PART 5

PEREMPUAN cantik yang rambutnya disanggul dan sisanya berjuntai di kanan-kiri telinga itu tak lain adalah Dewi Ranjang. la pernah dipergoki Suto Sinting sedang bercumbu dengan seorang pemuda belasan tahun ketika Suto dan Candu Asmara menuju ke kotaraja. Dewi Ranjang, yang dijuluki oleh beberapa orang sebagai janda liar pemburu kehangatan itu juga hadir dalam pertarungan di Bukit Kecubung. sehingga ia tahu persis siapa orang yang berhasil tumbangkan si Hantu Urat Iblis itu.

"Apa maksudmu ikut campur urusanku, Dewi Ranjang?!" bentak Jahanam Tua dengan wajah semakin berang.

"Karena kau terlalu bodoh, Jahanam Tua!" jawab Dewi Ranjang dengan berani, karena ia merasa gurunya berilmu lebih tinggi dari Jahanam Tua. Dulu nyawa si Jahanam Tua pernah diselamatkan oleh Nyai Dupa Mayat, gurunya Dewi Ranjang. Sampai sekarang Jahanam Tua sungkan dengan Nyai Dupa Mayat dan secara tidak langsung mengakui keunggulan ilmu Nyai Dupa Mayat.

Jahanam Tua menggeram penuh kemarahan yang terpendam. Kalau saja Dewi Ranjang bukan muridnya Nyai Dupa Mayat, perempuan itu pasti telah dirobek mulutnya pelan-pelan tanpa dibius dulu karena telah mengecamnya sebagai orang bodoh. Jahanam Tua hanya memandang garang kepada Dewi Ranjang. Yang dipandang sempat melirik Santana. Pemuda itu masih menyeringai sambil duduk dibawah pohon, memangku tangan kirinya yang lumpuh akibat tendangan lawan tadi.

"Dewi Ranjang!" Geram Jahanam Tua. "Kalau kau bukan murid si Dupa Mayat, kutumbuk hancur mulutmu dengan tongkatku, mengatakan 'bodoh' pada orang tua seenaknya saja!"

"Memang kau bodoh! Kau menyerang orang yang salah!"

"Apa maksudmu mengatakan aku menyerang orang yang salah?!" sentak Jahanam Tua.

"Kau ingin membunuh orang yang berhasil kalahkan si Hantu Urat Iblis?! Hmmm..! Bukan dia orangnya!" sambil Dewi Ranjang menuding Santana dengan senjata kipasnya yang sejak tadi berada ditangan. Kipas itu dalam keadaan terkatup dan sesekali dipakai mainan, dipukul-pukulkan ke telapak tangan kirinya.

"Aku tahu persis siapa yang tumbangkan si Hantu Urat Iblis, karena aku hadir dalam pertarungan diBukit Kecubung itu!"

"Dia mengaku sebagai orang yang berhasil tumbangkan si Hantu Urat Iblis!" sambil Jahanam Tua menuding Santana.

"Dia bohong! Mungkin hanya menggertakmu saja! Orang yang berhasil tumbangkan si Hantu Urat Iblis adalah seorang pendekar tampan yang dikenal dengan nama Pendekar Mabuk alias Suto Sinting!" Carilah orang itu jika kau ingin membunuh si penumbang Hantu Urat lblis!"

"Haruskah aku percaya dengan mulut dustamu itu, Dewi Ranjang?

"Tanyakan sendiri kepada Raja Gundalana atau putrinya yang bernama Rara Ayu Kumala itu!"

Setelah diam sesaat sambil memandang angker kepada Santana, Jahanam Tua akhirnya berkata kepada Dewi Ranjang.

"Memang sebenarnya aku ingin menuju ke kota raja untuk menanyakannya kepada Raja Gundalana. Tetapi tadi kulihat pemuda tampan itu dan kucoba seberapa tinggi ilmunya dengan melemparkan batu ke arahnya. Ternyata ia mampu hancurkan batu itu dengan bambu kuningnya itu. Kupikir dia berilmu lumayan dan memungkinkan sekali menjadi pembunuh si Hantu Urat iblis. Karena aku tahu, gurunya Santana juga bermusuhan dengan Hantu Urat iblis. Maka ketika dia mengaku sebagai pembunuh Hantu Urat Iblis, aku tak sangsi lagi dengan pengakuan nya!"

"Hmm.." Dewi Ranjang, sunggingkan senyum sinis.

"Tua-tua masih saja bisa dikelabuhi kau!"

"Hentikan kecamanmu, Perempuan liar!" Bentak Jahanam Tua.

Tapi Dewi Ranjang tak merasa gentar dan bahkan la ganti menggertak si Jahanam Tua dengan nada ketus dan sikap yang angkuh.

"Tinggalkan pemuda itu, dan jangan coba-coba ganggu dia lagi! Pergilah ke kotapraja dan tanyakan sendiri kebenaran kata-kataku tadi kepada raja dinegeri Bardanesya itu!"

Agaknya si Jahanam Tua tidak mau membuang- buang waktu. la segera pergi ke kotaraja untuk temui Raja Gundalana. la tak pedulikan lagi keadaan si murid Nyai Dupa Mayat dan Santana. Tetapi bagi Pendekar Mabuk yang merasa jiwanya terancam oleh Jahanam Tua menjadi penasaran dan ingin menyusul si Jahanam Tua untuk tanyakan siapa yang dimaksud titisan Tapak Lintang itu? Setidaknya Suto ingin tahu, mengapa ia akan dibunuh, Hanya saja, perhatian Pendekar Mabuk segera tertuju pada si Dewi Ranjang dan Santana.

"Mengapa Dewi Ranjang membela Santana?!

Ada hubungan apa mereka sebenarnya?" tanya batin Suto Sinting. la tetap di atas pohon, Di balik kerindangan daun pohon tersebut. Jaraknya tak terlalu jauh dari mereka, sehingga percakapan mereka dapat didengarnya tanpa menggunakan ilmu 'Sadap Suara' yang biasanya untuk menyadap pembicaraan orang dari jarak jauh itu.

"Siapa kau? Aku belum mengenalmu," ujar Santana sambil tersenyum kecut sambil menahan rasa sakit pada tangan kirinya.

"Aku sudah mengenalmu. Kau bernama Santana!!" jawab Dewi Ranjang dengan senyum menawan nya. Santana menatap mata Dewi Ranjang yang memandanginya tanpa berkedip itu.

"Da.. dari mana kau tahu namaku?"

"Jahanam Tua tadi menyebutkan namamu: Santana. Lalu, otakku mencatat nama bagus itu". Santana merasakan debaran aneh dalam Hati nya Debaran itu membuat hatinya ditaburi bunga-bunga indah. la semakin lebarkan senyum walau masih sambil menahan rasa sakit ketika Dewi Ranjang bersimpuh di sampingnya.

"Tanganmu cedera! Jahanam Tua memang mempunyai tendangan maut. Tapi sebenarnya ia tidak sebanding jika melawanmu. Kau akan mudah dibunuh oleh si Jahanam Tua itu."

"Aow...!" Santana memekik ketika tangan kirinya dipegang dan sedikit diangkat oleh Dewi Ranjang. Melihat keadaan seperti itu, Dewi Ranjang tak jadi mengangkat tangan Santana yang maksudnya ingin diurut. Akhirnya ia hanya pandangi tangan itu sambil geleng-geleng kepala.

"Parah sekali! Jahanam Tua telah hancurkan urat-urat tanganmu ini. Tak akan bisa sembuh kecuali cacat seumur hidup."

"Jahanam Tua memang manusia cacat jiwa"

"Yang kumaksud, tanganmu itu yang akan cacat kalau tak segera disembuhkan sekarang juga."

"Betulkah begitu?!

"Aku tahu banyak tentang ilmu si Jahanam Tua. Kalau gagal membunuh lawan, ia akan membuat lawan cacat seumur hidupnya. Tapi aku sanggup memulihkan tanganmu dan mengobatinya agar tak menjadi cacat!"

"Kau sanggup?! Oh, kalau begitu, tolong lakukan penyembuhan untukku, Dewi Ranjang."

"Dari mana kau tahu namaku Dewi Ranjang?"

"Namamu memang indah dan mendesirkan hatiku." 

"Yang kutanyakan, dari mana kau tahu namaku Dewi Ranjang?!"

"Kudengar si Jahanam Tua menyebutkan namamu, dan hatiku segera mencatat nama indah itu."

Jawab Santana menirukan pujian Dewi Ranjang tadi. Jawaban itu membuat Dewi Ranjang tertawa kecil dan mencubit pipi Santana.

"Apakah kau mengobati orang dengan cubitan seperti yang baru saja kau lakukan tadi?"

"Oh, bukan!" Dewi Ranjang kian mengikik geli.

"Aku hanya merasa gemas denganmu. Kau pemuda yang menggemaskan hatiku, Santana!"

"Aku juga gemas dengan tanganku ini Ingin ku buntungi saja rasanya," ujar Santana seakan tak pedulikan ucapan Dewi Ranjang tadi.

"Lepaskan rompimu!" perintah Dewi Ranjang

"Apa maksudmu, Dewi Ranjang?!"

"Aku akan salurkan hawa murniku untuk hilangkan rasa sakitmu dan pulihkan urat-urat lenganmu yang putus itu. Untuk salurkan hawa murniku, telapak tanganku harus ditempelkan ke punggungmu. Jangan ada pembatas apa pun. Karenanya, bukalah rompimu sekarang juga."

Santana mau melepaskan rompi, tapi ragu-ragu ia sempat nyengir dan berkata,

"Malu, ah...."

"Kalau begitu, buka saja di balik semak sana mari kubantu jalan ke sana," ujar Dewi Ranjang setelah mendesak. Karena ia sudah berdiri lebih dulu dan mengulurkan tangannya, Maka Santana pun menyambut tangan itu dan bangkit berdiri. Padahal tanpa bantuan tangan Dewi Ranjang ia masih bisa bangkit sendiri.

Dewi Ranjang menuntun Santana melangkah ke balik semak. Tempat itu memang tersembunyi, tak terbuka ngablak seperti di bawah pohon tadi. Tetapi Justru di balik semak itu mereka berada dalam jarak dekat sekali dengan pohon tempat Suto bersembunyi. Dari atas pohon Pendekar Mabuk dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukan Santana dan Dewi Ranjang.

Perempuan itu membantu melepaskan rompi dari belakang. Senyum yang tersungging di bibirnya yang sedikit tebal tapi menggairahkan itu mempunyai arti yang tidak sewajarnya. Senyum itu berkesan senyum kegirangan, seperti seekor kambing menemukan padang rumput yang hijau segar.

"Badanmu bagus sekali, Santana. Putih bersih dan.. tentunya sangat hangat," Ujar Dewi Ranjang sambil mengusap pelan punggung pemuda itu.

Pendekar Mabuk sempat berdebar-debar melihat tangan Dewi Ranjang mengusap lembut punggung Santana, seakan setiap sentuhan kulit mereka diresapi betul oleh Dewi Ranjang maupun Santana.

"Santana tadi telah memandang mata Dewi Ranjang. la tidak tahu bahwa pandangan mata Dewi Ranjang mempunyai daya pikat tinggi yang mampu membuat lawan jenisnya tunduk dan menuruti gairahnya. Buktinya Santana tak menolak usapan lembut itu dan bahkan meresapinya. Berarti Santana telah dikuasai oleh daya pikat yang terpancar dari bola mata Dewi Ranjang. Pantas dulu Candu Asmara melarangku menatap kedua mata Dewi Ranjang. Rupanya siapa pun yang telah terkena ilmu pemikat dari mata Dewi Ranjang tak akan bisa menolak ajakan untuk bercumbu. Bahkan menjadi budak yang patuh menuruti perintah perempuan itu."

Pendekar Mabuk akhirnya putuskan untuk menyusul si Jahanam Tua. Karena dalam benaknya segera terlintas ingatan tentang 'wangsit' yang diterima Jahanam Tua melalui mimpinya. Suto ingin tanyakan, mengapa orang yang akan menyelamatkan titisan Eyang Tapak Lintang harus dibunuh? Rasa ingin tahu hal itu menjadi besar dan menyingkirkan hasrat ingin menonton adegan mesra Dewi Ranjang dengan Santana.

"Sialan! Ternyata mereka tak punya hubungan yang berkaitan dengan titisan Eyang Tapak Lintang. Ternyata Dewi Ranjang hanya ingin bercumbu dengan Santana."

Suto pun mengeluh dalam hati.

"Percuma saja aku melarang Santana untuk lakukan percumbuan."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!