Masih Flashback.
Adnan segera keluar kamar Sita. Laki-laki itu tak menyangka bila gadis itu, berubah menjadi kejam. Laki-laki tersebutlah yang bertanggung jawab atas perubahan sikap gadis itu. Dina duduk termenung ia merasa putrinya bernasib sama seperti dengannya.
Ibu dan anak itu, sama-sama tak bisa memiliki laki-laki yang ia cintai. Namun putrinya tak mau mengakui bayi itu, rasa sakit dalam hatinya, membuat gadis itu menjadi seperti ini, Ia mengingat nasibnya tak berbeda jauh putrinya sekarang, "Sita, kenapa kamu harus mengalami hal sama seperti Ibu?" gumannya sendiri, sambil meneteskan air matanya, mengingat kembali rasa sakit dalam hatinya.
Laki-laki tersebut duduk di samping Ibu, yang tak jadi ibu mertuanya. Wanita itu, menoleh kepada laki-laki itu. Wanita tersebut pun kembali menangisi kesedihannya, "Maafkan Aku Ibu," ucapnya pelan sembari mengusap punggung Ibu, dari gadis yang ia cintai.
"Kenapa kamu hadir? Untuk memberikan luka kepada putriku?" tanyanya, begitu sakit yang terasa membuka luka lama dalam hatinya.
"Maafkan Aku."
"Andai saja, dari awal kamu jujur, kalau sudah menikah. Aku tak akan pernah mengizinkan putriku untuk bersamamu," ucapnya lagi terisak-isak tangis mersakan sakit hati yang teramat dalam di lubuk hatinya.
Lukanya masih belum mengering karna, suaminya dulu. Sekarang di tambah luka baru karena, putri kesayangannya harus mengalami hal yang sama dengannya. Wanita itu, menangis dalam diam, begitu sesak ia merasakan takdir yang telah mempermainkan ibu dan anak ini, merasakan luka yang teramat dalam yang mereka torehkan kepada mereka berdua. Wanita itu, hanya menginginkan putrinya bahagia, namun kenyataannya itu, tak sama dengan harapannya.
Adnan terdiam bingung harus apa? Dirinya sendiri ada di posisi sulit. Seperti Buah Simalakama. Apapun keputusan yang di ambilnya? Tak ada yang berakhir bahagia. Hanya laki-laki itu, yang akan terluka karna, pilihanya. Walau sebenarnya, pilihan itu tak pernah ada sejak awal. Tetep saja, ia harus meninggalkan Sita dan anaknya yang tak berdosa. Anak itu harus menanggung Dosa Kedua orang tuanya.
"Ampuni Aku Tuhan," batinnya berteriak karna, ketidakberdayaannya telah menyakiti dua orang wanita yang ia cintai. Namun yang paling tersakiti, gadis itu. Laki-laki itu telah menghancurkan mimpi dan harapan dari gadis yang ia cintai. Semuanya sirna karna, kebohongannya.
Dina, menghapus air matanya. Ia harus bangkit, tak bisa terus terpuruk, ia mengasihi cucunya. Tubuh tuanya ini, harus merawat cucu kesayangannya itu.
"Sekarang kamu mau apa lagi kesini? Belum puaskan kamu menyakiti putriku" bentaknya lagi, tiba-tiba membuatnya tersadar dari lamunannya.
"Maafkan Aku Ibu."
"Apakah dengan kamu minta maaf? Akan mengembalikan semuanya dari awal."
"Aku menyesalnya ibu! Aku tak tau bila semua ini akan terjadi? Aku tak menyangka kalau Indri akan hamil juga," belanya tak ingin Dina selalu menyalahkan atas semua yang terjadi kepada sita, putrinya.
"Terus kamu menyalahkan istrimu yang hamil. Kamu tak mikirin perasaan Sita yang sudah kamu bohongi."
"Aku memang berbohong pada kepada Sita, tentang statusku, namun perasaanku kepadanya tak pernah berbohong."
