Kepergian Jihan

Senyuman terlukis di bibir Jonathan meski samar-samar, meski agak lama tapi Jihan yakin jika pacarnya tersebut akan lama-lama membaik. Keseharian mereka di jalani dengan biasa dan Jonathan sudah mampu menyesuaikan lagi dengan sekitar.

Tidak hanya tersenyum tapi Jonathan juga sudah bisa tertawa saat mendengar lelucon atau menonton film lucu di bioskop yang sering mereka kunjungi. Meski hal itu tidak langsung membuat hubungan Jonathan dan papanya membaik.

Nyatanya hari bahagia cukup sampai di sini saja.saat Jonathan mengetahui kondisi Jihan yang sebenarnya setelah mereka melakukan olahraga lari. Dada yang terat sakit menghentikan langkah Jihan hingga berhenti di tengah lapangan sementara Jonathan masih berlari kencang untuk mendapat nilai yang bagus di pelajaran olahraga, tapi ia belum sadar akan situasi saat itu.

"Jihan ?." Jonathan baru mengayari keberadaan Jihan tidak di sampingnya tadi di belakang dan sedang berusaha di gendong oleh para siswa yang lain.

Dengan langkah cepat Jonathan mendekat, memeriksa apa yang sedang terjadi. Terkejut saat mendapati Jihan pingsan dan langsung Jonathan mengambil alih untuk ia gotong sendiri ke rumah sakit bukan ke UKS.

"Jihan sakit apa ?." Buru-buru Jonathan bertanya saat mendapati seorang dokter keluar dari ruangan Jihan, dokter dengan name tag Juan tersebut wajahnya nampak serius, makin membuat Jonathan takut.

"Saudari Jihan terkena serangan jantung, lebih baik segera hubungi keluarganya karena ini serius." Dokter berlalu meninggalkan Jonathan yang terasa lemas karena terkejut, ia tidak tau apapun sebelumnya dan ia kira Jihan sehat-sehat saja tapi nyatanya tidak.

Detik demi detik yang berganti menjadi menit, jam dan hari yang Jonathan lalui hanya kata harapan yang berusaha ia percayai untuk ada keajaiban agar Jihan sembuh tapi kata dokter Juan tempo hari, Jihan hanya bisa sembuh jika sudah mendapatkan donor jantung untuk kembali beraktivitas seperti semula.

"Pulanglah biar kami yang menjaga Jihan." Mamanya Jihan datang dan Jo pergi bergantian menjaga Jihan. Mereka sudah kelelahan semenjak seminggu yang lalu Jihan belum sadar dan masih dalam keadaan tidak baik.

Bukannya pulang, Jonathan malah mondar-mandir di area rimah sakit untuk berfikir mencari solusi agar Jihan bisa sembuh, nyatanya kondisi Jihan semakin hari semakin memburuk. "Apa yang harus ku lakukan ?." Ujarnya karena kesal.

"Berdoalah, hanya itu yang bisa kita lakukan sebagai manusia." Dokter Juan tersenyum mendekat dan menepuk pundak Jonathan. "Kita tidak bisa merubah takdir Tuhan tapi setidaknya kita mencoba untuk berdoa."

Kemudian dokter Juan pergi untuk memeriksa pasien yang lain, Jonathan di sana hanya terdiam dan merasa sudah berulangkali berdoa hingga akhirnya semua sia-sia jika doanya tidak di dengar oleh Tuhan.

*****

Saat mendengar Jihan sudah sadar Jonathan langsung keluar dari kelas menuju rumah sakit, ia senang sekali akhirnya bisa bertemu san bicara dengan Jihan nanti. Setibanya di sana gadis itu tersenyum dengan wajah pucat dan tak memperlihatkan sakitnya seolah tiada apapun yang terjadi.

"Kamu bolos sekolah ya ? Nggak boleh tau." Jihan memperlihatkan wajah cemberut karena tidak suka dengan tindakan Jonathan yang seenaknya padahal ia senabg bisa di temani.

"Iya kapan-kapan nggak gitu lagi." Jari kelingking ia sodorkan dan jari Jihan menaut tanda janji.

Jonathan meminta papanya untuk mencarikan donor jantung bagi Jihan termasuk orangtuanya Jihan juga melakukan hal yang sama. Tidak hanya doa tapi berusaha namun tidak mudah untuk mendapatkan donor jantung yang sesuai.

Tangan Jonathan menggenggam tangan Jihan dengan erat, wajah gadis itu kian pucat dan seribgkali janyungnya kumat. Jonathan tidak bisa melihat hali itu terus menerus karena hal itu juga menyakitinya.

"Jangan sedih, kelihatan jelek kalau kamu sedih jadi senyum dong, kematian nggak semenakutkan itu."

"Jangan bicara soal mati, aku nggak bisa kehilangan lagi dan aku nggak mau kita berpisah, aku sayang sama kamu Ji."

"Aku juga Nathan." Tiba-tiba jantung Jihan kembali sakit tapi ini tidak seperti biasanya. "Na-than."

"Tunggu Ji." Jonathan memanggil dokter tapi ia terlambat, saat dokter tiba Jihan dalam kondisi kritis. Jonathan enggan untuk beranjak dari sana hingga ia melihat sendiri kematian orang yang di cintainya untuk kedua kali.

"Dokter bagaimana ? Jihan hanya tidur kan ?." Suara Jonathan gemetar dan menolak semua kemungkinan bahwa Jihan telah tiada.

"Maaf tapi kami tidak bisa menyelamatkannya, saudari Jihan telah tiada."

"Nggak Jihan bagun, bangun Jihaaaan."

Keluarga Jihan juga ada di sana dan dokter merasa iba, meski sudah biasa melihat pasien yang meninggal tapi rasa empatinya cukup besar.

*****

Hari demi hari Jonathan kembali hadir dan kini kondisinya lebih buruk, bahkan untuk sekedar hadir di pemakaman Jihan saja Jo tidak mau karena masih sangat berat untuk kehilangan. Ia tidak ingin percaya makanya tidak datang.

Berhari-hari hanya mengurung diri di kamar saja bahkan untuk sekedar bicara ia enggan lakukan. Papanya sudah berusaha untuk membujuk Jonathan keluar dari kamar tapi tidak mau dan hanya diam yang di lakukan.

Sampai akhirnya mereka kedatangan seorang tamu yaitu orangtuanya Jihan sendiri dan Jonathan keluar kamar setelah di beritahu. "Mereka ada di ruang tamu." Ucap papanya Jonathan.

"Kami tau kau sangat sedih sampai tidak datang di pemakaman Jihan, kami juga begitu. Kehilangan anak sangat berat rasanya." Genangan pada mata mamanya Jihan seakan menghilangkan suara yang hendak di katakan hingga papa Jihan yang memilih untuk bicara.

"Sebelum Jihan meninggal dia tau jika sulit mencari pendonor jantung, jadi Jihan bicara dengan kami ingin mendonorkan salah satu organ tubuhnya untuk orang lain dan ingin membantu sekaligus kembali merasakan dunia."

"Kalian menyetujui permintaan Jihan, Tidak kan ?!." Tangan Jonathan sudah mengepal erat, Jihan sudah merasakan sakit selama hidup dan saat meninggal tidak bisa Jo membayangkan salahs atu organ tubuh Jihan di donorkan.

"Ini permintaan terakhir Jihan, tidak mungkin kami menolak."

Ingin rasa Jonathan memukul tembok sekencang-kencangnya dan ia langsung penasaran dengan apa yang di donorkan dan untuk siapa ?. "Apa yang Jihan donorkan ? Kalian tau siapa penerima donor itu ?."

"Jihan mendonorkan matanya, katanya agar ia tetap bisa melihat dunia ini meski raganya telah tiada. Soal penerima donor kami tidak tau."

Sejak saat itu Jonathan tidak pernah lagi di panggil dengab sebutan Nathan karena baginya sebutan itu hanya untuk Jonathan yang lama. Ia lebih suka di panggil Jo dan memulai hidup baru di Jakarta tapi ia bertekat untuk menemukan siapa yang menjadi penerima donor matanya Jihan.

#FLASHBACK OFF

...Dirinya telah tiada...

...Tapi kenangannya selau hidup...

Terpopuler

Comments

Nurbaiti Syah

Nurbaiti Syah

enggak ppa 1/4 thor, yg penting endingnya Erin sama jo

2019-11-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!