Bab 14

Suasana mobil saat ketiganya dalm perjalanan pulang dari rumah sakit.

Sedikitnya Zayn merasa kasihan dengan Adhisty yang tiba-tiba saja terlihat murung dan hanya diam sejak dari rumah sakit tadi. Ia sadar, mungkin ucapan Salwa telah menyakiti hati wanita tanpa sengaja. Sesekali ia melirik Adhisty dari kaca tengah. Gadis itu terus mengarahkan pandangannya ke luar dan melamun.

Adhisty memang langsung kehilangan moodnya saat tadi sala mengklaim anak dalam perutnya adalah anaknya dan Zayn. Meskipun itu benar adanya, karena rahimnya sudah di bayar oleh wanita itu. Tapi, tetap saja rasa sesak tak mampu ia tepiskan.

"Bang, ini udah waktunya makan siang. Em, gimana kalau kita makan di luar? udah lama kita nggak makan di luar, kan?" ucap Salwa tiba-tiba. Ia bergelayut manja pada lengan Zayn yang sedang mengemudi.

"Kamu mau kan Dhisty, makan di luar?" Salwa bertanya pada Adhisty tanpa menoleh.

Zayn melirik Adhisty dari kaca tengah, ia penasaran apakah wanita itu setuju atau tidak.

"Nggak ah mbak, aku makan di rumah saja. Kalau kalian mau makan berdua silakan, aku bisa pulang naik angkot atau taksi," tolak Adhisty. Ia tak nyaman berada diantara Zayn dan Salwa. Ada rasa yang tak ia mengerti dalam dadanya setiap melihat kemesraan keduanya. Memang, akhir-akhir ini perasaan Adhisty sangat sensitif sekali.

Salwa terus memaksa, ia tahu Zayn tak akan mau menurunkan Adhisty dijalan begitu saja. Pada akhirnya Adhisty terpaksa setuju karena Zayn sudah mengeluarkan keputusan mutlak untuk mereka bertiga makan siang di luar siang itu.

Mobil yang Zayn kemudikan parkir di halaman sebuah resto ala pedesaan.

Zayn melarang Adhisty saat wanita itu hendak membantu mendorong kursi roda yang di duduki Salwa," Biar saya saja!" ucapnya. Ia tak mau Adhisty kecapean dengan mendorong Salwa dari parkiran hingga ke dalam yang jaraknya cukup jauh. Tapi, Adhisty mengartikannya lain, ia justru berpikir kalau itu adalah bentuk kasih sayang Zayn kepada Salwa.

.....

Setelah beberapa lama menunggu akhirnya pesanan datang. Semuanya adalah menu pilihan Salwa tanpa bertanya kepada Adhisty maupun Zayn apa yang ingin mereka makan. Seolah ia paling tahu apa yang mereka suka dan tidak.

Ternyata, Adhisty masih belum bisa makan sembarangan. Ia sudah merasa mual padahal baru, mencium bau makanan ang di pesan Salwa tersebut. Tak tahan dengan baunya, Adhisty langsung berlari ke toilet.

Zayn khawatir, ia hendak menyusul Adhisty tapi di cegah oleh Salwa.

Tak lama kemudian, Adhisty kembali ke meja mereka. Tapi, ia langsung pamit untuk pulang duluan.

"Kamu bisa naik taksi kan?" tanya Salwa sat Adhisty pamit pulang duluan. Adhisty mengangguk.

Namun, ternyata Zayn membuat keputusannya sendiri, "Kita pulang saja!" ucapnya.

"Tapi, Bang. Kita belum jadi makan," ucap Salwa.

"Salwa, kita bisa makan di rumah," sahut Zayn. Keputusannya sudah bulat.

Meski kesal, Salwa mengikuti kemauan suaminya dan mereka pulang dan tak jadi akan di sana.

Salwa kesal kepada Zayn karena pria itu membatalkan makan siang mereka hanya demi Adhsity. Wanita itu merajuk dan mulai mencurigai suaminya.

"Jangan bilang abang mulai ada rasa sama dia?" tuduh Salwa.

Zayn yang malas berdebat dengan Salwa langsung menyahut dengan kalimat mematikan," sepertinya kamu yang mulai lupa dengan apa yang bisa abang makan dan tidak. Abang alergi jika makan seafood, kau melupakannya," ucapnya telak. Yang mana membuat Salwa bungkam.

Sebenarnya itu bukan alasan utama Zayn, ia bisa saja memesan lagi menu lain untuk ia makan. Tapi, entah kenapa hatinya tergerak untuk memilih membatalkan makan siang mereka tadi Karena Adhisty yang ingin pulang duluan.

"Maaf, bang. Aku.." Salwa sedang mencari alasannya karena ia benar-benar lupa satu hal itu.

"Mungkin kamu ingatnya aku orang lain?" tak ada emosi dari kalimat yang Zayn keluarkan.

"Abang!" Salwa tak terima akan tuduhansuaminya tersebut.

Zayn tersenyum, "Bukan masalah besar, sudahlah jangan di bahas lagi," ucapnya. Ia kemudian berjalan menuju ke pintu.

"Abang mau kemana?" tanya Salwa.

"Mau masak, demi calon anka kita," sahut Zayn.

"Biar Salwa saja, abang bisa istirahat," sergah Salwa.

Zayn setuju, tak ada salahnya membiarkan Salwa memasak untuk Adhisty," kalau begitu, abang ke ruang kerja dulu. Ada yang harus abnag kerjakan,"

Salwa mengangguk. Ia keluar menuju ke dapur dan mulai meminta bibi untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan ia masak untuk makan siang yang tertunda tadi.

Selesai masak, Salwa mneyuruh bibi untuk memanggil Adhisty seperti biasa. Karena tadi sudah merusak acara makan siang mereka di luar, Adhisty langsung mengiyakan dan segera turun. Ia tak ingin Zayn dan Salwa semakin kelaparan karena lama menunggunya.

"makanlah, Dhisty! ini abang yang masak," dusta Salwa. Berharap dengan begitu Adhisty maum makan masakannya.

Zayn langsung menetap Salwa karena ia merasa tak memasak apapun untuk Adhisty. Namun Salwa pura-pura tak melihat tatapan peringatan suaminya.

Namun, sepertinya usaha Salwa tetap tak berhasil. Adhisty tetap mual saat memakannya.

" Maaf, aku nggak bisa makan ini. Bukannya aku nggak menghargai, tapi benar-benar nggak bisa," Adhisty menatap Zayn penuh sesal. Ia pikir beneran Zayn yang memasaknya.

Zayn kembali menatap Salwa, "Kalau memang Tidak bisa, jangan di paksa. Biar saya yang masak buat kamu," ucapnya lalu beranjak dari meja makan menuju ke dapur.

Adhisty langsung menatap Salwa kesal, ternyata wanita itu bohong. Bukan Zayn yang masak. Pantas ia mual saat memakannya.

Tak butuh waktu lama Zayn kembali ke meja makan dengan membawa semangkuk sup ayam buat Adhisty. Ia sengaja memask yang simpel dan cepat karena tahu jika Adhisty pasti sudah menahan lapar.

Adhisty dengan lahapnnya makan hingga sup itu habis tak tersisa. Ia sendiri heran kenapa anaknya itu manja sekali dengan ayahnya. Untung saja, diam-diam Zayn itu punya keahlian memasak.

Melihat Adhisty makan dengan lahap, tanpa sadar Zayn mengangkat sudut bibirnya. Pemandangan itu meremat hati Salwa.

"Kamu tuh harus belajar buat nggak manja, Dhisty. Di sini kamu di bayar Bukan buat manja-manjaan dengan suamiku seperti ini. Kamu harus sadar diri! ayah kamu sudah menjual kamu tak ubahnya seorang wanita bayaran!" ucap Salwa.

"Salwa!" tegur Zayn, ia merasa kali ini Salwa sudah keterlaluan.

Adhisty menahan air matanya supaya tidak jatuh mendengar ucapan Salwa. Ia tak boleh menangis, harus bisa mempertahankan harga dirinya.

"Aku hanya , memperingatkan dia, Bang. Jangan sampai dia lupa kenapa bisa berada disini. Bukan untuk menjadi nyonya di rumah ini, melainkan hanya untuk melahirkan anak untuk kita,"

Zayn ingin membuka mulutnya menasihati Salwa, tapi keburu Adhisty angkat bicara duluan.

