Buku dengan sampul berwarna lilac yang baru Erin miliki pemberian dari Wisnu kembali di buka. Bukan untuk membaca cerita di dalamnya tapi ingin mengetahui apa yang tadi terjatuh, ia rasa itu sepucuk surat kecil dan ternyata benar saja.
Ada amplop yang baunya wangi seperti Wisnu, sedikit ragu untuk membaca tapi ia lanjutkan. Matanya menelusuri setiap kata yang tertulis dengan rapi, Erin merasa tidak sanggup. Kertas itu kembali di lipat dan di masukkan ke dalam amplop.
Sebuah pernyataan cinta, satu hal yang selalu Erin takutkan dari dulu karena ia tidak bisa membalas dengan perasaan yang sama. Belum pernah pacaran dan Erin takut untuk memulainya meski hanya mencoba.
"Bagaimana caraku menjawabnya ?." Tatapan itu sendu, sinar matanya nampak redup dan kepalnya terasa berdenyut, jika belum pacaran saja ia sudah banyak pikiran seperti ini lantas bagaimana jika ia memutuskan untuk pacaran.
Malam hari berlalu, dalam surat Wisnu menunggu Erin di balkon karena tempat itu cukup sepi, dengan ragu Erin mengintip keberadaan Wisnu yang sudah terlebih dahulu di sana. Meski begitu akan lebih sulit jika tidak di selesaikan sekarang juga.
Dengan berat kaki Erin melangkah, ia semakin dekat hingga Wisnu bisa melihat dan setelah di depannya keheningan terjadi. Dari bawah sana Jo bisa melihat Erin dan Wisnu yang berbicara dan bahkan ada Andika juga yang melihat. Keduanya penasaran apa yang Erin bicarakan dengan Wisnu.
"Ditembak tuh pasti." Andika memberikan komentar dan sejenak melihat Jo yang masih memperhatikan dalam diam. "Lo gimana kalau mereka benar jadian ?." Pertanyaan Andika mempu membuat Jo menoleh tapi belum mampu untuk berbicara.
Di sana Erin masih ragu dan mereka masih beradu pandang, ia memberikan kertas berisi ungkapan hati Wisnu. "Kamu suka aku ?." Berusaha memastikan kembali.
"Iya sejak dulu tapi baru kali ini aku berani ungkap saat kamu sama cowok lain, gimana jawaban kamu ?."
"Ma-maaf Wisnu tapi sepertinya kita tidak bisa pacaran, aku minta maaf."
"Tapi kenapa, apa kau sudah pacaran dengan anak baru itu ?."
"A-aku tidak pacaran dengan Jo." Erin bingung harus menjawab apa karena nyatanya diantara dia dan Jo tidak pacaran dan tidak ada alasan tepat untuk menolak Wisnu jika hanya menjawab bahwa Wulan ingin fokus pada sekolah saja.
"Lalu kenapa ?." Wisnu masih menuntut jawaban yang ia mau tapi pada dasarnya setiap manusia hanya ingin jawaban yang diinginkan hingga tidak akan pernah cukup jika menerima penolakan.
"Tidak ada alasan khusus, aku memang hanya ingin sekolah saja dan kita tetap berteman."
Dibawah sana Jonathan tanpa sadar mengeratkan genggamannya, dan melangkah ke depan meninggalkan Andika yang berteriak namanya tapi di hiraukan begitu saja. Erin mendengar nama Jo disebut, ia spontan melihat ke bawah dan terkejut mendapati Andika juga Jo berada di sana dan pasti melihatnya.
"Maaf Wisnu." Dengan cepat Erin pergi, ia tidak memperdulikan yang lain dan menuruni ana tangga untuk menemui Jonathan.
Bola basket diambil Jo, ia menggiringnya ke dalam ring dan berhasil, berolah raga disana hingga ia lelah. Kebetulan keadaan sekitar sepi hingga tidak melihat kegilaannya. Lama bermain basket hingga keringat membasahi dahi dan sekitar lehernya, Jo merasa lelah dan duduk di lapangan menghadap ke bawah.
"Haus nggak ?."
Suara dari seorang wanita membuat Jo terkejut, ia mendongak untuk memastikan dan ternyata gadis itu adalah Rani yang menyodorkan botol minuman isotonik. Jo tidak langsung mengambilnya, ia sedikit tersenyum berharap bahwa orang lain yang memberikannya.
"Nggak gue racunin, paling kasih sianida dikit. " Ungkapnya saat Jo tak segera menerima dan hal itu membuat Jo mengambil botol tersebut, terasa haus membuat minuman langsung tandas dalam sekejap.
Rani duduk di sebelah Jo mengamati ke sekitar dan ke depan, tidak ada sesuatu yang menarik hingga Jo terlalu lama disana. Sebenarnya tadi Rani tidak sengaja melihat Jo bermain basket tapi caranya seperti orang yang sedang berambisi karena terlalu gila.
"Ngapain celingukan ?."
"Gue penasaran aja apa yang membuat elo betah main basket lama, gue aja lihat basket berasa sebel apalagi kalau nggak masuk ring."
"Ha ha ha." Pernyataan Rani mengundang gelak tawa." Aneh banget zaman sekarang ada yang nggak bisa main basket, sini gue ajarin mumpung lagi baik."
Mereka berdiri menghadap ring dan Jo mengajari teknik yang ia pahami dan ciptakan untuk tepat sasaran dan mudah masuk ke dalam ring. "Dan intinya jangan ragu." Ujarnya saat melihat Rani.
"Iya." Rani memegang bola basket, menghirup nafas sejenak dan membuangnya setelah itu bersiap lalu melempar dari kejauhan. "Eh Jo lihat masuk Jo, masuk."
Baru kali ini Rani merasa bermain basket semudah ini dan ia langsung berhasil dalam sekali coba. Rani melakukan high five dengan Jo dan tanpa mereka ketahui bahwa Erin juga Andika memperhatikan dari kejauhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments