4. Dia Gilang

i

Pagi sekali, aku sampai di sekolah pukul enam lebih seperempat. Waktu yang sangat awal bagi siswi yang selalu telat sepertiku.

Setelah meletakan tas dan buku-buku paket di atas meja. Aku bergegas menuju kantin sebelum banyak siswa yang nongkrong di sana.

Sampainya, aku langsung memesan nasi goreng dengan tambahan sambal serta segelas teh hangat. Memang, waktu itu aku belum sempat sarapan karena saking bahagianya bisa sampai lebih awal di sekolah.

Oya, saat itu aku sudah pindah sementara di kost khusus putri, tiga blok ke Utara dari Masjid Agung. Ya, sesuai isi pesan RT.

Sungguh, aku tidak menyangka, puluhan kost aku datangi bersama Ayah di hari Sabtu kemarin, tapi tidak ada yang cocok. Kebanyakan masih membolehkan tamu pria masuk, tak sedikit juga kost bebas. Sekali kami menemukan kost khusus putri, tempatnya jorok dan tidak keurus.

Dan ketika harapan mulai habis, karena sudah mengelilingi hampir se-Purwokerto dan mendekati waktu Maghrib. Ayah meminta untuk beristirahat dan shalat di Masjid Agung, di dekat SMAN Purwokerto.

Selepas shalat, entah bagaimana, kulihat Ayah sedang membaca selembar kertas di teras depan masjid, dan ternyata itu adalah surat dari RT.

“Kak, ini katanya ada kost khusus putri, dekat sini lagi. Kok, Kakak ga ngasih tahu dari awal?”

“Itu cuma surat iseng, Yah.”

“Surat iseng dibawa-bawa.” jawab beliau membuatku tak bisa berkata-kata.

Kakinya melangkah menuju gerbang masjid. Lalu kepalanya menengak-nengok seperti mencari sesuatu, dan kemudian kembali padaku. “Benar kok, ada papannya, Kak.”

“Ta-tapi, Yah?”

“Cek dulu, ya?” kata Ayah sembari menyerahkan surat itu padaku.

Memang, aku sangat tidak enak karena membuat beliau kelelahan hingga sebegitunya. Jadi aku menyerah, dan mengikuti kemauan Ayah.

Sampainya, tiada disangka, semua sesuai harapanku. Pemilik kost yang juga tinggal di tempat itu, khusus pria hanya boleh bertamu di teras—memang Ibu kost sudah janda, dan tentunya selain dekat dengan masjid, tempatnya juga tidak jauh dari sekolahku sekarang. Hanya butuh waktu sekitar tujuh sampai sepuluh menit dengan berjalan kaki untuk sampai SMA.

Aku mendapatkan kamar paling dalam, sirkulasi udaranya bagus, pencahayaan juga cukup, bahkan bisa dibilang sangat cerah karena ada dua jendela besar. Kasurnya pedek, tanpa kaki. Sesuai harapanku. Disediakan juga almari, meja dan kursi untuk tiap kamar.

Di sana ada dua kamar mandi yang bersih. Ada juga tempat menyuci yang pengairannya berasal dari sumur dengan atap dari genteng kaca, jadi selalu terang. Selain digunakan untuk menyuci, tempat itu juga bisa untuk menjemur pakaian. Jadi tidak perlu takut kena hujan dan sebagainya.

Semua aman.

Pokoknya persis seperti rumah pada umumnya. Jadi bisa dibilang, secara tidak langsung aku menjadi anak asuh ibu kost untuk sementara waktu dengan memberikan biaya penginapan yang juga terjangkau.

Beberapa waktu kemudian, ketika aku selesai makan, Gyan muncul dan duduk di depanku. “Tumben berangkat gasik? Gasik banget malah.”

“He he he.”

“Dapat tebengan apa?”

“Engga!” seruku agak malu-malu. Aku juga tidak mengerti kenapa waktu itu aku bertingkah begitu. “Aku sekarang ngekost.”

“Oh gitu. Di mana?”

“Dekat Masjid Agung.”

Gyan gangguk. Memalingkan wajah sesaat. “Bu, nasi goreng satu.” Kembali memandangku. “Kenapa ga dari dulu?”

“He he he.”

“Pasti ga ada yang cocok?”

“Ya ga gitu juga sih,”

“Terus, sekarang udah nemu yang pas?”

Mengangguk semangat.

“Kapan-kapan aku boleh main?”

“Nanti juga boleh.”

Gyan tertawa mendengarnya. Aku yakin, saat itu tawanya memang senang karena aku membolehkannya mampir.

“Eh, ngomong-ngomong yang duduk di sampingku siapa sih namanya?”

“Loh, kok, malah nanya aku? Kan kamu yang duduk bareng.”

“Yah....” ujarku sembari menggaruk-garuk kepala dengan senyum malu-malu.

Gyan menghembus napas. “Namanya Gilang.”

“Oh,”

Itulah harinya, hari aku tahu namanya.

Kata Gyan, dia itu siswa yang salah masuk pas habis pembagian kelas. Bukannya masuk ke kelas X-11, dia justru masuk ke kelas XI-10.

Oh, ya, ya. Aku tidak ingat kejadian itu. Waktu dia masuk, mungkin aku sedang sibuk oret-oretan. Juga, aku tidak tertarik dengan perkenalan. Tapi, akhirnya aku tahu namanya.

Aku jadi makin yakin, kalau Gilang cuma siswa malas yang tidak bisa memerhatikan. Meskipun aku percaya, dia tidak seperti yang kuduga.

Lagi pun kalau benar begitu, aku tidak peduli. Aku tidak mau ikut campur dengan masalah pribadi orang lain. Kalau dia malas dan akhirnya tidak naik kelas, ya itu urusan dia. Tapi sebenarnya, aku memang sedikit khawatir.

Dan, aku harus menjauh darinya. Jangan sampai dia membuatku terbawa penyakit malasnya itu. Aku tidak ingin membuang-buang waktu berhargaku untuk lebih mengenal siswa malas sepertinya.

Pokoknya, mulai saat itu juga, aku berniat tidak akan lagi melirik ke arahnya. Dan tidak terlalu menggubris kiriman surat darinya, jika itu adalah bagian dari usahanya untuk mendekatiku. Meskipun semua suratnya. Ralat. Kedua suratnya itu berguna untukku.

Tapi aku harus menjauh. Bukan aku jahat, tapi karena aku tahu itu harus.

Kalau dia mau jadi pacarku, katakanlah begitu, aku yakin dia akan minder setelah tahu seperti apa ayahku. Harusnya dia mundur daripada merasa kecewa karena cinta yang tak sampai.

Bukan maksudku berharap dicintainya. Tidak begitu!

🌹🌹🌹

ii

Di lapangan upacara, di tengah-tengah barisan siswa berseragam OSIS dengan tambahan jas abu-abu dan topi sewarna. Mataku diam-diam menyapu pandang demi mencari keberadaan Gilang. Aku berharap tidak ada orang yang menyadari tingkahku saat itu. Meski aku sendiri sebenarnya bingung, untuk apa juga mencarinya.

Mungkin sekadar ingin lihat. Boleh, kan?

Namun, hingga upacara selesai, pria itu, Raja Tidur, tak berhasil kutemukan. Di mana dia? Tanya hatiku. Jangan-jangan ketiduran di kelas? Atau mungkin, dia ga sekolah? Aku tidak tahu.

Aduh, ngapain juga kupikirin?! Emang, apa pentingnya buat aku?

 

🌹🌹🌹

iii

Bubar upacara, aku bersama Gyan menuju ruang kelas X-11 sembari membahas seleksi LCC yang akan dilaksanakan hari Kamis depan.

Sampai di kelas, aku tidak bisa menahan rasa terkejutku setelah melihat pria di pojok kiri tengah tertidur. Aku yakin, Gyan pasti sedikit takut karena ekspresiku yang tiba-tiba berubah kesal.

Menghentakan kaki keras ke arahnya, lalu membanting diri ke atas tempat dudukku. Seketika menghasilkan suara: brug!!!

Gilang bangkit lalu mengucek mata kanannya, kemudian menguap sembari melebarkan kedua tangannya—hampir mengenai wajahku, sungguh aku makin sebal kepadanya. Meski aku tahu kebanyakan orang pasti akan bertingkah begitu ketika bangun tidur. Tapi bagiku, seharusnya dia tidak melakukannya hingga hampir mengenaiku.

Selanjutnya, pria itu memandangku sambil mengedipkan mata berulang kali. Lalu, kembali tidur.

Mataku tercekat saking kagetnya atas perilaku Gilang. Rasanya, aku ingin sekali teriak di telinganya: “Bangun, Raja Tidur!”

Tapi, aku hanya diam dan menghembuskan napas kesal.

Menit berlalu, siswa lain mulai duduk di kursi masing\-masing. Aku melirik ke arah pria itu, lalu berbisik. “Kamu ga ikut upacara?”

“Hmmm....” Dia bangkit dan memandangku. “ikut kok.” jawabnya dengan mata sayu, namun terus berusaha menatapku.

“Kok tadi ga ada?”

Mendadak matanya terbuka lebar. Tegas dan tajam, membuat jantungku berdegup kencang entah kenapa.

“Kamu, ngapain nyariin aku?”

 

Hah? Suaranya pelan tapi lebih dahsyat dari halilintar. Aku benar-benar bingung harus menjawab apa. Memang ada benarnya dia bertanya demikian. Untuk apa coba aku kepoin urusannya?

Dan, saat itu aku hanya bisa diam memandang wajah tampannya hingga diselamatkan oleh salam guru, membuat Gilang kembali pada aktivitas rutinnya. Tidur.

Save. Hatiku bersyukur lega.

🌹🌹🌹

iv

Sewaktu istirahat, di perpustakaan, aku duduk sendiri di sudut ruangan sembari membaca buku bergambar. Ya, mirip majalah, tapi tentang kesehatan.

Mudah-mudahan bisa membuatku melupakan kejadian memalukan sebelumnya. Mudah-mudahan aku tidak terus memikirkannya. Dan, mudah-mudahan dia tidak mengingatnya.

Selang beberapa waktu Ateg muncul dan duduk di depanku sembari berkata, “Hai.”

Aku mengangguk lalu melempar senyum. “Hai. Makasih buat yang waktu itu.” kataku setengah berbisik. Memang di perpustakaan ga boleh berisik.

“Maksudnya?” Dia nanya.

“Surat yang kamu kasih.”

“Oooh.... iya ga masalah.”

“Gara-gara surat itu, aku jadi dapet kost yang cocok.”

“Oh, syukurlah. Kamu ngekost di sana?”

Aku jawab dengan anggukan

“Wah, kita satu kost dong,” katanya dengan senyum merekah.

“Apa iya?”

Dia gangguk. “Kamu dapat kamar nomor berapa?”

“Aku ga tau sih nomor berapa, tapi pokoknya yang paling ujung.”

“Wah, kamar kita sebelahan.”

“Benarkah?”

Kembali dia mengangguk kegirangan. “Oya, namaku Ayu Teguh. Ateg saja.”

Aku menjabat tangannya. “Lutfi Nurtika. Panggil saja Lutfi.”

Aku senang mendapat teman baru, meski aku belum paham bagaimana sifat asli Ateg. Tapi aku merasa dia wanita yang baik dan ramah. Mungkin nanti aku punya kebiasaan yang sama dengannya.

“Kamu pindah kemarin, ya?”

“Iya. Tapi, aku ga lihat ada kamu kemarin.”

“Oooh.... aku mudik. He he he.”

“Oh, gitu.”

“Iya, tapi nanti pulang ke kost kok. Mudiknya tiap Sabtu-Minggu. Soalnya bosen di kost, ga ada teman. He he he. Eh, sekarang ada kamu. Mungkin nanti aku bakal ga pulang-pulang. He he he.”

Aku senang mendengarnya. Sepertinya Ateg memang wanita yang baik. “Ngomong-ngomong, surat yang kamu kasih, itu dari siapa sih?”

“Eh, aku belum ngasih tahu dari siapa sih?”

Menggeleng. “Kamu cuma bilang, ‘dari teman SMP-ku.’”

“He he he. Berarti aku lupa. Maaf.”

“Iya ga papa.”

“Itu dari Gilang, teman kelasmu.”

“Oh,”

Aduh! Gilang lagi, Gilang lagi. Memang salahku sih, nanya soal pengirim surat itu dari siapa, padahal aku sudah tau. Dari RT, Raja Tidur. Iya, Gilang si Raja Tidur.

Ateg mengangguk dengan tetap tersenyum. “Dia juga duduk sama kamu, kan?”

Aku kaget sesaat dan berkata terbata-bata. “Eh, yah.... iya. Tapi aku ga tahu namanya. Soalnya di kelas, dia tidur terus.”

Ateg kettawa entah kengapa. Rasanya seperti aku baru saja melawak. Tentu tidak!

“Dia mah, emang gitu orangnya, aneh.”

“Oooh.... eh, Gilang pas SMP gimana sih?”

Loh, kok aku malah kepo sih? Aduh, sepertinya ada yang konslet di otakku.

“Hmmm....” Memalingkan wajah dengan ekspresi seperti orang sedang berpikir, lalu kembali menatapku. “Dia pintar, senang banget bantu orang. Sampai-sampai, mereka jadi pada baper.” tambahnya dan kembali tertawa.

“Gitu,”

“Iya. Tapi aku sih engga.”

Mulai saat itu, aku mengira Gilang cuma anak yang suka bikin baper orang lain. Jadi, aku tidak akan terjerat dalam jebakannya.

Ga akan!

Aku juga masih kurang percaya kalau dia pintar. Boro-boro belajar, tiap hari tidur terus. Tapi aku setuju satu hal, kalau dia itu aneh.

Episodes
1 Bagian Satu
2 1. Aku
3 2. Surat dari RT
4 3. Raja Tidur
5 4. Dia Gilang
6 5. Penyesalanku
7 6. Pesan Penting
8 7. Penantian yang Sia-sia
9 8. Kado dari Fans
10 9. Warung Mbok Iin
11 10. Gilang Menjauh
12 11. Tentang Lutfi
13 12. Si Aneh vs Si Rajin
14 13. Tes Kesehatan
15 14. Hujan Berlalu
16 15. Gerobak Sampah
17 16. Kisah KJ dan BM
18 17. Seleksi LCC
19 18. Gosip
20 19. Gilang Menghilang
21 20. Jalan-jalan
22 21. Kejadian Andhang Pangarenan
23 22. Mamah Gilang
24 23. Dia Gilangku
25 24. Terlahir Kembali
26 25. Itu Bukuku
27 26. Cerdas Cermat
28 27. Insiden Alun-alun Banyumas
29 28. Aku Sakit
30 29. Keajaiban
31 30. Dua Orang yang Membisu
32 31. Pengakuan
33 32. Pantai Menganti
34 33. Nikah Rasa
35 Announcement
36 Bagian Dua
37 1. Awal dari Segalanya
38 2. Tangisan Bunga Daffodil
39 3. Rintihan Muslimah Sejati
40 4. Bantuan dan Dugaan
41 5. Gosip dan Kepayahan
42 6. Dilema Hati
43 7. Seorang Anak
44 8. Pelukan Rindu
45 9. Terjebak
46 10. Bohong
47 11. Usaha
48 12. Seblak vs Mie Ayam
49 13. Sambal Peningkat Harga
50 14. Rapat Orang Hilang
51 15. Dodit Mulyanto
52 16. Ustadz Yusuf Mansur
53 17. Tukang Shooting
54 18. Raditya Dika
55 19. Novelist vs Komikus
56 20. Bersama Hujan
57 21. Hasrat
58 22. Komitmen
59 23. Kepastian
60 24. Saksi Bisu
61 25. Bos Cafe
62 26. Jatuh yang Paling Hancur
63 27. Keputusanku
64 28. Jeruji Besi
65 29. Surat Pertama
66 Epilog
67 Bagian Tiga
68 1. Stigma
69 2. Kehidupan Narapidana
70 3. Takdir Tahanan Baru
71 4. Nomor 986
72 5. Detektif
73 6. Teks Proklamasi
74 7. Tahanan Lain
75 8. Filosofi Kopi
76 9. Keberuntungan Tidak Terduga
77 10. Negosiasi
78 11. Rencana yang Sempurna
79 12. Masalah Baru
80 13. Tantangan
81 14. Pesan Terakhir
82 15. Teman Lama
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Bagian Satu
2
1. Aku
3
2. Surat dari RT
4
3. Raja Tidur
5
4. Dia Gilang
6
5. Penyesalanku
7
6. Pesan Penting
8
7. Penantian yang Sia-sia
9
8. Kado dari Fans
10
9. Warung Mbok Iin
11
10. Gilang Menjauh
12
11. Tentang Lutfi
13
12. Si Aneh vs Si Rajin
14
13. Tes Kesehatan
15
14. Hujan Berlalu
16
15. Gerobak Sampah
17
16. Kisah KJ dan BM
18
17. Seleksi LCC
19
18. Gosip
20
19. Gilang Menghilang
21
20. Jalan-jalan
22
21. Kejadian Andhang Pangarenan
23
22. Mamah Gilang
24
23. Dia Gilangku
25
24. Terlahir Kembali
26
25. Itu Bukuku
27
26. Cerdas Cermat
28
27. Insiden Alun-alun Banyumas
29
28. Aku Sakit
30
29. Keajaiban
31
30. Dua Orang yang Membisu
32
31. Pengakuan
33
32. Pantai Menganti
34
33. Nikah Rasa
35
Announcement
36
Bagian Dua
37
1. Awal dari Segalanya
38
2. Tangisan Bunga Daffodil
39
3. Rintihan Muslimah Sejati
40
4. Bantuan dan Dugaan
41
5. Gosip dan Kepayahan
42
6. Dilema Hati
43
7. Seorang Anak
44
8. Pelukan Rindu
45
9. Terjebak
46
10. Bohong
47
11. Usaha
48
12. Seblak vs Mie Ayam
49
13. Sambal Peningkat Harga
50
14. Rapat Orang Hilang
51
15. Dodit Mulyanto
52
16. Ustadz Yusuf Mansur
53
17. Tukang Shooting
54
18. Raditya Dika
55
19. Novelist vs Komikus
56
20. Bersama Hujan
57
21. Hasrat
58
22. Komitmen
59
23. Kepastian
60
24. Saksi Bisu
61
25. Bos Cafe
62
26. Jatuh yang Paling Hancur
63
27. Keputusanku
64
28. Jeruji Besi
65
29. Surat Pertama
66
Epilog
67
Bagian Tiga
68
1. Stigma
69
2. Kehidupan Narapidana
70
3. Takdir Tahanan Baru
71
4. Nomor 986
72
5. Detektif
73
6. Teks Proklamasi
74
7. Tahanan Lain
75
8. Filosofi Kopi
76
9. Keberuntungan Tidak Terduga
77
10. Negosiasi
78
11. Rencana yang Sempurna
79
12. Masalah Baru
80
13. Tantangan
81
14. Pesan Terakhir
82
15. Teman Lama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!