Bel perkuliahan berdentang nyaring, menandai berakhirnya sesi mata kuliah hari itu. Maureen, dengan langkah tenang dan tas kuliah bermerek yang tersampir di bahu, berjalan berdampingan dengan sahabat karibnya, Chika, yang tampak lebih riang dan santai. Keduanya bergerak menyusuri koridor kampus yang mulai lengang.
''Maureen, makan dulu yuk! Aku sudah lapar sekali,'' ajak Chika, mengelus perutnya dengan ekspresi memelas.
Maureen menoleh, menaikkan alisnya yang terawat. ''Makan, sih, boleh saja, Ka. Tapi ingat ya, harus yang sehat. Aku sedang diet ketat nih, persiapan liburan.''
Chika tertawa renyah, gelak tawanya membuat beberapa mahasiswa di dekat mereka menoleh. ''Iya, iya, Ratu Hidup Sehatku! Kita makan... KFC yuk! Ada menu baru yang katanya lebih ringan lho!'' seru Chika penuh semangat, mengabaikan protes kecil dalam hati Maureen tentang 'sehat' dan 'KFC'.
Maureen hanya bisa menggelengkan kepala, namun senyum geli tak bisa ia sembunyikan. Mereka pun melanjutkan perjalanan, langkah mereka diiringi tawa renyah yang seperti tawa polos anak kecil, melupakan sejenak beban tugas kuliah. Tangan mereka saling berpegangan ringan saat menuruni tangga-tangga marmer kampus yang megah, dari lantai atas hingga ke lantai dasar, menuju area parkir yang dipenuhi deretan mobil mewah dan motor sport.
Di tengah kesibukan itu, saat pandangan Chika teralihkan oleh obrolan lucu Maureen, tiba-tiba, Brukkk!
Chika menabrak bahu seseorang dengan cukup keras hingga buku-buku yang dibawa orang itu terjatuh berserakan di lantai. Jantung Chika langsung mencelos. Ia mendongak, dan wajahnya pucat pasi menyadari siapa yang baru saja ia tabrak. Rakha, pria dengan aura angkuh yang dikenal sebagai 'Pangeran Kedua' di kampus mereka sahabat karib dari Rayen, si 'Pangeran Pertama'.
Rakha menatapnya tajam, matanya menyala penuh amarah. Wajahnya yang tampan kini terdistorsi oleh kekesalan.
''Ma... ma..af kak, aku ga se...nga..ja,'' kata Chika terbata-bata, suaranya tercekat di tenggorokan. Ia segera membungkuk untuk membantu mengumpulkan buku-buku yang berserakan, tangannya gemetar.
Rakha sama sekali tidak berniat mengampuni. Ia meraih kerah kemeja Chika dengan kasar, menariknya berdiri. Emosinya memuncak. Tangannya terangkat, seolah siap melayangkan tamparan keras ke wajah Chika yang sudah mulai ketakutan. Walaupun ganas Chika juga hanyalah seorang gadis penakut.
Namun, sebelum tamparan itu mendarat, sebuah tangan lain yang dingin dan tegas mencengkeram pergelangan tangan Rakha dengan kuat.
''Heh, Cupu! Jangan pegang-pegang saya! Jijik tahu!'' celoteh Rakha sinis, matanya kini beralih ke Maureen yang memasang ekspresi datar namun dingin. Ia berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Maureen, tapi cengkeraman itu terlalu kuat.
Maureen tersenyum miring, senyum yang sama sekali tidak ramah. Matanya memancarkan kemarahan yang tertahan. ''Oh, ya? Hei, kamu Pangeran Kedua, sombong sekali! Jika bukan karena kamu mau menampar sahabatku, aku juga ogah pegang-pegang kamu. Najis, cih!'' seru Maureen, nadanya menusuk dan penuh penghinaan, meniru gaya bicara Rakha.
Kejadian yang mirip terjadi pagi ini di koridor, terulang kembali di area parkir. Sontak, keributan kecil itu menarik perhatian puluhan mahasiswa yang hendak pulang. Mereka berkerumun, membentuk lingkaran tontonan yang riuh.
''Lihat nih, ada acara seru! Tontonan gratis!'' seru seseorang.
''Gila, gokil banget! Cewek cupu itu berani banget melawan Pangeran Kedua! Mereka sudah bosan hidup kali, ya?'' sahut yang lain, disusul tawa sumbang dari kerumunan.
Tiba-tiba, kerumunan penonton terbelah. Seorang pria dengan ketampanan yang tak kalah memukau dari Rakha, berjalan buru-buru mendekat. Dia adalah Rayen, sahabat Rakha, si 'Pangeran Pertama'.
''Hei, Rak! Kenapa kamu marah-marah di sini? Ada apa? Lihat, kita jadi tontonan sekarang!'' tegur Rayen dengan suara yang lebih tenang namun tegas, pandangannya menyapu kerumunan yang makin ramai.
Rakha menarik tangannya yang akhirnya dilepaskan Maureen, mengusap pergelangannya dengan kesal. ''Halo, Ray! Dua cewek ini kurang ajar banget! Sudah nabrak aku, malah mau pergi tanpa ganti rugi! Buku-bukuku jatuh semua!'' Rakha membalas, tidak mau dianggap bersalah.
Chika, yang sejak tadi berdiri di belakang Maureen, menunduk. Dia tidak selalu seperti ini, Chika bisa melindungi orang lain namun saat berdebat tentang dirinya sendiri dia tidak pernah bisa melawan atau berargumen dengan orang lain. Rasa bersalah dan takut membelenggunya. Maureen menyadari kegelisahan sahabatnya. Ada banyak hal yang tersembunyi dalam senyum ramah Chika.
Maureen maju selangkah, menantang Rakha dengan tatapan lurus.
''Oh, jadi Kakak Pangeran cuma mau ganti rugi?'' celetuk Maureen dengan nada sinis, seolah-olah ganti rugi adalah hal sepele.
Ia memajukan dagu. ''Okay. Berapa? Sebutkan nominalnya,'' lanjut Maureen, suaranya mantap dan dingin, membuat keheningan sesaat melingkupi kerumunan.
Semua orang di sana terkejut setengah mati. Beberapa mulai berteriak heboh, ada yang tertawa karena menganggap Maureen gila, dan ada pula yang menahan napas penasaran. Rakha, yang merasa tantangannya diterima, tersenyum jahil dan sinis. Ia ingin memberi pelajaran pada si 'cupu' berani ini.
''Sepuluh juta. Kamu mampu?'' kata Rakha, menyebut nominal yang tidak kecil untuk ukuran uang jajan mahasiswa, yakin Maureen akan langsung pucat dan memohon maaf.
Maureen tersenyum, kali ini senyumnya penuh kemenangan. ''Cuma sepuluh juta?'' sahutnya meremehkan, membuat Rakha dan Rayen —yang memang berdiri di sana saling pandang, sama-sama bingung dan terkejut.
Tanpa basa-basi lagi, Maureen merogoh tas tangan kulitnya yang mahal. Ia mengeluarkan dompet, dan dari dalamnya, ia menarik selembar cek bank pribadi. Ia meletakkannya di atas buku yang berhasil ia kumpulkan, mengambil pulpen, dan dengan gerakan cepat yang meyakinkan, menulis nominal 100.000.000,00 di kolom jumlah.
Ia melipat cek itu, lalu melemparnya ringan ke arah Rakha seolah itu hanya selembar kertas sampah. Cek itu mendarat tepat di kaki Rakha.
''Itu untuk ganti rugi bukumu yang... 'tidak ternilai harganya', dan juga untuk ganti rugi waktu saya yang terbuang sia-sia karena meladeni pertengkaran bodoh ini. Jangan pernah lagi mengganggu sahabat saya,'' kata Maureen dengan tatapan tajam yang membuat Rakha terdiam, terkejut dan sedikit malu. Rayen hanya bisa mematung, menatap Maureen dengan tak percaya.
Chika menghampiri Maureen. Matanya berkaca-kaca, bukan karena takut, tapi karena terharu dan merasa bersalah. ''Maureen, maaf ya gara-gara aku kamu harus mengorbankan uang sebanyak itu,'' bisik Chika penuh penyesalan.
Maureen menoleh, menepuk bahu Chika lembut. ''Chika, apaan sih kamu. Lagian kita itu harus tolong menolong sesuai janji kita, kan? Seratus juta itu tidak seberapa dibanding kamu harus dipermalukan dan ditampar di depan umum. Kalau kamu mau minta maaf, mending traktir aku makan yang enak!'' kata Maureen, tertawa puas melihat Rakha yang masih terpaku memandangi cek di kakinya.
''Oke deh kalau begitu! Traktiran sepuasnya!'' balas Chika, lega dan kembali ceria.
Mereka pun berbalik, meninggalkan kerumunan yang kini ramai dengan bisik-bisik dan decak kagum. Rakha, yang baru tersadar, mendongak, namun dua gadis itu sudah melangkah menjauh, menuju mobil mereka.
Setelah berpamitan singkat, mereka masuk ke mobil masing-masing, siap meninggalkan kampus. Maureen mengendarai mobil mewahnya, diikuti oleh Chika dari belakang.
Di tengah perjalanan yang baru sebentar, tiba-tiba mobil Maureen melambat, mesinnya mulai tersendat-sendat, dan akhirnya benar-benar mati di pinggir jalan yang cukup ramai.
''Oh, sial! Kenapa sih ini?!'' Maureen menggerutu kesal, memukul setir, lalu turun dari mobil untuk melihat mesinnya.
Chika, yang melihat mobil Maureen berhenti mendadak, segera menghentikan mobilnya tepat di belakang sedan Maureen. Ia bergegas keluar.
''OMG, Maureen! Mobil pasangan kita kenapa nih?'' tanya Chika cemas, menghampiri sahabatnya yang sedang berkacak pinggang di depan kap mobil.
''Ini dia mogok, Ka. Sepertinya parah,'' kata Maureen, menghela napas panjang.
''Ya sudah, naik mobil aku saja ya! Biar aku antar pulang!'' tawar Chika tanpa ragu.
Maureen mengangguk setuju. Sebelum masuk mobil Chika, ia segera mengeluarkan ponselnya. Ia menelpon sopir di rumah, menjelaskan lokasi mobilnya yang mogok dan memintanya segera datang untuk mengurus derek dan perbaikan. Ia juga berpesan bahwa ia akan pulang bersama Chika.
Setelah urusan mobil beres, Maureen masuk ke mobil Chika.
''Emang kenapa tuh sampai mogok? Mobil semewah ini masa enggak pernah kamu servis?'' tanya Chika, menyalakan mesin dan kembali melajukan mobilnya.
Maureen menyandarkan kepala, memejamkan mata sejenak. ''Jujur, aku lupa total, Ka. Ayah lagi dinas di luar negeri, dan aku terlalu sibuk belajar akhir-akhir ini benar-benar fokus di kamar. Saking sibuknya sampai aku lupa kalau jadwal servis mobilku sudah lewat jauh. Aku bahkan hampir lupa makan beberapa kali!''
Chika menggeleng-gelengkan kepala, prihatin sekaligus kagum. ''Astaga, Maureen. Belajar boleh, tapi kesehatan dan mobil juga harus diperhatikan dong! Kamu itu memang gila kalau sudah fokus pada sesuatu!''
Maureen tersenyum tipis. Obrolan mereka berlanjut, membahas kekacauan Rakha, uang sepuluh juta, dan rutinitas gila Maureen yang terlalu fokus belajar, hingga mereka tiba di depan rumah mewah Maureen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 248 Episodes
Comments
Kenyang
ha ha dasar laki laki idiot cuma ngndalin tmpang doang😱😡😡
2023-01-02
1
Alya Yuni
Laki lki ko jdi mata duitan
2021-10-18
0
Natalia Sherly
waaaahhhh cuma nabrak dikit kena 10jt😯😯
2021-08-13
0