My Perfect CEO

My Perfect CEO

A King

Rafael menuangkan koktail kedalam gelasnya, kemudian dia tersenyum melihat kearah tiga temannya.

"Ada apa?" tanya Rafael dengan suara seraknya.

"Aku sedang tidak ada kerjaan beberapa minggu ini, semuanya tampak membosankan," ucap Ethan. "Bagaimana kalau kita bermain-main di situs yang terkenal itu?"

"Jangan mencari gara-gara, Ethan," ucap Luke tegas. "Aku tidak mau, bagaimana jika perempuan yang terpilih adalah perempuan yang bukan style-ku?"

"Aku rasa itu menyenangkan," jawab William tiba-tiba kemudian meminum koktailnya saat Rafael menuangkannya.

"Bagaimana denganmu, Rafael?" tanya Ethan, karena dari tadi Rafael hanya diam saja.

"Aku setuju saja, kalau orang itu bukan style-ku, aku akan langsung pergi dari sana."

"Oke, itu terserah padamu. Jadi ... kalian semua setuju, bukan?" tanya Ethan lagi mencoba mencari jawaban dari ketiga temannya. "Begini saja, siapa yang tertarik dengan perempuan itu setelah berhubungan dengannya, kalian harus membiarkan salah satu resort kesayangan kalian dijadikan pesta satu malam penuh."

"Aku yakin, itu bukan aku," jawab William yakin.

"Dan aku juga yakin itu bukan diriku," Rafael menegak lagi koktailnya, sedangkan Luke hanya diam saja, belum memberikan jawaban apapun.

"Aku tidak mau bermain dengan permainan bodoh ini, Ethan," kata Luke setelah beberapa lama berpikir.

"Ayolah, Luke. Ini sangat menyenangkan, kapan lagi aku bisa berlibur di tempatmu itu," goda Ethan agar Luke setuju dengan rencananya.

"Terserah padamu, Ethan. Dan aku rasa itu bukan aku yang akan langsung tertarik dengan orang yang dilihat pertama kali."

Ethan terkekeh, "aku percaya padamu, Luke."

"Jadi ... aku sudah mendaftarkan kalian semua-termasuk diriku. Besok aku akan memberi tahu kalian," kata Ethan memainkan ponselnya. "Disini, di jam makan siang."

Luke, William, dan Rafael hanya mengangguk paham, biarlah Ethan-si gila yang tidak punya pasangan yang mengatur seluruh permainannya.

"Aku harap yang duluan adalah dirimu, Ethan," jawab William.

Ethan tersenyum tanpa melihat kearah ketiga temannya. "Well, kita lihat saja besok."

***

Rafael membuka matanya, saat sinar matahari menyeruak masuk di sela-sela gorden jendela kamarnya.

Sambil menggeliat di tempat tidurnya, Rafael mengambil ponselnya dan menelepon Ariana-sekretarisnya.

"Halo, Ariana," Rafael bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. "Apakah ada meeting penting di kantor hari ini?"

"Tidak ada, Mr. Alexander. Hanya saja, lusa kau akan pergi ke Italia menemui Ranee Gulliot untuk proyek terbaru."

"Baiklah, hari ini aku tidak masuk. Ada hal lain yang harus aku kerjakan."

Hal lain yang dimaksudkan oleh Rafael disini adalah menemui Ethan dan dua teman lainnya. Ethan si gila itu, benar-benar tidak ada kerjaan selain menggangu kesenangan Luke, William dan Rafael.

Ponsel Rafael berbunyi dan menampilkan nama Ethan si gila disana, dengan enggan Rafael mengambil ponselnya dan menjawab telepon dari Ethan.

"Halo, Darling. Jangan lupa makan siang nanti."

"Iya, aku tahu, Ethan. Dan berhentilah memanggilku, Darling. Aku muak mendengarnya."

Ethan terkekeh, "bukankah memang kau yang menginginkan dipanggil seperti itu olehku, Darling?"

"Terserah, Ethan! Aku mau pergi," Rafael langsung memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak sebelum Ethan berbicara lebih banyak lagi yang membuat Rafael bisa naik darah.

Rafael turun ke bawah, rumahnya sangat sepi, kecuali orang yang bekerja di rumah Rafael yang sedang berlalu-lalang memberisihkan mansion Rafael.

Sebenarnya, Rafael tidak pernah memiliki seorang pacar, mereka hanyalah orang yang dipermainkan oleh Rafael.

Rafael tahu semua perbuatannya itu ada karmanya, dia tahu itu. Hanya saja dia belum menemukan seorang wanita yang bisa menggetarkan hatinya, seorang wanita yang memang menurutnya sangat sempurnya untuknya.

"Maaf, Tuan ... Nyonya berpesan kalau lima hari lagi Nyonya akan datang kesini," ucap salah satu pegawai Rafael. Rafael hanya mengangguk dan berjalan keluar dari mansionnya.

"Hari ini aku akan membawa mobil sendiri," kata Rafael saat melihat Robert-sopir pribadinya-membuka pintu untuk Rafael, sopir itu mengangguk dan menyerahkan kunci mobilnya kepada Rafael.

Masih ada waktu satu jam sebelum makan siang, dan Rafael tidak tahu harus kemana-kecuali ke tempat Ethan. Ke tempat Luke dan Williams menyenangkan, tapi Rafael sungguh malas ingin pergi kesana.

Akhirnya, Rafael melihat sebuah kafe kecil dan berhenti di depannya. Sebuah kafe yang sepi, tempatnya nyaman-sungguh kenapa orang lain tidak ada yang berminat berkunjung kesana.

