Bel tanda pulang sudah berbunyi, Fani sudah mengirim sebuah pesan kepada Putra. Fani mengatakan bahwa ingin bertemu dan menunggu diparkiran sekolah.
"Udah lama nunggunya sayang?" tiba-tiba saja Putra sudah berada disebelah Fani.
"Eh engak kok, yaudah deh kita ke cafe biasa aja yuk," ajak Fani sambil tersenyum girang, walaupun sebenarnya itu palsu.
Mereka sudah berada Disebuah cafe yang tidak jauh dari sekolah. Tempat ini biasa dijadikan basecamp oleh siswa SMANSA sepulang sekolah. Ada dua pasang mata saling beradu di sudut cafe. Sengaja Fani sengaja memilih tempat disudut, agar pembicaraannya tak terdengar jelas oleh orang lain.
"Kenapa tiba-tiba ngajak ketemuan sayang?." Tanya Putra yang sama sekali tidak merasa bersalah.
"Ada sesuatu penting yang mau aku omongin sama kamu." Fani terlihat pasi karna merasa gugup dan tak terlalu yakin untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Tumben banget, biasa juga kalo ada apa-apa cuma nelfon atau sms doang." Putra mengernyitkan dahinya tanda kebingungan.
Fani terdiam beberapa saat, karena tak tau harus mulai dari mana. Fani menggenggam kedua tangannya dan menggoyang-goyangkan kakinya. Benar-benar merasa bingung harus mulai mengatakannya dari mana. Putra yang melihat Fani seolah merahasiakan sesuatu itu pun menggenggam tangan Fani dan mengelus nya pelan. Putra merasa Fani sedang mencemaskan sesuatu, namun dia tak tau apa yang di cemaskan kekasihnya itu.
"Sayang? Kenapa kamu terlihat cemas?." Putra mencoba menenangkan Fani dan tetap mengelus lembut punggung tangan kekasihnya itu.
"Sebenarnya... Aku itu.." Fani menjadi gelagapan saking gugupnya.
"Sebenarnya apa sayang?." Tanya Putra yang masih mencoba menenangkan gadis dihadapannya itu.
"Sebenarnya aku udah tau hubungan kamu dan Lia Put. Aku juga udah sempat baca semua history chat diakun sosmed kamu. Aku ga nyangka kalau kamu bakal ngelakuin ini ke aku Put. Aku mau kita putus!" Fani menghela nafas dan menyunggingkan bibirnya.
"Maksud kamu apa Fan? Aku bisa jelasin semua nya kok Fan. Kita bisa bicarain ini baik-baik, gak harus langsung putus gini Fan. Aku gak mau kita putus! Aku sayang kamu Fan." Putra menghiba dan menggenggam kuat tangan Fani.
"Aku juga sayang kamu Putra. Tapi aku kecewa sama kamu. Ini semua juga karna ulah kamu. Kamu yang bermain api, tapi aku yang terbakar." Fani tersenyum, tetapi matanya sudah berkaca-kaca.
"Aku pulang dulu ya. Setidaknya pengkhianatan mu masih mampu aku balas dengan senyuman." Fani melepaskan genggaman tangan Putra dan beranjak dari duduknya.
"Kamu perlu belajar tentang perasaan Put. Bagaimana tentang menghargai." Fani mempercepat langkah kakinya dan meninggalkan Putra yang penuh penyesalan.
Putra hanya terdiam setelah mendengar pernyataan Fani. Seolah mengutuki dirinya sendiri. Karena sebenarnya Putra sangat mencintai Fani, namun anggap saja kemarin dirinya khilaf. Begitulah pikir Putra.
"Sial banget sih gue! Maafin gue Fan. Gue gak maksud buat nyakitin perasaan lo. Gue sayang sama lo Fan, tapi kemarin gue khilaf." Putra menjambak rambutnya frustasi.
******
Fani sudah sampai dirumah dan segera melepaskan sepatunya. Fani berjalan gontai menyusuri rumah dan menuju kamarnya. Fani mengunci pintu dan langsung merebahkan diri diatas kasurnya yang tidak terlalu besar itu. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Fani mencoba mengintai dengan penglihatannya yang tinggal beberapa watt itu.
"Fan, buka pintunya nak." Ibu mengetuk pintu berulang kali.
"Iya Bu. " Fani membuka matanya dan beranjak menuju suara ketukan itu.
"Fan, sebaiknya kamu makan dulu baru tidur." Ucap Wati, ibu Fani yang masih terbilang muda.
"Aku sudah makan tadi Bu. Aku lelah sekali dan ingin tidur sekarang juga." Lanjut Fani sambil berjalan gontai menuju tempat tidurnya.
"Ya sudah kalau begitu istirahatlah. Ibu akan pergi keluar bersama Ayah mu." Melangkah pergi dan menutup pintu kamar Fani.
Tak butuh waktu lama, Fani sudah menghilang dalam mimpinya. Fani tenggelam dalam
kegundahan dan kesedihan hatinya.
Fani tertidur dengan memakai seragam sekolah. Sudah hampir pukul 18:00, namun Fani masih belum bangun dari tidurnya. Ibu segera menghampiri Fani dan mencoba membangunkannya.
"Fan. Bangun nak sudah sore. Tidak baik tidur sampai sore begini" Ibu memukul pundak Fani berkali-kali.
"Fan, bangunlah nak." Ibu memanggilnya lagi.
"Begitu lelahnya anak ini, bahkan ku pukul pundak nya berkali-kali pun dia tetap hanya menggeliat saja. Mungkin dia fikir aku sedang membelain nya." Ibu tertawa pelan.
"Bahkan sepertinya jika digelindingkan pun dia juga tak akan bangun. Begitu pulas." Ibu kembali tertawa dan beranjak meninggalkan Fani yang masih tersesat dalam tidurnya itu.
Fani masih tersesat dan menghilang dalam mimpinya. Fani terbangun dan kaget saat melihat langit sudah gelap.
"Ah, kenapa aku baru terbangun pukul segini". Batin Fani.
"Biasanya Ibu selalu bangunin sebelum maghrib." Sambungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments