Setengah berlari kelima pria meninggalkan areal perkebunan. Mereka tidak sanggup melihat pemandangan yang menggetarkan tersebut. Bahkan Aldo Riyanda, seorang calon dokter yang biasa bergelut dengan pembedahan juga merasa mual. Mereka berhenti di tepi jalan raya beraspal, di bawah deretan pohon cemara yang tumbuh angkuh menjulang.
“Aku berulang kali melihat bagian dalam tubuh manusia. Tapi kali ini terlalu mengerikan!” desis Aldo.
“Rasanya aku mau muntah. Psikopat macam apa yang sampai hati melakukan itu pada Karina? Sore kemarin kami masih berbincang di ruang baca dengan akrab. Tak kusangka dia berakhir dengan cara setragis ini.” Dengan terengah-engah Cornellio bersandar pada sebuah pohon besar.
“Lalu bagaimana ini? Apakah kita harus memberi tahu yang lain?” tanya Hans.
“Jangan! Kematian Karina adalah rahasia kita yang ada di sini. Jangan sampai para wanita di sana tahu hal ini, karena akan menimbulkan kepanikan dan ketakutan. Lebih baik kita rahasiakan kematian Karina. Aku ingin memeriksa tubuhnya, tapi aku nggak sanggup!” kata Michael. Parasnya masih memucat.
“Bukankah kamu biasa menulis kasus tentang mutilasi seperti ini, Michael?” tanya Aldo.
“Aku menulis berdasar imajinasi saja, Aldo. Bukan melihat langsung di depan mata. Kematian Karina ini sungguh membuat aku sangat terpukul. Melihat isi perut terburai bukanlah hal baik buatku. Karina adalah wanita cantik, cerdas dan baik. Entah mengapa dia dihabisi dengan cara sadis seperti itu!” ucap Michael.
“Menurutmu pelakunya sama dengan yang membunuh Pak Anggara?” tanya Yoga mulai membuka suara. Dari tadi pria muda itu diam, larut dalam pikirannya.
“Kita tidak dapat terlalu dini menyimpulkan. Aku nggak tahu apakah ini berkaitan dengan pembunuhan Pak Anggara, mengingat lokasi pembunuhan yang berbeda. Karina dibunuh di tengah perkebunan teh yang sepi. Siapa saja bisa melakukan itu. Teknik pembunuhan juga berbeda. Karina dibunuh dengan cara yang lebih sadis!” ujar Michael.
“Karina tak mungkin dibunuh orang dari luar. Tak ada orang lain di sekitar tempat ini!” simpul Yoga.
“Itu akan kita bicarakan nanti. Sekarang mari kita kembali ke kastil. Ingat! Bersikaplah seolah tak terjadi apa-apa. Kalau ada yang bertanya, kalian jawab bahwa kalian tidak menemukan Karina. Itu saja!” Michael memberi petunjuk.
Semua mengangguk pertanda setuju.
Kastil itu sudah terlihat dari tempat mereka berdiri. Bangunan tua yang megah dan menyeramkan termakan zaman. Entah siapa yang punya pikiran untuk membangun kastil di tengah perkebunan luas yang jauh dari peradaban ini.
***
Maira membuka matanya perlahan. Rasa pening yang mengendap di kepala sudah perlahan menghilang. Kamarnya terasa lengang. Ia bangkit, bersandar di ujung ranjang. Ditariknya napas dalam-dalam, berusaha mengingat kejadian semalam. Dalam ingatannya hanya tergambar pesta yang penuh alkohol dan dentuman musik.
Untuk memulihkan kesadarannya, ia beranjak ke kamar mandi untuk menyegarkan diri. Bayangan wajahnya terpantul dari cermin di wastafel. Maira melihat bayangan dirinya yang begitu berantakan, dengan rambut yang masai dan paras sedikit pucat.
Setelah puas bercermin, ia menanggalkan seluruh pakaian, kemudian berdiri telanjang di bawah shower, membiarkan percikan air mengguyur tubuh indahnya. Rasa bosan begitu mengganggu, sehingga membuatnya ingin lari dari semua kegilaan yang terjadi.
Selesai mandi, dia sudah siap dengan riasan rapi, keluar kamar menyusuri isi kastil yang masih sepi. Ia tak dapat menemukan seorang pun di sana.
Tumben sepi. Pada kemana ini para penghuni?
Satu-satunya yang berhasil ia temui adalah Helen yang sedang memasak di dapur. Maira mendekat, mengambil segelas air dari kulkas.
“Kemana mereka semua, Helen?” tanya Maira.
“Para pria sedang mencari Karina di kebun teh sedang para wanita sedang mengobrol di gazebo belakang. Anda baru bangun?” tanya Helen sambil mengiris kentang.
“Iya Helen, kepalaku terasa berat. Tapi sudah baikan sekarang. Tadi kamu bilang, para pria sedang mencari Karina. Memangnya dia di mana?”
“Karina menghilang sejak kemarin. Ada yang bilang dia pergi ke kebun teh. Itulah mengapa para pria sedang mencarinya,” kata Helen.
“Menghilang?”
Tak lama, terdengar suara langkah kaki di samping kastil. Para pria telah tiba dari kebun teh. Wajah mereka terlihat tegang, walau berusaha menyembunyikan hal mengerikan yang dialami. Tak ada seorang pun yang berbicara. Mereka memilih untuk mengunci mulut.
“Kalian dari mana?” sapa Maira.
“Dari kebun teh ...,” jawab Hans pendek.
“Helen bilang kalian sedang mencari Karina. Apakah kalian bertemu dengannya?” tanya Maira lagi.
“Maaf Helen, kami tidak berhasil menemukannya. Aku akan kembali ke kamar untuk beristirahat sejenak!” kata Michael.
“Aku juga.”
Perkataan Michael segera diikuti oleh yang lain. Mereka segera kembali ke kamar masing-masing, kecuali Yoga yang harus kembali bekerja.
“Kok mereka pergi begitu saja tanpa penjelasan apapun?” keluh Maira.
***
Para wanita telah selesai bergunjing, melepaskan ketegangan dengan mengobrol masalah-masalah ringan yang terjadi di sekitar. Tentang tas-tas branded keluaran terbaru yang harganya melangit, tentang warna lipstik yang sedang ngetrend, dan berbagai macam pernak-pernik dunia wanita.
Tentu saja disambung dengan topik yang paling diminati, yaitu pria!
“Menurut kalian siapa yang paling tampan di antara para penulis itu?” Adrianna Chen melempar pertanyaan.
“Entahlah. Aku tidak bisa menilai pria dalam waktu singkat. Belum ada yang membuatku tertarik secara fisik. Hans berulang kali menggodaku, tetapi dia sungguh seorang playboy. Dia melakukan itu pada setiap wanita yang disukainya.” Tiara mengutarakan pendapatnya.
“Aku kemarin mengobrol dengan Cornellio. Kupikir dia pria menarik. Aku bisa melihat kharisma yang ada di matanya. Dia juga cerdas. Kupikir aku mulai menyukainya,” ujar Adrianna.
“Oya? Itu bagus!”
“Kalau kamu Rania? Apakah kamu mempunyai pacar sebelumnya?” tanya Adrianna.
Rania yang sedang meminum jus jeruk tiba-tiba tersedak. Ia menggeleng cepat.
“Aku tidak mempunyai pacar!” jawabnya cepat.
Dari arah dapur, Maira mendekati para wanita itu dengan langkah cepat. Sontak semua terdiam. Penampilan Maira yang menggoda seperti biasa seolah membekukan suasana. Ditatapnya gusar para wanita lain yang sedang menikmati hari di gazebo.
“Bagaimana keadaanmu, Maira?” sapa Adrianna.
“Lumayan. Paling tidak aku siap berpesta untuk yang kedua kalinya!” sungging Maira.
“Kami baru saja hendak bubar, karena kami sudah mengobrol dari tadi. Hari sudah menjelang siang dan kami akan beristirahat sejenak di kamar,” sambung Adrianna.
“Kalian tidak suka dengan kehadiranku?” Nada suara Maira mulai naik.
“Eh, bukan begitu Maira. Kami memang hendak pergi. Tetapi kalau kamu mau di sini kami akan temani sebentar. Sebenarnya topik pembicaraan juga sudah selesai,” ujar Adrianna.
Tiara dan Rania hanya diam membisu, karena tak punya hasrat apa pun untuk bersuara. Mereka membiarkan Adrianna mengatasi Maira sendirian.
“Aku sudah tak berminat di sini! Kalian sudah merusak mood-ku hari ini!” gusar Maira.
Ia melangkah meninggalkan gazebo, kembali masuk ke dalam rumah.
“Jangan pedulikan dia! Lagipula omzet penjualan novelku jauh di atas dia!” kata Adrianna sambil tertawa.
“Oya, bagaimana ya kabar Karina?” tanya Tiara.
“Para pria belum kembali sepertinya. Sebentar lagi mungkin mereka akan membawa kabar,” jawab Adrianna.
“Semoga kabar baik.” Tiara menghela napas.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 390 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ● °°~°°Dita Feryza🌺
kenapa harus dirahasiakan segala sihh, 😣
2024-01-16
0
mama galaau
aq skarang curiga michael, 😂
duh jd penasaran akhirnya gimana..
takut baca sendiri 😂
2023-03-14
0
IG: _anipri
si paling penyuka pesta. wkwkwk
2023-01-04
0