Part 6

Roxy belum menyerah begitu saja. Dia memang pejuang tangguh. Meski sudah ditolak depan umum, tapi tidak merasa dirinya direndahkan oleh Geraldine. Justru sekarang sedang mengejar wanita itu sebelum sang pujaan sampai ke mobil.

Roxy menarik tangan Geraldine hingga tubuh wanitanya berbalik badan, menghadap ke arahnya. “Aku tak yakin jika kau tidak mencintaiku. Saat mengucapkan itu, matamu tak menatapku, pasti ada yang kau tutupi dariku.”

Geraldine menyentakkan tangan hingga terlepas dari cekalan. “Aku tidak mencintaimu!” Dia kembali mengucapkan kalimat tersebut dengan tegas dan dua bola mata menatap wajah Roxy dengan mimik angkuh. “Puas?!”

“Belum, berikan aku kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta padaku.” Roxy menggenggam kedua tangan Geraldine. Menunjukkan betapa serius pria itu pada putri dari bosnya.

“Tidak ada kesempatan apa pun. Dua tahun sudah cukup membuktikan kalau di hatiku tidak ada namamu!” Geraldine menunjuk dada Roxy dan terakhir mendorong pria itu ke belakang supaya terhuyung.

Menghela napas kasar, menunjukkan bahwa ia mulai lelah, Geraldine pun kembali mengayunkan kaki menuju mobilnya yang sudah tak jauh lagi.

“Kau adalah wanita pertama yang merasakan keperkasaanku, dan aku juga pria yang mengambil mahkotamu. Apakah semua itu tidak penting bagimu? Ketika awal bercinta, kita sama-sama masih virgin. Mulai saat itulah aku tidak pernah berniat untuk mengenal wanita selain kau.” Roxy begitu frontal, mengucapkan kalimat yang terkesan fulgar di depan pintu perusahaan Geraldine. Dia tak peduli kalau kenyataan itu diketahui oleh orang lain. Toh, memang fakta dan ia ingin semua tahu bahwa cintanya bukan sekedar main-main.

Geraldine membuka pintu mobil. Sebelum masuk, dia menengok ke arah Roxy yang masih setia berdiri. Tatapan pria itu dingin, tapi memang dari lahir memiliki mimik wajah yang datar. “Anggap saja itu adalah coba-coba.”

Roxy sampai mengepalkan tangan. Susah sekali melunakkan hati Geraldine yang keras bagaikan batu. “Ku tanyakan sekali lagi padamu. Ini akan menjadi keputusan terakhir.”

“Hm, cepat katakan!”

“Apa kau yakin tak akan menyesal jika berhenti ku perjuangkan?”

“Sangat yakin.”

“Baiklah, terima kasih atas semua kenangan indah dan manis yang sudah kita lewati bersama. Serta luka yang kau buat, tak akan pernah ku lupakan sampai kapanpun.” Roxy mengatakan itu dengan kaki terayun ke depan dan mendekati Geraldine.

Geraldine masih berada di ambang pintu mobil. Menatap Roxy dengan alis naik sebelah. “Ku rasa, kau perlu segera mencari wanita baru, agar bisa cepat melupakan aku.”

Tepat di depan sang wanita, Roxy mencengkeram pipi Geraldine, tapi tidak menyakitkan karena tak kasar. “Hal paling aku inginkan saat ini hanyalah membalaskan rasa sakit hati yang kau torehkan.” Tak ada tatapan yang meneduhkan lagi di wajah pria itu.

Roxy mendekatkan bibir ke telinga Geraldine. “Kau memang pantas ku sebut Pretty Devil. Wajahmu memang cantik, tapi kelakuanmu bagaikan iblis!”

Tidak mau berdekatan terlalu lama dengan tubuh wanita itu, Roxy segera mundur ke belakang. “Dengar dan ingat baik-baik kalimatku! Mulai detik ini, aku tidak akan mencintaimu lagi, Geraldine! Suatu saat nanti, kau pasti merasakan sakitnya dicampakkan, entah dariku atau pria lain. Semoga penyesalan selalu menghantuimu karena sudah menyia-nyiakan seseorang yang berusaha memperjuangkanmu. Selamat tinggal!”

Kali ini Roxy benar-benar pergi meninggalkan Geraldine. Dia bahkan tak menengok sedikit pun. Semakin dikejar justru wanita itu tambah menjauh. Jadi, lebih baik memilih untuk dilepaskan saja.