Setelah kelas yang panjang itu usai, Chika melempar umpan dia menoleh ke arah Maureen yang masih sibuk membolak balikkan halaman, padahal jam pelajaran telah usai, "Maureen, sebelum tirai senja turun, mari kita berburu harta karun di etalase kota."
Maureen, yang tengah mempelajari buku bukunya menggeleng tanpa menatap wajah sahabatnya. "Tawaranmu ini sungguh menggiurkan, tapi malam ini aku harus kembali ke gua sunyiku, memeluk buku dan mengejar ilmu. Pertapaanku belum usai, Chika."
"Ah, kamu ini, perpustakaan berjalan! Kepalamu hanya mengenal tinta dan halaman," sungut Chika, nada kecewa terselubung. Namun dia diam-diam tersenyum, jika tidak menemukan sahabat seunik Maureen tentu saja dia masih kesepian sendirian.
Maureen menghela nafas, dia mengangkat kepalanya dan menatap Chika yang memperlihatkan giginya di depannya "Petualangan itu akan menanti, lain kali kita taklukkan pusat perbelanjaan itu." Maureen mulai mengemasi buku-buku yang berserakan kemudian memasukkannya kedalam tas.
"Ayo kita pulang, setidaknya kita perlu mengumpulkan beberapa camilan." ucap Maureen sambil menarik tangan Chika.
Dua kuda besi mewah, penakluk aspal ibu kota, membelah hiruk pikuk jalanan, walau takdir memisahkan arah mereka. Satu menuju gemerlap godaan, yang lain kembali pada kesunyian yang disukainya.
Di depan gerbang istana pribadinya, Maureen membunyikan isyarat rahasia. Seseorang yang setia bergegas membuka portal baja itu. Setelah memarkirkan 'kesayangan'nya, sang pemilik rahasia langsung menuju kamar persembunyiannya. Sebuah singgasana berbalut biru raja-raja menanti, diapit benteng buku yang menjulang, dan meja perenungan berlampu benderang. Ruangan itu layaknya bilik seorang ratu yang menyembunyikan mahkotanya.
Tasnya terlepas, jatuh di sofa, lalu tubuhnya tenggelam dalam kelembutan kasur. "Oh, perjuangan hari ini telah usai," bisiknya pada langit-langit kamar.
Setelah memulihkan energi yang hilang, ia bangkit menuju bilik air, melepaskan semua penyamaran yang melekat, termasuk dua lingkaran besar yang membingkai pandangannya. Air hangat dalam bak mandi berbisik, membuai dengan aroma terapi yang menenangkan jiwa. Selesai ritual penyucian, ia mengenakan jubah malamnya. Sebuah piringan penuh hidangan muncul, seperti sihir dari tangan pelayan setia, penanda waktu bagi sang ratu untuk mengisi kekuatannya.
Dengan tenang, ia menyantap hidangan itu. Usai, isyarat diberikan, dan piring kosong lenyap tanpa jejak. Kemudian, tangan Maureen meraih sebuah kunci menuju dunia bisnis. Hingga mata memberat dan kelopak menutup, buku itu tetap setia dalam dekapannya – kebiasaan unik seorang pencari ilmu.
Fajar menyingsing, dan Maureen, dengan balutan kain yang tak menarik perhatian, bersiap untuk pertempuran di kelas pagi. Penampilannya kontras dengan Chika, sang dewi fashion. Ia turun, disambut oleh Bi Minah, pelayan yang sudah melayaninya sejak dia masih kecil. Sarapan roti dan susu pun ia telan, energi instan untuk memulai hari. Dengan janji akan kembali, ia meluncur bersama tunggangannya.
Di gerbang kampus, benteng pendidikan, mobil Chika belum terlihat. Maureen mendesah pelan, mata tertuju pada penunjuk waktu di pergelangan tangannya. "Ke mana perginya sang peri malam? Waktu pertarungan sebentar lagi dimulai." Tak lama, mobil Chika memasuki halaman, menarik pandangan.
Maureen langsung menyergap, "Hei, Nyonya Malam! Apakah kau niat berperang hari ini? Ini sudah hampir waktu!"
"Oh, no, maafkan aku, Sayang," Chika merajuk, menggandeng lengan Maureen, isyarat persatuan tak terpisahkan. Mereka berjalan bersama, menuju ke kelas yang sudah siap menggempur otak mereka.
Gadis-gadis lain, dan para pria pemburu perhatian, langsung memuja Chika. "Hai, primadona! Pagi ini kau secantik bunga yang baru tersentuh embun, harumnya memabukkan," rayu seorang pria genit.
"Bagaimana yang di sampingnya?" tanya yang lain. "Dia juga bunga!" jawab rekannya. "Bunga apa?" "Bunga bangkai... Hahahaha!" Tawa mereka meledak, menusuk.
Tiba-tiba, suara lain datang, penuh bisa. "Hai, primadona, kenapa harus bergaul dengan bayangan? Lebih baik berjalan denganku."
Napas Maureen terhenti. Ia menarik Chika, mencoba meredam gejolak. Namun, Chika mematung, pandangannya setajam pedang. "Jaga lidahmu, Tuan Sombong! Beraninya kau menyebut sahabatku sebagai bayangan! Pergi, sebelum ujung senjata di kakiku menembus kesombongan di kepalamu!" Suara Chika bergetar karena amarah. Kekacauan menarik perhatian, mata-mata berdatangan. Maureen panik, segera menarik Chika menjauh, menuju ruang kelas, tempat di mana topeng harus kembali dikenakan.
Sekuat tenaga Maureen menarik tangan Chika, dia tidak ingin ada masalah di kampus di hari kedua mereka belajar.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 248 Episodes
Comments
Kenyang
dasar lki laki 😡😡GK bisa liat wanita
2023-01-02
0
Lilisdayanti
ko ga masuk di akal masa matanya pada rabun kaliyah,, bawaannya aja mobil seport jam nya ber mereka,,ko di poyokin pembantu 🤔🤔🤔🤣🤣🤣🤣🤣
2022-09-28
0
Mucthey Axelle
lnjut thooorr
2022-05-07
0