Rafael masuk kedalam kafe itu, Rafael sebenarnya kenal dengan pemilik kafe itu, dia adalah seorang laki-laki paruh baya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya.

"Selamat datang, Rafael," ucap Benjamin dengan senyum diwajahnya. "Kau mau makan siang?"

Rafael menggeleng, "tidak, aku akan makan siang dengan Ethan, Luke, dan William. Aku kesini karena ada sisa waktu sebelum makan siang."

Rafael langsung duduk di tempat yang biasa dia tempati, di dekat jendela yang langsung mengahadap kearah orang yang berlalu lalang.

"Ini kopimu, Raf," kata Benjamin sambil menaruh kopi Rafael diatas meja kemudian di duduk di depan Rafael. "Ada apa? Kau ada masalah?"

Rafael tersenyum, sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Ben. Aku rasa aku butuh refresing."

"Kalau begitu, seriuslah kepada wanita," Benjamin tersenyum. "Kau hanya perlu mencintainya dan mengorbankan apapun untuknya."

Rafael menyesap kopinya, "masalahnya itu," Rafel menaruh kembali kopinya di meja. "Aku belum menemukan wanita itu, Ben."

"Kalau begitu berusahalah. Yang aku tahu, kau tidak pernah berusaha mencari wanita itu, kerjaanmu hanyalah duduk di kursi dengan kertas-kertas yang bertebaran diatas mejamu."

Rafael diam, menjernihkan pikirannya dan mencerna kata-kata yang diucapkan oleh Benjamin. Dan itu adalah kebenaran, dia hanya bermain dan tidak pernah serius.

Hingga suara nyaring diteleponnya membuat Rafael mengumpat kecil, dia melihat nama orang yang memanggilnya itu lagi-lagi Ethan si gila.

"Kau kemana saja, Raf?" tanya Ethan. "Kami sudah ada disini, tiga puluh menit kami menunggumu."

Rafael terkekeh, kemudian dia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya, dan benar saja, sudah hampir tiga puluh menit dari jam makan siang.

"Iya, aku segera kesana," Rafael mematikan sambungan teleponnya. Setelah dia berpamitan dengan Benjamin, Rafael langsung bergegas pergi ke restoran yang dimaksudkan oleh Ethan.

Rafael mengahampiri ketiga temannya dengan cengiran khas diwajahnya kalau dia merasa bersalah.

"Bermain sebelum makan siang, huh?" goda William yang melihat Rafael sudah duduk di kursinya.

"Tidak ada permainan pagi, Will. Aku hanya," Rafael mengidikkan bahunya. "Kau tahu lah."

"Melamun atau berpikir?" tanya Luke.

"Aku rasa berpikir," jawab Ethan. "Karena Rafael yang pertama akan pergi."

William dan Rafael terbelalak, sedangkan Luke biasa saja.

"Malam ini di Hotel Grand, Raf," Ethan tersenyum kemenangan. "Jangan lupa dan jangan berani kabur. Aku akan terus memperhatikanmu."

Rafael menyesap kopinya, dan inilah akhirnya.

"Semoga saja dia bukan style-ku."

"Aku harap begitu, Raf," William menepuk pelan pundak Rafael.

Setelah dari makan siang tadi, Rafael langsung pulang kerumahnya, memikirkan bagaimana perempuan yang menjadi teman ranjangnya, jantung Rafael berdetak dengan cepat memikirkan hal itu-ya, meskipun Rafael sudah biasa, tapi ini berbeda. Rafael tidak tahu siapa yang akan menjadi teman ranjangnya.

Tidur siang yang sangat nenyenangkan bagi Rafael harus terganggu dengan kasurnya yang bergerak-gerak.

"Raf ...," dan Rafael tahu itu suara Ethan. Rafael membuka matanya dan mengumpat kecil melihat Ethan sudah loncat-loncat diatas ranjangnya.

"Mandilah, Raf. Ini sudah pukul enam."

Rafael bangkit dan langsung pergi ke kamar mandinya. Hampir tiga puluh menit Rafael di dalam kamar mandi, keluar dari kamar mandi Rafael sudah disuguhkan dengan kamarnya yang sudah seperti kapal pecah dan itu semua karena Ethan.

Rafael berdecak kesal, mengenakan pakaiannya dan berjalan keluar dari mansionnya. Rafael melihat Ethan sudah di dalam mobilnya dan tersenyum melihat Rafael.

"Berhentilah cemberut, Raf. Berbahagialah," ucap Ethan.

"Just shut up, Ethan."

Ethan terkekeh dan mulai melajukan mobilnya menuju ke hotel Grand.

Saat sudah sampai di hotel Grand, Rafael turun dari mobil Ethan dan langsung pergi meninggalkan Ethan.

Hotel Grand merupakan salah satu aset punya William dan hampir seluruh pegawai disana sudah mengenal Rafael.

Rafael berjalan mendekati meja resepsionis yang menurut Rafael sangat ... ya, begitulah.

"Kalau ada orang yang mencariku, katakan saja aku di penthouse empat."

Setelah mengatakan itu Rafael langsung pergi menuju lantai atas dan melihat apa yang terjadi kedepannya.

[TBC]

Terpopuler

Comments

Christian Yaroseray

Christian Yaroseray

nyimak

2020-12-16

1

Christian Yaroseray

Christian Yaroseray

nyimak

2020-12-16

1

Yoen Wahyuni Gusasi

Yoen Wahyuni Gusasi

ga

2020-08-29

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 57 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!