Aku keberatan jika harus mendapatkan hukuman, namun jika hukuman itu berupa dirimu, aku rela
---
Sebenarnya Darka bukan jenis orang yang mudah penasaran, tapi baru kali ini ia benar-benar ingin tahu sesuatu. Gadis yang ia tabrak sewaktu di kantin. Entahlah, dia merasa aneh dan heran. Gadis itu terlihat pucat saat menatapnya, matanya hitam seolah tak ada kehidupan, dan jaket merahnya.
Jaket merah itu. Darka merasa ada yang spesial dengan jaket merah itu.
Gadis itu selalu masuk dalam pikirannya, seolah sengaja menghantui agar Darka menyelesaikannya. Agar Darka mengenalnya. Sampai keesokan harinya, Darka sibuk mencari sosok berjaket merah di sekolahnya, namun tak kunjung ia temui.
"Weh, gue mau nanya," kata Darka sambil menyikut Anwar yang sibuk memakan rotinya. Mereka berempat berada di kantin, dan sebanyak apapun Darka mengedarkan pandangannya, gadis itu tak tampak juga.
"Nanya aja sih," balas Anwar dengan mulut yang penuh roti.
"Kak Darkaaa!" seruan seseorang membuat Darka urung bicara. Ia menoleh, mendapati adik kelasnya memanggil sambil menggeliat kesenangan.
"Hai, Darovers," sapa Darka dengan senyum lebar hingga deretan giginya terlihat. Sudah resiko orang tampan, digilai seperti ini.
"AAAA! Gila gue disenyumin!" serunya riang, kemudian berlari kecil sambil membawa buku dan diikuti oleh teman-temannya. "Kak, minta TTD-nya dong!"
"Oh, boleh-boleh," balas Darka senang hati.
Tiga temannya mulai berdecak, tak suka melihat Darka yang kini narsis level dewa. Sebagian besar penduduk kantin mulai terpusat pada Darka, selalu seperti ini. Siapa yang tidak mengenal Darka? Laki-laki tampan yang telah memiliki follower Instagram sampai satu juta.
Darka belum merealisasikan cita-citanya, tapi fansnya sudah bejibun. Betapa banyak orang yang iri padanya. Salahkan saja gen Ayah dan Ibunya yang membuat makhluk setampan Darka lahir.
"Kakak tuh ya, udah ganteng, kalem, lucu, baik hati, manis lagi! Jadinya, akutu gemes pengen nyubit!" seru salah satu adik kelasnya saat setelah Darka tanda tangani bukunya.
Darka tertawa geli. Ia melihat wajahnya, manis juga. "Nama kamu siapa?"
"AA! Namaku Nina, Kak. N-i-n-a. Jangan lupain, pliis-"
"Kakak, aku mau dong!"
"Heh, gue dulu elah! Kak plis, notice me!"
"Sakit dong!"
"Woi, awas!"
"Kak Darkaaa!"
"Air panas-panas! Air panas-panas, minggir-minggir!" suara melengking yang familiar itu membelah kerumunan yang membuat Darka dan teman-temannya itu sesak.
Tia muncul dengan senyum lebar. Bibirnya amat merah seolah telah memakan bayi. Darka ikut melebarkan senyum, ia berdiri dan membuka tangannya lebar-lebar.
Maksud lelaki itu adalah memeluk Tia, namun rupanya Tia tak membalasnya. Justru merubah wajah menjadi dingin dan menampar Darka pelan.
Darka tersentak, matanya melebar. "Tia, maksud kamu apa?"
Tiga temannya pun ikut terkejut. Setahu mereka, Darka sama sekali tak menduakan atau lebih Tia. Sejauh ini hubungan mereka masih asri.
"Jangan bikin aku cemburu, dong. Kamu nanya nama salah satu dari mereka," kata Tia kecewa, sambil menunjuk kerumunan adik kelas yang kini hanya bisa diam sebab tahu kini Darka dekat dengan Tia.
Mereka tak ingin Darka sakit hati, tapi juga tak rela jika Darka punya gebetan seperti Tia. Gadis itu seperti penyihir. Lihat wajahnya, benar-benar sinis saat melihat mereka.
Tapi, mereka, yang menyukai Darka tapi tak bisa memiliki, hanya bisa diam, berdoa yang terbaik untuk hidup Darka.
"Asli, kamu cemburu? Emang kamu siapa? Pacar aku?" Darka bertanya polos.
Mata Anwar, Sandi dan Putra membelalak. Mereka saling pandang dengan pikiran yang sama. Padahal baru tiga hari yang lalu Darka mengaku ia mencintai Tia dan menggilai gadis itu sampai diajak jalan-jalan romantis.
Tapi kini? Bahkan setelah berteman hampir dua tahun, Anwar, Sandi dan Putra masih tak mampu menebak arah pikiran Darka.
Muka Tia merah padam, malu sekaligus marah. Ia kecewa, ingin berkata-kata tapi ia punya harga diri, ia tak mau mengemis cinta. Seharusnya ia tak bodoh, dirinya adalah salah satu dari korban Darka.
Darka selalu mempermainkan wanita. Itu adalah fakta yang telah menyebar, namun Tia salah karena mengabaikannya begitu saja. Kini dirinya mengerti.
Oleh karena itu, Tia akhirnya pergi dengan langkah marah, sementara fans Darka menerbitkan senyum lebar, tak salah jika mereka menjadi fans Darka.
Lelaki itu penuh kejutan.

"Karma lo, Dadar, mampoos," ejek Sandi sambil menggendong tasnya, hendak pulang. Anwar dan Putra melakukan gerakan yang sama.
"Subroto dilawan," tambah Anwar semakin meningkatkan kadar kekesalan Darka.
"Udahlah, mending lo beresin itu tugas, terus kumpulin di mejanya, terus pulang, terus susul kita-kita di rumah Sandi," kata Putra menyimpulkan.
"Lo ikut?" tanya Darka sedih.
Putra mengangguk. Darka seketika menghela napas panjang, frustasi sendiri. "Ye, anjir, terus yang bantuin gue siapa?"
"Apakah lo punya otak?" tanya Anwar dengan nada meremehkan.
Darka berdecak. "Ya ada dong, geblek!"
"Ya pake, dong, geblek!" balas Anwar telak, membungkam mulut Darka sepenuhnya.
"Nah, udah, semangat, Dar," kata Sandi menyemangati sebelum akhirnya melangkah lebih dulu.
Anwar menyusul, menepuk pundak Darka dengan wajah serius. "Berjuang, bro, ayo!"
Darka mendengus, kemudian Anwar berlalu. Kini menyisakan Putra yang hendak menyentuh pundaknya.
"Udah sana lo temen solid, nggak usah sok peduli." Darka buru-buru bersuara sebelum akhirnya Putra menghela napas pendek.
"Ya udah. Bye."
Darka ditinggal begitu saja. Sendirian. Teman kelasnya yang lain sudah pulang. Tentu, siapa yang tidak kenal kelas IPS 5 yang hobi pulang ini.
"Si anjir, beneran ditinggal," umpat Darka tak percaya. Hari ini benar-benar mengejutkan.
Pak Subroto tiba-tiba memberi soal-soal yang harus ia kerjakan untuk mengganti dirinya yang tak mengikuti pelajaran kemarin. Mau tak mau, Darka menurut. Setidaknya, ia tak mau orang tuanya kecewa.
Sebisa mungkin ia mengerjakan soal-soal Bahasa Inggris itu, dengan bantuan buku catatan Putra serta ponsel dan kamus tebal milik Anwar yang sempat mereka berikan untuk membantu Darka.
Dari kecil, Darka sudah ditakdirkan untuk memiliki kapasitas otak yang pas-pasan. Semua nilai ujiannya hampir pas KKM dan sebenarnya Darka tak begitu yakin dirinya hebat dalam Bahasa Inggris.
Namun Darka membulatkan tekad. Demi bisa main dan pulang cepat, Darka berhasil mengisi semua soalnya dalam waktu satu jam setengah. Ia yakin jawabannya lumayan bagus, maka dari itu ia segera menyimpannya di atas meja Pak Subroto tanpa mengecek dua kali jawabannya.
Sekolah sudah sepi sepenuhnya ketika Darka melewati koridor, lapangan lalu sampai di deretan loker untuk menyimpan buku Putra dan kamus Bahasa Inggris Anwar ke dalam lokernya. Tak mungkin ia membawanya di tas karena itu berat dan tak mungkin juga ia meninggalkannya di kelas kecuali jika ingin kehilangan.
Di sekolahnya, ada peraturan yang tak memperbolehkan ada yang meninggalkan barang di meja, demi kedamaian semua orang. Seorang guru akan mengambilnya dan disumbangkan.
Ketika sampai di lokernya, Darka membuka kuncinya dan memasukkan dua benda dari tangannya. Gema suaranya terdengar jelas, sebab semua orang telah pulang dan hari mulai memasuki malam. Langit telah gelap dan udara terasa dingin.
Sebelum benar-benar menutup lokernya, Darka menatap paper bag hitam yang selalu berada di sana. Setelah memastikan benar-benar tak ada orang, Darka mengambilnya hingga tanpa sengaja membuat surat-surat berhamburan bersamaan paper bag itu keluar.
Ah, surat dari penggemarnya.
Darka memungutnya agak dongkol, asal-asalan. Kemudian ia mengambil sebuah jaket dalam paper bagnya dan begitu ia pakai, senyumnya otomatis tercipta lebar.
"Hello Kitty favoritku, akhirnya aku pakai," gumamnya senang, kemudian tertawa saat memasukkan kembali paper bagnya dan mengunci lokernya.
Darka punya kesukaannya sendiri. Kesukaannya itu berwujud segala benda bergambar Hello Kitty dan berwarna pink. Sebenarnya ini bisa saja jadi aib, maka dari itu Darka sangat sensitif saat mengenakan jaket ini. Yang selama ini ia simpan untuk dilihat membuatnya senang dan dipakai pada kondisi memungkinkan.
Akhirnya, hari ini kesampaian juga.
Darka berbalik, kemudian matanya membulat sempurna saat melihat seseorang tengah berjalan melewatinya. Sepertinya orang itu telah melihatnya sejak memakai jaket pink ini.
Yang membuatnya lebih panik dan frustasi adalah orang yang memergokinya dalam keadaan memalukan ini rupanya si Jaket Merah.
Tanpa berpikir panjang, Darka mengejar langkahnya dan meraih pergelangan tangannya begitu tiba-tiba. Membuat pemiliknya menoleh dengan wajah heran dan terganggu.
"Kita perlu buat kesepakatan," kata Darka langsung pada intinya.
"Lepasin!" untuk kali pertama, Darka mendengar suaranya. Entah kenapa, ia merasa bingung. Namun, Darka tak menurut. Ia tetap menggenggam tangan kecilnya dengan tatapan terarah pada mata hitam itu.
Gadis berjaket merah itu berdecak, ia meringis tak jelas, memejamkan matanya seperti kesakitan, kemudian secara tiba-tiba ia menjatuhkan diri.
Darka segera menahan tubuhnya, panik menguasai tubuhnya. Ia mencuil-cuil pipi gadis tersebut pelan. "Heh, bangun napa. Ngapain pingsan. Apa gue terlalu ganteng di mata lo?"
Darka tertawa narsis. Namun, wajahnya berganti khawatir dengan cepat saat merasa gadis ini tak kunjung bangun.
"Buset, dapet sial dua kali," decak Darka sebelum akhirnya menggendong gadis itu dan membawanya menuju parkiran.
Mereka berdua akhirnya masuk dalam mobil yang satu-satunya terparkir di sana. Kemudian mobil tersebut melaju, menuju rumah Darka setelah cowok itu menimang-nimang dengan berat.

Catatan penulis:
Balik lagi, nih
Adakah yang menunggu?:3
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Park Kyung Na
👍👍👍
2023-05-17
0
Nurii Bahcri
aku kasih autor👍
2022-01-09
0
Isminah
mampir...masih penasaran
2021-12-27
0