3 bulan kemudian...
Semenjak itu, sampai sekarang hubungan mereka belum juga membaik dan justru malah semakin memburuk.
Mereka memang tinggal satu atap, tapi mereka jarang sekali untuk bertegur sapa, apalagi sampai mengobrol lama kecuali dalam keadaan membutuhkan bantuan satu sama lain.
Siang hari ini, Kiana kedatangan Anita ke rumahnya. Kiana sudah tahu, sahabatnya itu ke sini pasti untuk membahas soal beasiswa yang Kiana ajukan dulu.
“Eh Ki, lo jadinya gimana? Mau ngambil beasiswa itu gak?” Anita membuka suaranya.
Kiana menjawab pertanyaan itu dengan anggukan penuh keyakinan.
“Terus Kak Arya nanti gimana? Lo udah minta izin belum sama dia? Itu beasiswa ke luar negeri lho.”
Kiana menghentikan kegiatan memakan cemilannya karena mendengar pertanyaan itu. Dia bungkam dan bingung harus menjawab apa. Pasalnya, dia memang belum meminta izin pada Arya soal ini karena lupa juga karena hubungan mereka yang sedang kurang baik.
“Lo diem, berarti lo belum kasih tahu Kak Arya.” Anita menduga.
“Nanti gue kasih tahu dia.”
“Kalian lagi ada masalah ya sekarang? Biasanya lo suka langsung ngomong kalau menyangkut hal yang lo mau.”
Ya. Kiana menjawabnya dalam hati.
“Enggak, kita gak ada masalah kok.” Bohong Kiana.
Kiana belum berani menceritakan masalahnya pada Anita. Dia takut Anita akan mengadu pada Arya kalau dia cerita. Toh Anita ini kan adiknya Arya.
“Ki.” Anita memanggil Kiana dan memegang tangannya, “walaupun gue adiknya Kak Arya, tapi gue ini tetep sahabat lo, manusia yang siap mendengar semua cerita lo, termasuk masalah lo.”
“Gue gak mau cuma karena gue adiknya Kak Arya, lo jadi sungkan cerita sama gue. Gue gak mau ya.” Kata Anita dan menggeleng, “kapan pun itu, kalau lo mau cerita, cerita aja sama gue. Gue siap dengerin cerita lo, mau itu bahagia atau sedih, gapapa. Gue juga gak bakal kok ceritain hal itu ke siapa pun, termasuk Kak Arya. Gue bakal jaga cerita lo itu.” Anita berkata penuh kesungguhan dan memegang pundak Kiana.
Sampai waktu malamnya, Anita pun kembali ke rumah karena diusir oleh Arya yang sebenarnya saudara kandungnya. Arya tak mengizinkan Anita untuk lama-lama di rumahnya, karena Kiana sedang kurang sehat.
Yah memang, akhir-akhir ini badan Kiana selalu kelelahan, efek dari terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya itu tidak penting.
Sekarang ini, Kiana sedang duduk bersantai sambil menonton TV sendiri. Ketika itu, Arya datang dari arah dapur menghampiri Kiana.
“Ayo makan. Siang tadi kamu gak makan kan?” Tegur Arya sekaligus bertanya.
“Iya, nanti aja.” Nada suara Kiana terdengar begitu sewot di telinga Arya.
“Jangan sering nunda makan Kiana, kalau kamu sakit Kakak yang repot nantinya. Kemarin juga maag kamu kambuh kan gara-gara telat makan.” Omel Arya.
Kiana membuang nafasnya kasar dan mendelik, “ya udah iya, sekarang makan.” Katanya sambil berdiri dan melemparkan bantal yang tadi dipegangnya.
Kemudian, mereka pun berjalan menuju ruang makan dan duduk di kursinya.
Kiana memperhatikan makanan yang sudah tersedia di meja penuh dengan minat, sedangkan Arya justru malah menatapnya yang sedang begitu.
“Kakak udah buatin makan buat kamu, sekarang kamu makan ya sama Kakak.” Arya mengambil beberapa makanan yang ada di meja ke dalam piringnya juga Kiana.
Mereka menyantap makanan dalam suasana hening.
Entah kenapa, nafsu makan Kiana yang semula menaik kini tiba-tiba menurun. Baru saja dia memasukkan makanan ke dalam mulutnya untuk yang kedua kali, seketika perut Kiana malah mual dan ingin memuntahkan makanan itu.
Kiana tak ingin membuat Arya jijik karena hal itu. Ia pun berlari menuju wastafel yang ada di sini sambil menutup mulutnya.
Jika Kiana menduga Arya akan jijik, maka dugaannya salah. Arya tidaklah jijik, justru malah jadi panik juga khawatir pada Kiana. Hal ini terlihat dari raut wajah Arya.
Setelahnya, Arya pun langsung menghampiri Kiana dan memberikan bantuannya dengan memijat tengkuk Kiana juga mengusap-usap punggungnya.
Tubuh Kiana merasa nyaman ketika Arya memijatnya. Makanya Kiana diam saja dan tidak menolak ketika itu, berbeda dengan waktu sebelumnya. Saat kejadian tak terduga itu terjadi.
“Udah mendingan?” Tegur Arya dan menatap Kiana khawatir.
Kiana mengangguk lalu membasuh mulutnya dengan air yang keluar dari keran.
“Kamu sekarang istirahat aja di kamar.”
Kiana mematikan kerain air dengan kesalnya, lalu menoleh dan menatap sengit Arya, “Kamu itu maunya apa sih?! Tadi nyuruh makan, sekarang nyuruh istirahat! Hobi banget deh ngatur hidup orang lain!” Ketusnya.
Arya mencoba untuk menahan emosinya. Dia mengambil nafas dalam-dalam dan membuangnya pelan, “ya udah, sekarang kamu maunya apa?” Tanyanya pelan.
“Mau makan nasi goreng bakar udang.” Balas Kiana cepat.
“Yakin? Gak bakal dimuntahin lagi?” Sindir Arya.
“Ya Kiana muntah tadi itu soalnya makanannya gak enak!” Sewot Kiana, “udah buruan, Kiana mau nasi goreng udang. Nah karena Kiana sekarang gampang sakit kayak begini, jadi Kakak harus lebih sayangin dan perhatiin Kiana dari biasanya, jangan marahin terus.”
“Hmm. Iya iya siap. Ya udah, Kakak beli dulu nasi goreng udangnya ya.”
“Eh? Kok nasi goreng udang? Bukan iiihhh!! Tapi nasi goreng bakar udang.” Ralat Kiana, “terus Kiana maunya Kakak yang buat makanannya, bukan beli.” Lanjutnya.
Arya mengernyit keheranan kemudian. Memangnya ada nasi goreng bakar? Sudah digoreng, terus dibakar? Masa iya sih. Aneh-aneh saja. Tapi kalau nasi goreng lalu udangnya dibakar, itu baru ada.
“Ha? Emang ada nasi goreng bakar udang?” Tanya Arya.
Kiana mengangkat bahunya tidak tahu, “mana Kiana tahu, ya kalau gak ada tinggal diadain aja. Apa susahnya sih!”
Arya menghela nafas panjang. Ada-ada saja keinginan Kiana. Begitu menyusahkan. Mirip ibu hamil yang sedang mengidam saja. Kalau sekarang Kiana tidak sedang kurang sehat, Arya juga tidak mau menuruti keinginan gadis itu.
“Hmm... Ya udah, Kakak buat sekarang ya.” Keputusan Arya itu membuat Kiana senang. Wajahnya yang murung berubah jadi tersenyum lebar. Akhirnya dia bisa makan juga nasi goreng bakar udang itu.
Lalu tak lama, nasi goreng bakar udang hasil tangan Arya itu selesai dan Kiana berhasil Kiana menghabiskannya dengan cepat.
Perut Kiana kekenyangan setelah itu. Rasanya perut Kiana seperti balon yang akan meledak karena sudah menampung makanan banyak. Memang, Arya memasak makanan itu begitu banyak sampai Kiana kewalahan untuk menghabiskannya.
Kiana duduk diam memegang perutnya ketika selesai makan. Dia merasa kelelahan setelah makan.
“Hah kenyangnya...” Kiana tersenyum dan menepuk pelan perutnya.
Beberapa detik kemudian, gerakan tangan Kiana terhenti tiba-tiba. Dia merasakan suatu keanehan pada perutnya itu. Rasanya, perutnya beda dari biasanya. Seperti ada sesuatu benda yang hidup. Kiana terus memegang perutnya sambil berpikir kenapa perutnya begini.
Arya yang sedari tadi masih bersama Kiana tiba-tiba merasa khawatir melihat Kiana seperti itu. Dia berpikir kalau Kiana sakit perut karena kekenyangan makan.
Lalu akhirnya, karena rasa khawatirnya yang tinggi, Arya bertanya pada Kiana mengenai keadaannya itu, “perut kamu kenapa? Sakit?” Arya memegang tangan Kiana, lalu melepaskannya cepat. Takut Kiana masih tidak suka kalau disentuhnya.
Kiana melirik pada Arya sekilas dengan tatapan datarnya, “enggak.”
Seperti itulah Kiana sekarang. Menjadi lebih diam, apalagi jika saat bersama Arya. Karena kesalahan yang tidak sengaja Arya lakukan, semuanya menjadi begini.
Memang, semuanya salah Arya. Seharusnya pria itu tidak melakukannya. Arya menyesal. Tapi percuma saja Arya sekarang menyesal terlalu lama, toh nyatanya hal itu sudah terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments