#FLASHBACK ON
"Jihan tunggu ." Teriakan Jonathan tidak menghentikan langkah kaki Jihan yang kian cepat berlari, senyuman gadis itu terlihat saat beberapa kali melihat Jonathan yang mengejarnya di belakang.
"Ayo ding Nathan kejar aku, masak kalah sama cewek." Tangannya melambai dia atas kepala dengan nada mengejek, berlari kian cepat hingga tidak terkejar dan keahliannya ini di dapat secara alami tanpa berusaha keras akan tetapi ia merasa sakit di dada yang menbuat spontan berhenti.
"Akhirnya kekejar juga, capek banget." Jonathan merasa nafasnya hampir hilang dan kini ia meraup oksigen sebanyak-banyaknya saat Jihan telah terkejar. Tapi melihat gadis itu yang memegang dadanya membuat penasaran. "Kamu kenapa ?."
Jihan menurunkan tangan dari dadanya, ia tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa. Dan berdiri menghadap Jonathan. "Kayaknya aku lari terlalu cepat, rasanya haus banget."
"Yaudah kita cari minum di sana."
Di jembatan kecil disekitar danau indah di Bandung, Jonathan merasa hari ini sangat mendukung apa yang telah ia rencanakan sebelumnya. Telah lama ia dan Jihan berteman dan merasa bahwa hubungan ini ingin diupgrade menjadi pacar. Telah lama Jonathan menyimpan rasa pada gadis dengan poni samping yang nampak manis ketika senyum tersebut.
"Nggak terasa ya Jo udah sore aja, kalau sore rasanya udah nggak hari minggu lagi tapi hari senin. Kan jadinya males besok udah sekolah, kalau kamu gimana Jo ?." Tidak terdengar suara dan tanggapan apapun dari Jonathan hingga Jihan menoleh mendapati Jonathan yang malah terlihat gugup.
"Kenapa Nathan ?."
"Ada hal yang mau aku omongin ke kamu, kita udah lama temenan kan ?." Pertanyaan itu di angguki Jihan dan gadis itu masih terlihat menyimak. "Sebenarnya udah lama aku punya perasaan yang lebih dari teman sama kamu, mau nggak kamu jadi pacar aku ?."
"Kamu barusan nembak aku ?." Ulang pertanyaan Jonathan dan kini lelaki itu yang mengangguk, berharap Jihan menerima namun gadis itu masih terkejut tapi kemudian ia tersenyum dan memegang tangan Jonathan.
"Iya aku mau."
Senyuman terlukis dalam bibir keduanya, akhirnya setelah lama memendam rasa dan terjebak dalam friendszone, Jonathan dan Jihan berpacaran mulai hari ini.
Di usia yang masih sangat muda Jonathan merasa hidupnya bahagia dengan keberadaan orang tua, pacar dan bergelimang harga. Tiada yang kurang dan ia yakin semua akan seperti ini selamanya, tapi ia lupa bahwa tiada yang abadi di dunia ini.
"Jo ayo pulang." Jihan menghampiri, senyumnya merekah menyambut tangan Jonathan.
HP berbunyi dari papa dan ia segera mengangkatnya, "ada apa pa ?." Jonathan mendengarkan dan dari matanya dapat di simpulkan jika ia terkejut atas kabar yang telah di berikan.
"Ada apa Nathan ?."
"Aku harus segera ke rumah sakit, mama dirawat disana."
"Aku ikut."
Langkah kaki kian cepat bahkan di lorong rumahs akit yang sepi tersebut hanya terdengar dua pasang kaki mereka. Jonathan san Jihan buru-buru ke ruangan yang telah di beritahukan dan saat tiba benar-benar syok saat mendapati mamanya Jonathan yang terbaring tidak sadarkan diri dengan wajah pucat.
"Pa mama kenapa ?."
"Mama sebenarnya sakit kanker sudah sejak lama tapi mama minta papa rahasiakan hal ini ke kamu, tapi kondisi mama sudah semakin memburuk akhir-akhir ini, papa takut hidup mama nggak lama lagi makanya papa bilang hal ini."
Jonathan mendekati mamanya yang terlelap menahan rasa sakit, banyaknya alat yang di pasang di yubuh membuat Jo ngeri sendiri. Ia takut sekali bahkan tubuhnya gemetar saat memegangi tangan mamanya.
"Ma bangun, aku janji bakal selalu nurut sama mama."
Hari demi hari Jonathan dan papanya bolak-balik tumah sakit dan rumah untuk bergabtian menjaga mama, sedangkan Jihan berusaha mengerti dan tidak menuntut perhatian lebih karena tau persis bagaimana kondisi mamanya Jonathan.
"Nathan gimana tante, apa ada perkembangan ?."
"Mama masih belum membuka matanya, sekarang hanya doa yang bisa nyelamatin mama tapi apa Tuhan mendengar doaku ?."
"Tuhan denger kok, kita sama-sama berdoa ya."
Mereka bertiga berada di sana dan melihat bagaimana jemari yang kian kurus itu bergarak mencoba meraih sesuatu yang tidak dapat di ambilnya. Jonathan menyadari pergerakan tersebut dan menggenggam tangan mamanya.
"Syukur mama bangun, mama mau aku ambilkan apa ?."
"Jonathan, papa, Jihan ....... Mama senang kalian kelihatan sehat saja, mama rasa umur mama nggak akan panjang."
"Mama nggak boleh ngomong seperti itu." Papa memanggil dokter agar memeriksa kondisi istrinya.
"Jo...nathan san Jihan kalian harus janji selalu bahagia."
Jo melihat Jihan dengan suasana hati yang tidak baik, ia memberikan kode agar menyanggupi permintaan mamanya san mereka mengangguk bersama.
"Iya ma tapi mama juga harus janji akan sembuh dan kita sama-sama pulang."
"Ma...maaf mama nggak bisa." Tautan tangan itu terlepas, Jonathan bergetar dan tidak mampu untuk percaya bahwa mamanya telah tiada, ia menyangkal semua kemungkinan buruk yang ada.
Dokter san suster datang dengn tergesa, memeriksa kondisi dan menutup mata mamanya Jonathan. Satu kata yang keluar dan membuat semua terisak.
" Inalillahi ibu Sania telah tiada."
"Nggak mungkin dokter pasti bohong, ma bangun ma jangan tinggalin aku ma."
"Jonathan mama telah tiada." Papanya Jo berusaha untuk menenangkan tapi rasa sedih yang sama juga di rasakan hingga ia mengerti.
Pelukan Jihan berusaha untuk menenangkan Jonathan agar ikhlas menerima kematian akan cepat atau lambat terjadi, cinta kepada orangtuanya memang tak akan terganti.
"Aku ada disini Nathan temenin kamu, yang ikhlas ya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments