimarket membeli pop mie dan memakannya disana. Ia hanya makan nasi saat pagi saja, itupun ia makan ke sekolah.

Jangan mengatakan Lita pelit. Ia hanya menghemat uang, atau lebih tepatnya tidak punya uang. Gadis itu melarat, perekonomian yang dialami keluarganya benar-benar memburuk. Ayahnya tidak bekerja, mengharuskan ia yang harus turun tangan sendiri untuk bekerja. Namun sayangnya itu masih niat. Ia belum menemukan pekerjaan apapun sampai sekarang.

Gadis itu memasuki minimarket yang ia tuju. Ia langsung menuju ke tempat pop mie, kemudian pergi menuju tempat kulkas untuk mengambil satu botol minuman dingin. Dia benar-benar kehausan sekarang.

Langkah kaki gadis itu terhenti saat seseorang baru memasuki minimarket. Ia menyipitkan mata, memastikan bahwa ia tak salah lihat akan seseorang itu. Sepertinya parasnya sama sekali tak asing bagi Lita.

Tentu saja tak asing.

Karena yang baru masuk itu adalah Darka Samudera.

Lita melengos, memandang tak suka. Lagi-lagi lelaki itu yang harus ia jumpai malam ini. Membuat mood nya semakin tidak bagus.

Untung saja Lita tidak terus melangkah ke depan menuju kulkas, kalau tidak Darka bisa menyadari bahwa Lita ada disini.

Lita semakin mundur ke belakang, merasa cemas kalau-kalau Darka melihatnya. Ia semakin mundur, terlebih Darka sekarang melangkah menuju kearah tempat cemilan.

‘Sial. Gue kapan makannya kalo dia disini terus?’ ucap Lita dalam hati, merasa geram karena cowok ini masih sibuk melihat-lihat cemilan yang ada tanpa berniat mengambilnya.

Benar-benar menyebalkan.

Hape Darka tiba-tiba berbunyi, membuat Darka tersentak kaget bahkan hampir mengumpat. Ia berdecak sambil merogoh kantong celananya. Matanya langsung membaca nama si pemanggil dan mengangkat teleponnya.

“Napa?” Darka terdiam sebentar, mendengarkan perkataan si penelepon dari ujung sana. Lita masih menyimak tak berniat beranjak.

“Iye, temenin aja di tempat biasa.” Ujar Darka. “Gue gak nginep. Balik aja gue entar,” Darka kemudian mengangguk lalu mematikan hapenya.

Gadis itu segera menegakkan diri ketika Darka mulai melangkah menuju kasir. Ia mengintip lagi, merasa ada yang aneh dengan pemuda itu. Aura nya tidak seperti biasa.

Baru pertama kali bertemu Lita tentu tahu bagaimana pemuda itu. Dia selalu sumringah, ceria, tersenyum, bahkan banyak bicara. Tapi malam ini, pemuda itu jelas berbeda.

“Dia siapa?”

Makhluk itu tiba-tiba berada di belakang Lita, membuat Lita melebarkan mata karena terkejut. Gadis itu memegangi dadanya, menatap tajam makhluk yang sudah membuat dia hampir serangan jantung itu.

“Kebiasaan ya buat gue jantungan, dasar hantu gila,” bisik Lita pada makhluk itu. Kali ini berbeda. Jika yang tadi berperawakan anak kecil, sekarang adalah berperawakan lebih dewasa daripada Lita.

Hantu itu hanya menyengir mendengar omelan Lita. Sejak Lita suka kemari, mereka menjadi akrab. Lita yang memang tidak berbicara agar orang-orang tidak menatapnya curiga pada hantu itu cukup membuatnya nyaman hanya mendengar ocehan hantu laki-laki itu. Ia bercerita banyak, membuat Lita tidak merasa kesunyian.

“Dia siapa sih? Kayaknya kamu liatin dia mulu dari tadi?”

Lita mengangkat bahu mengintip sekali lagi, memastikan apakah Darka sudah pergi atau belum. Ternyata, pemuda itu malah duduk diatas motornya. Posisi nya memunggungi minimarket, membuat Lita sedikit lebih leluasa dalam bergerak.

Gadis itu bernafas lega, tidak ketahuan keberadaannya oleh si pemuda tampan itu. Ia berjalan kearah kulkas, mengabaikan pertanyaan si hantu laki-laki itu.

“Kamu pasti tahu dia kenapa kan?”

Lita menggeleng, dia benar-benar tidak tahu. Dia beberapa kali bersentuhan dengan pemuda itu tidak bisa membaca apa yang dialami Darka. Yang ada dia justru merasa aneh pada tubuhnya, lalu kemudian dia pingsan.

Hantu laki-laki itu menatap Lita tak percaya. ”Ah, masa? Kayaknya kamu kenal deh sama dia, atau baru kenal? Ganteng ih masa kamu gak naksir.”

“Diem nggak,” kata Lita setengah berbisik pada hantu itu, sambil melotot berharap hantu laki-laki itu tidak memancing emosi Lita saat ini.

Hantu laki-laki itu mengatupkan bibir, mengangkat jempolnya menyetujui perintah Lita. Sementara itu, Lita berjalan menuju kasir membayar apa yang dibelinya.

Usai menyeduh pop mie nya, ia duduk di pojok dekat kaca minimarket. Memperbaiki tudung jaketnya lalu menunduk memakan pop mie nya dengan tenang.

“Dia kelihatan sedih banget ya,” celetuk hantu itu tiba-tiba sembari memasang wajahnya suram. “Percuma anak orang kaya kalo hidupnya penuh kesedihan. Aku jadi kasihan sama dia.”

Lita tidak terkejut kalau hantu itu tiba-tiba berkomentar soal Darka. Ia mempunyai kemampuan seperti Lita, bedanya Lita harus menyentuh manusia itu dulu baru bisa membacanya tapi hantu ini mampu hanya dengan melihat tahu segalanya.

“Dia pergi dari rumah untuk nenangin diri. Habis pergi dia malah buta arah. Gatau kemana selain lari ketemen nya. Untung dia gak berbuat maksiat, masih inget dosa. Kalo enggak, berabe urusannya.”

Lita hanya menyimak perkataan si hantu laki-laki itu tentang Darka. Perlahan Lita mengangkat kepala, menoleh kesamping untuk memperhatikan Darka. Lita tidak tahu apa yang dilakukan pemuda itu. Dia hanya menunduk sambil sesekali mengacak rambutnya kasar.

“Sekarang dia lagi nangis. Kebayang lagi sama pertengkaran kedua orangtuanya di rumah.”

Lita masih menatap punggung lebar itu dengan tatapan datarnya. Ia mengerjap-ngerjap kecil, tak menyangka bahwa pemuda yang baru dikenalnya itu mempunyai kesan yang berbeda.

Lita menoleh ke depan hantu itu, “Kamu serius?” tanya Lita pelan. Hantu itu mengangguk.

“Iya, Jelita. Dia rapuh. Rapuh banget.”

Lita terdiam. Kembali menoleh lagi kearah pemuda itu. Sekarang pemuda itu tengah mengangkat kepalanya, mengusap matanya kasar.

Pada hari itu, hati Lita sedikit mencelos. Ternyata, ada orang yang sama seperti dia.

Terpopuler

Comments

Park Kyung Na

Park Kyung Na

suka banget cerita horor tapi gk terlalu serem 😊

2023-05-18

0

Sagara Almeer

Sagara Almeer

ternyata hantu juga tau pop me

2021-12-28

0

Wahyu Maulana

Wahyu Maulana

lita

2021-08-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!