Part 4

Sudah tiga hari berlalu, Geraldine tak pernah bertemu Roxy. Padahal selama dua tahun ini hampir setiap hari mereka pasti bertatap muka. Entah hanya menemani makan, mendengarkan keluhannya, atau berakhir di atas ranjang.

Kini, Geraldine sedang membiasakan diri terlepas dari candu seorang Abelard Roxy Alphonse. Rasanya dia lunglai ketika sendirian karena terbiasa ada pria itu di sisinya. Tapi, mau bagaimana lagi. Menurutnya memang lebih baik seperti sekarang, saling jauh.

Geraldine menuruni anak tangga, hentakan kakinya tak setegas biasanya. Dia ikut duduk di meja makan untuk sarapan bersama kedua orang tuanya.

Langsung mengambil garpu, di hadapan Geraldine sudah ada makanan. Dia tidak menyapa Mommy dan Daddy yang ada di ruangan bersamanya. Langsung saja melahap hidangan pagi buatan juru masak mansion Giorgio.

“Ku lihat, wajahmu kusut sekali akhir-akhir ini, ada apa?” tanya Daddy George.

“Tak apa, hanya sedang malas saja menjalani hari,” kilah Geraldine. Tidak mungkin ia menceritakan kalau baru mencampakkan orang kepercayaan Daddynya. Tuan Giorgio sudah sangat senang ketika tahu kalau dirinya memiliki hubungan dekat bersama Roxy, meskipun tidak jelas status mereka.

“Coba sesekali liburan, lupakan pekerjaan. Kau butuh refresh pikiran supaya tak suntuk,” cetus Mommy Gabby. Putrinya memang gila kerja sekali sampai sudah masuk usia berawalan angka tiga pun masih memprioritaskan mencari uang dibandingkan urusan pribadi.

“Kapan-kapan saja kalau sempat, urusan kerjaku sedang banyak,” balas Geraldine.

Tuan dan Nyonya Giorgio saling melirik satu sama lain. Keduanya melihat kalau putri mereka sedang menunjukkan keanehan. Biasanya Geraldine selalu cepat menghabiskan makan, tapi kali ini satu piring spaghetti saja diambil dari sehelai.

“Kemarin Roxy datang ke mansion menemui kami,” beri tahu Mommy Gabby.

Informasi itu membuat Geraldine menaikkan pandangan mata menjadi lurus ke arah orang tuanya. Namun, wajahnya tetap datar seolah tak antusias. “Untuk apa?” Sembari bertanya, ia memasukkan makanan ke mulut.

“Dia meminta izin pada kami karena ingin melamarmu,” ungkap Daddy George. Dia berkata jujur, dan merasa kalau anaknya perlu tahu hal tersebut.

Geraldine langsung terbatuk, tak menyangka kalau Roxy sampai seberani itu menemui orang tuanya. Ia segera meraih gelas berisi air mineral dan meneguk cepat.

“Kenapa kau terkejut mendengar itu?” Mommy Gabby mengerutkan kening merasa aneh saja. Dia pikir putrinya memang ada rencana untuk menikah sampai ada pria yang diketahui dekat dengan Geraldine itu berani meminta izin secara langsung.

Geraldine menggelengkan kepala. “Tak apa.” Ia meletakkan gelas ke atas meja lagi. “Lalu, Mommy dan Daddy jawab apa?”

“Ku jawab, semua terserah pada putriku. Kalau kau mau diajak menikah dengan Roxy, silahkan saja. Jika tidak, maka jangan dipaksa.” Daddy George memang sangat membebaskan anak-anaknya. Tidak pernah menuntut harus mengikuti kemauannya asalkan bisa menjaga diri dan mempertanggung jawabkan semuanya.

Geraldine tidak menanggapi lagi. Dia segera menelungkupkan garpu, lalu mendorong kursi ke belakang. “Aku berangkat kerja dulu,” pamitnya.

Kaki Geraldine mengayun kian menjauh dari ruang makan. “Apa pria itu sudah gila? Nekat sekali meminta izin pada orang tuaku padahal sudah ku campakkan,” gumamnya. Tak habis pikir dengan Roxy. Seharusnya membencinya saja karena sudah disakiti. Tapi, justru sebaliknya.

Sudahlah, daripada pusing memikirkan pria itu yang belum bisa menerima kenyataan kalau sudah dicampakkan. Lebih baik menghanyutkan diri dalam lautan pekerjaan supaya tidak terlintas sosok Roxy lagi.