Part 11

Untung saja Faydor dan Galtero masih bocah, kalau besar, sudah pasti akan dijitak atau dijewer oleh Geraldine karena telah mempermalukannya di depan Roxy. Meskipun pria itu hanya diam dan menatapnya datar, tapi tetap saja rasanya canggung sekali. Dia jadi seperti wanita yang gagal move on dan seakan sengaja mencari gara-gara kalau seperti ini. Entahlah, rasanya ingin sekali meninggalkan wajah di mansion saja supaya tak malu.

“Faydor, Galtero.” Geraldine yang masih berjongkok pun mengusap rambut dua keponakannya untuk memberikan pengertian. “Kalian salah, jadi harus minta maaf, ya?”

“No!” Dua balita itu justru melengos bersamaan.

Jika Geraldine berusaha menasehati anak kembarannya, berbeda dengan Roxy yang diam-diam tersenyum tipis. Melihat Geraldine begitu keibuan sangatlah menyentuh hati. Tapi, dia tidak boleh terlalu mencolok kalau saat ini sedang terenyuh. Ada misi yang perlu dilakukan yaitu membuat wanita itu menyesal, bertekuk lutut padanya, dan membalaskan rasa sakit hati yang sudah ditorehkan.

“Heh! Dasar anak-anak nakal! Cepat bersihkan pakaianku!” Wanita yang datang bersama dengan Roxy itu mengomel dan menarik kasar tangan dua balita tersebut agar tanggung jawab menghilangkan noda di gaun seksinya.

“Jangan kasar dengan mereka!” sentak Geraldine. Melihat keponakannya dipaksa, tentu saja membuat naik pitam.

“Mereka sudah mengotori pakaian mahalku, seharusnya memang tanggung jawab membersihkan, atau kau yang mau menggantikan mereka?”

Geraldine mengepalkan tangan saat wanita itu berbicara dengannya sangat angkuh. Wah, kurang ajar, membuat matanya sampai mendelik kesal.

“Aunty, tidak apa, kami akan bersihkan.” Faydor ingin mengedipkan mata sebelah pada Galtero sebagai isyarat akan semakin mengerjai. Tapi, karena belum bisa, jadilah kedua matanya yang berkedip.

“Iya, Aunty. Ayo, Faydor, kita bersihkan nenek sihir yang jahat,” tambah Galtero.

Geraldine menahan tawa saat keponakannya menyeletuk memberikan panggilan yang entah mereka tahu artinya atau hanya menirukan apa yang didengar dari tontonan. Begitu juga dengan Roxy yang rasanya ingin tersenyum tapi harus di tahan supaya tetap terlihat cool.

Sedangkan wanita yang diejek justru memekik. “What? Kalian menghinaku?!” Tangannya tiba-tiba terulur dan menjewer telinga dua balita tersebut.

“Aaa ... Aunty, tolong ... sakit,” rintih Faydor dan Galtero secara bersamaan. Tapi, tangan keduanya sembari membalurkan makanan yang tadi ditumpahkan supaya mengotori pakaian wanita itu lebih lebar lagi.

“Shitt! Kalian semakin mengotori gaunku!” Wanita itu mendorong Faydor dan Galtero sampai keduanya terhuyung dan jatuh di lantai.

Geraldine tidak bisa diam melihat keponakannya disakiti seperti itu. Dia berteriak memanggil nama kembarannya supaya mendekat. Tapi, matanya tetap mendelik pada wanita yang berani kasar pada Faydor dan Galtero.

Gerald memang sigap dan langsung menghampiri saat tahu kalau anaknya disakiti oleh orang. “Dia menyakiti jagoanku?”

“Ya, bawa mereka, akan ku berikan pelajaran pada wanita ini!” titah Geraldine.

Memastikan keponakannya sudah dibawa oleh Gerald, Geraldine pun langsung melayangkan tamparan. Sangat keras dan bertenaga karena sampai menimbulkan bunyi dan kepala wanita itu menengok. Pasti akan menimbulkan bekas merah di pipi.

“Berani kau menyakiti keponakanku?!” Tak puas, Geraldine juga menampar pipi satunya.

“Mereka yang terlebih dahulu menggagguku. Kau seharusnya sebagai keluarganya yang bertanggung jawab membersihkan gaunku!” Tidak mau kalah, wanita itu berdiri dan menantang Geraldine. Dia ingin membalas menampar.