***
"Neraka bocor kali ya?" keluh Raya.
"Jangan ngomong gitu ah. Kalau beneran bocor, yang ada kamu udah gosong sekarang!" protes Elina.
Jam pulang sekolah telah hampir melintas. Hanya tersisa detik-detik untuk memberi tugas bagi yang terjatah piket hari ini. Sedetik kemudian, benak Elina menjadi tidak tenang.
"Ray, boleh numpang anterin pulang gak? Sekali ini aja deh, please!" pinta Elina.
"Duh, gak bisa, El! Aku kan dijemput Mommy, ya kali boncengin kamu, yang ada diapelin polisi," tolak Raya.
"Dih, diapelin," cibir Elina. Raya meringis.
"Ketua kelas, silakan pimpin doa!" seru Bu Guru.
"Sikap sempurna, berdoa…mulai."
Siswa-siswi mulai berhamburan keluar dari kelas. Seperti segerombolan ayam yang dengan suka cita keluar kandang saat pintunya dibuka. Elina menghela napasnya. Dengan ragu, ia pun ikut menyusul teman-temannya yang sudah lebih dulu keluar kelas.
"Kok lama?" sapa seseorang. Seketika Elina menoleh.
"Kamu!" pekik Elina seraya menunjuk sosok yang duduk di kursi panjang depan kelasnya.
"Kok ada di sini? Belum pulang?" tanya Elina.
"Aku kan udah bilang pas di perpus tadi," ucap cowok itu.
Elina menepuk dahinya! Ternyata cowok ini benar-benar akan bertanggung jawab mengantar Elina sampai ke bengkel! Elina kira, cowok itu malah udah pulang duluan.
Flashback:
Elina yang sudah melepas alas kakinya itu bergegas mendahului Surya. Namun saat akan membuka pintu, tiba-tiba saja pintu telah terbuka. Menampilkan sesosok pangeran tampan dari negeri dongeng. Eh tunggu! Elina seperti mengenalnya. Seketika Elina teringat, ah iya cowok itu!
"Kamu…."
Elina menggantung ucapannya. Entah mengapa ia merasa gugup. Cowok itu tersenyum.
"Nanti kutunggu," ucap cowok itu seraya berlalu membawa setumpuk buku paket dari perpus. Elina mengulas senyumnya.
"Woy El! Ngapain lo senyum-senyum hah? Sinting?" seru Surya. Elina melirik tajam ke arah surya.
"Berisik!" pekik Elina lantas masuk ke dalam perpus meninggalkan Surya di luar.
Flashback end.
Cowok itu lantas menggandeng tangan Elina hingga sampai ke parkiran. Elina segera mengambil helm-nya, yang terkait di jok motor cowok itu. Rasa risih menghampiri Elina. Tatapan orang-orang kini seakan terpusat hanya kepadanya. Seperti tidak ada objek yang lebih menarik dibandingkan dengan Elina. Cowok itu menaiki motornya.
"Naik!" ucap cowok itu.
"Hah?" Uh okey, sepertinya Elina kurang fokus akibat rasa risih yang dialaminya.
"Mau pulang gak sih?" keluh cowok itu.
"Mau," sahut Elina.
"Yaudah naik!" cetus cowok itu.
Cowok itu segera mengendarai sepeda motornya setelah Elina. Meninggalkan parkiran sekolah. Melakukan perjalanan menuju bengkel, tempat sepeda motor Elina dirawat. Namun rupanya, perjalanan seperti begitu jauh. Oh tidak. Mungkin Elina hanya merasa risih, karena setiap orang yang berada di sekitar jalur yang dilewati Elina, pasti terpaku. Apa Elina salah? Elina merasa begitu tidak nyaman.
"Emm…kayaknya aku turun sini saja deh," ucap Elina pelan.
Cowok itu tiba-tiba menepi dan mematikan mesin motornya. Jantung Elina berdebar nih jadinya.
"Kenapa?" tanya cowok itu dengan tatapan menyelidik. Elina menghirup napas dalam-dalam.
"Aku risih, kayaknya dari tadi kita dilihatin terus deh," cetus Elina.
"Ya biarinlah, mata juga mata mereka, kenapa harus kita yang sewot."
Sumpah! Rasa-rasanya Elina ingin menyeburkan cowok anjir itu ke danau yang banyak buayanya. Tahan, El, sabar!
"Nyebelin ih!" pekik Elina.
Cowok itu hanya tertawa lantas menghidupkan mesin motornya kembali. Motor melaju membelah jalan. Tak harus menunggu lama, mereka akhirnya sampai di bengkel. Cowok itu mematikan mesin motornya dan menyuruh Elina untuk turun dari motor. Elina lantas menghampiri tukang bengkel yang tengah asyik memperbaiki motor lain.
"Pak, motor saya yang tadi pagi rantainya putus udah dibenerin belum ya?" tanya Elina.
"Udah, Neng. Itu di sana," ucap tukang bengkel itu seraya menunjuk motor Elina yang terparkir di dalam bengkel.
"Ah makasih, Pak! Totalnya berapa ya?" tanya Elina.
"Karena Eneng pelanggan pertama, saya kasih diskon deh. Delapan puluh lima ribu aja, Neng. Itu udah sama biaya ganti rantainya," ucap tukang bengkel itu.
Elina mengambil dompet di dalam tasnya. Ia lantas membuka dompetnya.
"Aduh, kurang lagi duitnya!" gumam Elina. Wajahnya berubah pucat.
Karena melihat gelagat Elina yang aneh. Cowok itu lantas menghampiri Elina. Tanpa sengaja, ia berhasil melirik isi dompet milik Elina. Cowok itu menarik senyum miringnya. Tangan cowok itu bergerak mengambil uang di sakunya lantas memberikan selembar uang kepada tukang bengkel itu.
"Ini saja, Pak, kembaliannya ambil saja," ucap cowok itu.
"Ah, terima kasih banyak, Mas!" seru si tukang bengkel.
"Dengan senang hati, Pak!" sahut cowok itu.
Tukang bengkel itu pun bergegas mengeluarkan motor Elina dari dalam bengkelnya. Sementara Elina kini memilih berhadapan dengan cowok itu. Saat Elina ingin berbicara, cowok itu malah lebih dahulu menyahutnya.
"Gak usah bilang makasih, tadi gak sengaja isi dompetmu kelirik."
Deg!
Aduh! Perut Elina terasa mulas. Elina memberanikan diri menatap mata cowok itu.
"Lain kali aku ganti ya," ucap Elina. Cowok itu terkekeh.
"Santuy," jawab cowok itu. Elina tersenyum malu.
"Ketimbang senyam-senyum gak guna gitu, mending ambil gih tuh motor terus pulang deh," ucap cowok itu.
Elina segera menghampiri motornya yang sekarang telah berada di tepi jalan raya itu. Saat sukses menaiki motornya, Elina terperanjat karena tiba-tiba cowok itu mengklaksonnya.
"Duluan ya!" pekik cowok itu.
"Makasih ya…."
Tidak ada jawaban dari cowok itu. Mungkin cowok itu sudah telanjur jauh. Elina bergegas menghidupkan motornya. Ia lantas melajukan motornya hingga membelah jalan yang lumayan ramai.
***
Elina menghela napas setelah sampai di rumah. Elina segera menekan bel rumahnya. Beberapa detik kemudian, terdengar suara langkah kaki seseorang. Selanjutnya, pintu itu terbuka.
"Eh Kak El, kukira siapa," ucap seorang cewek berseragam putih biru.
Cewek itu berambut sebahu dengan bandana menghiasi kepalanya.
"Sudah pulang? Tumben!" cetus Elina.
"Udah, tadi Okta pulangnya dianter Vigo, jadi aku gak minta jemput Kak El," ungkap Okta, adik Elina.
Elina melangkah masuk ke dalam rumah. Okta menutup pintu lantas berjalan mengekori Elina. Elina mendudukkan diri di sofa.
"Vigo itu pacar kamu ya? Kok Kak El sering denger kayaknya kamu deket banget sih sama dia…."
"Stttt, Kak El! Jangan keras-keras. Nanti kalau Mama tiba-tiba pulang gimana, terus denger, terus marahin aku. Kan aku belum boleh pacaran, Kak!" pekik Okta sewot.
"Lah! Kamu udah tahu dilarang pacaran masih aja nekat pacaran. Kubilangin Mama ah…."
"Jangan! Kak El diam aja ya! Sebagai penutup mulut, aku comblangin deh Kak El sama kakaknya Vigo. Gimana?" usul Okta.
Elina tertawa seraya membasuh wajah Okta dengan telapak tangannya. Membuat si pemilik muka merengutkan wajahnya.
"Dikiranya Kak El sejones itu apa!" pekik Elina.
"Tau ah, mau ganti baju dulu, takut ketularan bau asemnya Okta," ucap Elina seraya bergegas pergi meninggalkan Okta. Okta mendengus.
"Iya, lihat saja nanti!" gumam Okta, "pasti Kak El suka."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
A. Dini
Kaaaaaan, gemes banget kaaaan...
Aku sampe lupa mau komen apaan, wkwk. Intinya kamu terus semangat ya buat lanjut 💪🏻
2020-03-21
1
Nataya Dera
Next...
2019-11-03
1