"Perasaan apa yang kamu maksud? Kalau kamu mencintai Sita, kamu tak akan pernah membohonginya sampai seperti ini. Mana janjimu yang akan menikahi Sita? Saat kamu pergi tak ada kabar? Sita seperti orang gila terus mencari kamu kemana-mana? Setiap hari Sita berharap kamu datang. Dan segera menikahinya. Karna semakin hari perutnya semakin besar. Semua omongan tentangnya, Sita tak peduli. Sita terus menyakinkan dirinya ,kalau kamu akan datang? Tapi setelah Sita bertemu denganmu. Ternyata kamu sudah bahagia dengan wanita lain bersama bayi kembar kalian. Sita yang sedih. terpaksa melahirkan walau belum waktunya ia melahirkan. Apakah kamu tau? Semua penderitanya karnamu," tutur Dina panjang lebar memberitahu kenyataan yang begitu pahit. Sepahit luka hatinya yg sudah mengitam.
Adnan menangis, laki-laki itu, tak menggira kalau gadis yang ia cintai, mengalami penderitaan seperti itu. Tetap saja, Adnan tak bisa melakukan Apa pun? Karna tetep pada akhirnya, Adnan hanya akan memilih Indri.
Sita sedari tadi berada di balik tembok rumahnya. Mendengarkan dengan jelas ucapan Ibunya dan laki laki yang ia cintai, hatinya begitu sakit, melihat laki-laki yang ia cintai menangis seperti itulihat Adnan menangis seperti itu. Baginya anak perempuan itu, beban untuknya dan semua yang ada di sini. Semua karna, anak itu. andai anak itu, tak pernah ada? Mungkin ia tak akan sesakit ini. Akan lebih cepat melupakan laki-laki kurang ajar itu. Sampai kapan pun, gadis itu tak mau mengakui anaknya. Karna, anak itu, ia tak bisa bersama laki-laki yang ia cintai. Ia begitu membenci bayi yang ia lahirkan sendiri.
"Ibu maafkan aku," ucap Adnan menangis karna, ketidak berdayaannya.
"Aku bukan ibumu," bentaknya lagi.
"Maafkan aku, aku hanya ingin tau di mana anakku berada?" tanya laki-laki tersebut.
"Untuk apa kamu menanyakan anak yang tak kau harapkan itu," ucap wanita itu, mulai tenang tak penuh emosi seperti tadi. Nada bicaranya sudah biasa tak berteriak-teriak seperti tadi.
"Aku hanya ingin tau, bila Sita tak menginginkan anak itu, biarlah aku yang merawat anak itu," ucapnya lagi, menghapus air matanya dengan ujung jarinya.
"Sampai mati aku tak akan memberikan anak Sita padamu," ucap Dina, emosi kembali karna, ucapan Adnan.
"Terus sekarang di mana dia?" tanya Adnan lagi.
"Aku tak akan memberitahukanmu, di mana anakmu? Bila kamu berniat mengambil anaknya Sita."
"Bila Ibu akan merawat anakku. Aku tak akan mengambil anak itu di pangkuanmu. Aku hanya ingin tau di mana dia berada?"
"Kalau kamu tau, di mana anak itu berada? Kamu mau apa?" tanya lagi, masih emosi.
"Aku hanya ingin melihat anakku, itu saja."
"Anakmu masih berada di rumah sakit. Dia belum waktunya di lahiran. Makanya keadaannya tak stabil. Sudah lima belas hari anak itu dirawat. Namun sekarang, kepadanya membaik. Mungkin besok bisa pulang!"
Adnan menangis lagi, karnanya anaknya harus di rawat di rumah sakit.
Sita yang mendengar itu, tak suka. Besok gadis itu, akan melihat dan bertemu dengan anak itu setiap hari. Rasa bencinya sudah memuncak. Kenapa ibunya tak memberikan anak itu pada ayah kandungnya? Malah ingin merawat anak itu. Apakah anak itu lebih penting dari putrinya sendiri? Sita begitu marah kesal. Tapi Sita tak bisa berbuat apa apa? Karna, ibunya sudah berkata seperti itu. keputusannya tak bisa di gangu gugat oleh siapapun ? termasuk sita sendiri. Sebenarnya, ia hanya sedih melihat bayi itu, melihat putrinya sendiri mengingatkanya kepada laki-laki yang menyakitinya.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 680 Episodes
Comments
YuliYa Fatimah
huhu, aku baca ulang lagiii karenaa gamonn sama ceritanyaaa:(
2024-08-02
0
Kardi Kardi
hmm
2022-07-30
0
Luce Bayak
maaf, ga perlu ditulis laki2 itu, gadis itu cukup nama mereka atau dia saja
semangatvya thor💪👍
2022-05-04
0