"cukup, mbak! Tak perlu mbak ingatkan terus menerus, aku akan sadar dan terus, mengingat posisiku di sini. Aku sangat sadar betul tentang siapa aku dan siapa kalian. Tak perlu mbak terus mengataiku seperti itu, karena itu hanya akan menjatuhkan harga diri mbak sendiri, bahkan di depan suami mbak ini,"

Salwa menatap Zayn pria itu bergeming, seolah membenarkan kalimat Adhisty barusan.

"Aku harus bilang berapa kali, kalau aku sama sekali tak berniat untuk manja dengan suami mbak Salwa ini!"

Kali ini Zayn menetap Adhisty, entah kenapa ia tak suka saat Adhisty mengatakannya. Karena posisinya dan Salwa saat ini adalah sama, sebagi istrinya. Walaupun memang ada perjanjian di balik pernikahan mereka, tapi tetap saja status wanita itu adalah istri sahnya di mata agama.

"Kalau begitu, tunjukin kalau kamu memang tidak memanfaatkan keadaan," ucap Salwa.

"Apa perlu mbak Salwa hamil dulu lalu baru bisa mengerti posisiku saat ini?" Entah harus bagaimana lagi Adhisty mengatakaannya.

"Maksud kamu apa? Kamu meledekku karena aku nggak bisa hamil? Jangan mentang-mentang kamu wanita yang sempurna dan bisa hamil, kamu jadi seenaknya menghinaku. Aku memang cacat, tapi kamu tidak harus meledekku, Dhisty,"

Adhisty menghela napasnya berat, wanita di dapannya ini pintar sekali memelintir fakta. Dia yang mulai duluan menghina Adhisty, tapi dia bertindak seolah korban di sini.

" memang begitu kan kenyataannya? mbak ngak bisa hamil dan menyewa rahim ku, makanya mbak nggak bisa paham akan kondisi wanita yang sedang hamil sepertiku!" sekalian Adhisty buat salwa semakin kesal. Biar aktingnya sebagai wanita tersakiti semakin menjiwai.

Benar saja, Salwa menangis. Ia memilih pergi dari sana.

"Apa tidak bisa jaga kalimatmu? lihat! Salwa jadi menangis karena kamu! Dia memang gak bisa hamil, tapi tidak seharusnya kamu mengatasinya," ucap Zayn penh penekanan,

" Aku tidak mengatasinya! lagian, Kalau bukan mbak Salwa yang mulai duluan, akku juga tidak akan berkata yang menyakiti perasaannya! Kamu juga lihat sendiri kan siapa yang mulai?" sahut Adhisty.

Zayn tak lagi bicara, ia memilih menyusul Salwa ke kamarnya.

Adhisty memejamkan matanya, dadanya bergemuruh hebat. Ia tak ingin di bela, tapi setidaknya Zayn harus adil dalam bersikap. Lagi-lagi Adhisty di buat kecewa dan sedih.

Adhisty memilih pergi ke taman. Adhisty duduk melamun seorang diri. Sesekali air matanya keluar.

Entah berapa lama ia duduk melamun seorang diri hingga tiba-tiba badut yang tempo hari berada di depannya dan menyodorkan permen kapas kepada Adhisty.

Adhisty mendongak, "kamu lagi," ucapnya memaksakan senyum yang kontras dengan suasana hatinya saat ini.

Badut itu mengangguk lalu duduk di samping Adhisty.

"boleh aku curhat sedikit? aku nggak tahu harus cerita kepada siapa, rasanya di sini sesak banget," Adhisty menunjuk dadanya sendiri.

Badut itu mengangguk, "Kamu nggak akan bosan kalau dengar aku cerita?"

"Nggak akan, Dhisty. Ceritalah apa yang ingin kamu ceritakan, keluarkan apa yang kamu pendam, jangan kamu menahannya sendiri," batin badut tersebut.

Adhisty menjatuhkan kepalanya di bahu badut tersebut," kadang aku lelah dengan hidup yang aku jalani, dut. Aku ingin menyerah dengan semua ini. Tapi, ku juga tak bisa membiarkan orang yang akus sayangi menderita," Adhisty kembali menitikkan ait matanya. Ia merutuki dirinya sendiri yang mulai merasa tak senang jika Zayn terus membela Salwa. Padahal sebelumnya ia tak peduli. Ia juga mulai merasa takut kehilangan janin dalam perutnya suatu saat nanti. Lambat laun, bayi itu akan lahir dan ia harus memberikannya kepada Salwa.

Badut itu terus mengusap lembut rambut Adhisty.

Sementara itu di rumah, Salwa mengetahui dari pelayan jika Adhisty tadi pergi begitu saja tanpa membawa apapun termasuk ponselnya. Hingga sore hari gadis itu tak kunjung pulang. Apa gadis itu kabur? Salwa lalu meminta Zayn untuk mencari Adhisty. Ia khawatir jika gadis itu beneran kabur dan ancaman untuk memenjarakan ayahnya tak lagi mempan.

Zayn yang baru mengetahui Adhisty pergi tanpa membawa apapun, langsung saja berjalan cepat menuju mobilnya untuk mencari Adhisty.

"Kamu nggak suka bicara ya? cuma mau jadi pendengar aja?" tanya Adhisty yang penasaran dengan badut tersebut yang sama sekali tak pernah bicara kepadanya. Tapi, perlakuan badut tersebut sangat lembut kepadanya. Adhisty merasa tak asing dengan badut tersbut.

Karena penasaran, Adhisty memaksa badur tersebut melepas kepala beruangnya. Badut itu terus menghindar dan menolak hingga akhirnya Adhisty berhasil membukanya. Benar dugaannya, badut tersebut adalah orang yangs sangat ia kenal, yaitu Arka.

"Dhisty,"

"Kenapa mas Arka melakukan ini?" tanya Adhisty. Ia malu kepada pria tersebut dan ingin pergi. Namun, Arka menahan tangannya.

"Lepas, mas!" ucap Adhisty. Ia tak berani menatap mata Arka. Ia semakin terisak, malu karena Arka tahu kalau dirinya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Arka menarik Adhisty ke dalam dadanya. Adhisty seperti tak memiliki kekuatan untuk menolak pelukan itu.

Zayn yang baru saja tiba di taman tersebut melihat Adhisty yang sedang di peluk oleh Arka. Ia langsung menghampiri keduanya dan menarik paksa Adhisty.

"Tolong Anda jangan kasar kepadanya. Lihatlah, dia tidak mau ikut dengan Anda, jangan paksa dia," ucap Arka.

"Jangan ikut campur urusan saya dengan istri saya! Anda hany orang luar yang tidak tahu apa-apa," balas Zayn. Ia tak peduli ekspresi Adhisty yang meringis menahan sakit di pergelangan tangannya.

Tiba di rumah, Zayn terus menarik tangan Adhisty menuju kamarnya. Tak peduli dengan pertanyaan yang Salwa lontarkan saat mereka sampai tadi.

Sampai di kamar, barulah Zayn melepas tangan Adhisty dari cengkeramannya, "Apa begitu kelakukan seorang wanita bersuami? Mau di peluk pria lain seperti wanita murahan?"

Hati Adhisty yang masih terluka karena kejadian di meja makan tadi, bagai di siram dengan air garam dengan ucapan Zayn barusan.

Adhisty menatap mata Zayn seolah menantang pria tersebut," Kenapa? Ada yang salah? Dia kekasihku, wajar kalau memelukku. Sedangkan kamu, bukan siapa-siapa ? Status kita tak lebih dari penyewa dan yang menyewakan rahim!"

Mendengar ucapan Adhisty, membuat Zayn semakin murka," Baiklah, kalau begitu. Akan saya tunjukkan siapa di sini yang lebih berhak atas dirimu!" Zayn langsung mencium bibir Adhisty dengan kasar sebagai pelampiasan kekesalannya. Adhisty berontak tapi terus melakukannya seperti kerasukan.

Lambat laun ciuman itu berubah lembut dan menuntut. Adhisty tak lagi melawan. Bahkan saat Zayn kembali menggagahinya di atas kasur. Kali ini pria itu melakukannya dengan lembut, sangat berbeda dengan saat pertama kali mereka melakukannya.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Nendah Wenda

Nendah Wenda

Zayn ujung ujungnya olahraga ranjang 😅😅

2024-04-04

0

Fifid Dwi Ariyani

Fifid Dwi Ariyani

trussabar

2024-04-13

0

linanda eneste

linanda eneste

adhisty.. tinggal aj sm mommy senja

2024-04-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!