Mengikuti arus kehidupan adalah salah satu cara untuk menikmati hidup.
****
Merpati putih. Banyak orang yang mengagumi bangunan dengan luas berhektar-hektar tersebut. Universitas Umum Merpati Putih atau UMMATIH ialah salah satu universitas swasta yang ada di ibu kota Indonesia, Jakarta. Terdiri lebih dari tujuh fakultas dengan beberapa program studi.
Pemiliknya yang terkenal dermawan membuat siapa saja ingin mengenalnya. Namun, dia telah disemayamkan dengan tenang. Bagi siswa maupun siswi berprestasi, siswa dengan perekonomian rendah, tidak jarang mereka memburu beasiswa yang diberikan oleh Merpati Putih. Karena, setiap tahunnya ada anggaran besar yang telah dipersiapkan oleh pemilik merpati putih itu sendiri dan para donatur.
Seorang gadis dengan rambut cepol kuda terlihat keluar dari mobil dengan seorang laki-laki. Gadis itu mengenakan kaos navy, celana jeans dan jaket denim senada, serta tidak ketinggalan jas merah marun yang tersampir di pundaknya.
Dia, Ulyana Zahra Fitriangsih, putri dari pemilik merpati putih. Zahra, begitulah orang-orang memanggilnya. Gadis yang dari wajahnya kelihatan galak, tapi sebenarnya dia tidak seburuk itu.
Putra Rastungo Mahendra, laki-laki urakan yang menjelma menjadi kekasih Zahra. Banyak orang yang mengatakan mereka pasangan yang cocok, tapi kakak dari Zahra sendiri tidak merestui hubungan adiknya. Status bad boy yang disandang Putra, membuat laki-laki itu ditampik keras jika ingin menjadi seorang adik ipar dari Darel Ario Kusuma.
Rio sendiri bisa melihat, seperti apakah Putra itu. Dia tidak bodoh dengan mempercayakan adiknya pada laki-laki semacam Putra.
Mereka berjalan ke ruang khusus untuk panitia ospek. Ruang musik yang disulap menjadi ruang untuk istirahat dan diskusi selama masa orientasi. Di sana mereka membicarakan kesiapan dari acara hari ini. Ospek, Study kenal Alam dan Pengenalan Kampus.
Halaman merpati putih telah penuh dengan siswa dan siswi yang mengenakan pakaian hitam putih. Jaka, pemimpin Ospek telah berdiri di tempatnya.
"Bentuk barisan sesuai fakultas masing-masing, seperti yang telah di infokan di website resmi merpati putih. Kerjakan!"
Dalam sekejap semua mahasiswa tersebut berbaris rapi. Tampak beberapa anak yang terlambat langsung masuk asal ke barisan, panitia pun menyuruh mereka push up di depan mahasiswa lainnya.
Apel pembukaan Ospek itupun dimulai. Kemudian mereka menggiring para junior ke aula untuk mendengarkan kisah motivasi dan inspirasi.
****
Setelah Ospek selesei dan mahasiswa baru diperbolehkan untuk pulang, Jaka mengomando teman-temannya agar kembali berkumpul di ruang musik.
"Selamat siang semuanya. Kita kumpul di sini untuk diskusi acara penutupan yang akan dilaksanakan saat hari terakhir Ospek. Kira-kira dari kalian ada yang mau berpendapat?" kata Jaka membuka diskusi. Ruangan yang tadinya ricuh mendadak hening.
"Gimana kalo kita bikin sesuatu yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Gini, gimana kalo mereka itu kita suruh buat bikin kelompok yang beranggotakan 50 peserta. Terus dari masing-masing kelompok, mereka harus bisa nemuin foto 25 teman mereka. Terus foto-foto itu kita sebar diseluruh bagian kampus. Gimana, kalian setuju ga?" usul salah seorang diantara mereka, Mita.
"Bukannya itu akan makan waktu ya?" tanya Ica.
"Emang. Kita akan adakan camping," kata Mita.
"Gitu juga boleh, lainnya ada pendapat lain ga?" tanya Jaka.
"Terus, masalah fotonya gimana?" tanya Zahra.
"Gampang, kita potret mereka satu per satu saat mereka ga sadar, biar gambar yang kita dapat gambar konyol," kata Mita.
Mereka semua akhirnya menyetujui usulan Mita.
"Ya udah, karena kita udah nemuin kesepakatan maka kita akhiri rapat hari ini. Siang semuanya dan lanjutkan kembali aktivitas kalian," kata Jaka. Laki-laki itu kemudian merangkul gadis di antara mereka, Mita. Yaps, mereka adalah sepasang kekasih.
Zahra keluar dari ruang musik bersama teman-temannya. Mereka berencana akan pergi ke mall setelah kuliah mereka selesei.
Sudah bukan rahasia lagi jika Zahra dan teman-temannya sepulang dari kampus akan pergi ke mall. Biasanya mereka juga melakukan beberapa perawatan kulit dan mengganti warna rambut mereka. Tentu saja Putra ikut mengawal kekasihnya.
****
Langit telah gelap, bintang-bintang di langit telah menunjukkan binarnya. Sekelompok mahasiswa yang saat ini masih berdiam diri di mall sejak tadi siang tengah berdiskusi.
"Kita hari ini ga usah ke club ya ... udah malam soalnya. Kita kan besok juga masih banyak kegiatan, jadi kita gunakan waktu buat istirahat," kata Ardelia setelah melihat jam tangan yang melingkar di lengannya. Dia menatap temannya satu-persatu.
"Iya, gue setuju," kata Putra.
"Lah, tumben. Biasanya kan lo itu ngebet banget urusan ginian, kenapa jadi setuju-setuju aja ga ke club?" tanya Ina pada Putra.
"Iya, tuh. Takut kali dia kalau ketauhan sama bang Rio. Abangnya Zahra kan sadisnya minta ampun," kata Ica melebih-lebihkan.
Zahra tersenyum kecil lalu mengajak Putra segera pergi dari mall. Jangan sampai Rio marah lagi karena ia pulang larut.
Putra mengantar Zahra pulang. Laki-laki itu mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi, membuat gadis yang ada di sampingnya memutar bola mata.
"Sayang, jangan ngebut-ngebut, dong! Kalau kita kenapa-kenapa gimana? Ini kan jalan raya, bukan arena balap," tegur Zahra.
Putra melirik sekilas Zahra, gadis itu tengah menatapnya kesal. "Ada kaca, 'kan? Biasanya juga lo kek gini di jalan. Tenang aja. Ini udah malam, jalanan juga lagi sepi, lo pegangan aja. Lo—"
Belum sempat Putra selesai bicara, dia dikejutkan oleh seorang wanita yang tiba-tiba melintas di depan mobilnya.
Putra mengerem mendadak, untung tidak sampai banting setir. Kalau banting setir bisa-bisa mereka berdua yang terancam. Bahkan, kepala Zahra ikut terbentur pada kaca depan mobil.
"Lo ga papa, 'kan?" Putra menghadap samping, memastikan Zahra baik-baik saja. Laki-laki menghela napas lega.
"Kayaknya lo nabrak orang deh. Ayo turun," ajak Zahra. Putra akhirnya mengangguk.
Putra turun dari mobil, dia melihat seorang cewek sedang bersimpuh dengan kaki sedikit luka.
"Mbak, ga papa? Aduh, saya minta maaf banget ya, Mbak."
"Gimana, Put?"
Putra menoleh pada Zahra yang sudah ikut berjongkok di samping cewek tadi.
"Mba, mbaknya masih bisa dibuat jalan? Kalo ga bisa biar kita papah," kata Zahra pada cewek tadi.
"Bisa, kok," kata dia sambil mencoba berdiri. Saat akan berdiri, cewek tadi hampir jatuh, Zahra sama Putra langsung menangkap tubuhnya.
"Kita kerumah sakit aja, ya," kata Zahra. Akhirnya mereka membawa cewek tadi ke rumah sakit terdekat.
Setelah sampai di rumah sakit, dokter segera memeriksa keadaannya. Setelah diperiksa ternyata cewek tadi hanya terluka ringan. Dokter segera membalut lukanya dengan kasa.
Saat ini mereka sedang dalam perjalanan untuk mengantar cewek tadi pulang.
"Sorry, ya. Tadi gue ga liat lo ada di sana. Abisnya malam-malam gini biasanya sepi, jadi gue ga terlalu perhatiin jalanan," sesal Putra dengan melihat cewek tadi dari kaca atas mobil.
"Gue ga papa kok. Gue diobatin aja udah seneng," kata cewek itu.
"Oh ya, lo masih sekolah atau udah kerja?" tanya Zahra.
"Gue kuliah, sekarang masih orientasi sih," jawab dia.
Setelahnya tidak ada sepatah kata yang terucap dari bibir mereka bertiga. Setelah mengantarkan gadis yang ditabrak oleh Putra, laki-laki itu melajukan mobil ke rumah kekasihnya.
"Tuh, kalo nyetir ya perhatiin jalan. Apalagi malem-malem, bahaya. Untung cewek tadi cuma lecet sama terkilir ringan," kata Zahra kesal.
"Iya-iya. Gue minta maaf ya, lain kali bakalan hati-hati kok," kata Putra, laki-laki itu membujuk Zahra agar bisa memaafkannya.
"Bener ya ... gue ga mau kalo kayak tadi. Gue takut tau," kata Zahra.
"Iya. Udah lo tenang aja," kata Putra.
Putra menambah laju mobil ketika netranya memandang Zahra yang tertidur pulas. Selang beberapa menit, mereka telah sampai di depan mansion megah milik keluarga Zahra.
Putra membangunkan kekasihnya yang tertidur. "Sayang, kita udah sampai, nih."
"Udah sampai, ya?" tanya Zahra sambil membuka matanya perlahan. Putra mengangguk.
Putra mengantar Zahra sampai depan pintu. "Ya udah, gue pulang dulu, ya," Putra mengacak rambut Zahra, "besok jangan sampai telat. Lo masuk, gih!" sambung Putra.
Zahra mengangguk sambil memegang gagang pintu. Ia berjalan sambil berjinjit, berharap kakaknya telah nyaman dengan kasurnya. Gadis itu menuju tangga, karena kamarnya berada di lantai dua. Dengan hati-hati ia melewati lorong kamar, karena kamarnya berada di ujung dan harus melewati kamar Rio.
"Habis dari mana, lo?" tanya seseorang tiba-tiba. Zahra terkesiap saat bahunya di pegang oleh seseorang.
Zahra segera membalikkan badannya, menatap sang kakak yang ternyata belum tidur.
"Kakak belum tidur?"
"Dari mana? Kenapa baru pulang jam segini?"
"Ini masih jam sepuluh, Kak. Please deh, masih mending gue ga ke club, besok masih ospek, jadi gue ke clubnya dipending," jawab Zahra tenang.
"Zahra!" Mata Rio melotot menatap adiknya yang setengah kurang ajar, hampir saja tangannya mendarat di pipi mulus Zahra.
"Apa? Mau nampar? Tampar aja, bukannya tangan kakak udah biasa mendarat di pipi mulus gue?"
Tangan Rio mendarat di wajah adiknya, bukan di pipi melainkan di pelipis Zahra. Rio mengusap pelan pelipis adiknya, lalu menunjukkan jarinya pada Zahra.
"Ini kenapa?"
Zahra yang melihat jari kakaknya terdapat bercak merah, langsung menyentuh pelipisnya.
"Darah?" gumam Zahra bingung.
Tiba-tiba Rio menarik Zahra masuk ke kamarnya, laki-laki itu mendudukkan Zahra di pinggir ranjang. Rio berjalan dengan tergesa menuju kotak P3K yang ada di laci kerjanya.
Dengan telaten Rio membersihkan darah di pelipis Zahra. Kemudian mengambil kapas dan menuangkan obat merah, lalu menempelkannya ke pelipis adiknya.
"Kak ...."
"Kenapa?"
"Ga ke—"
"Jujur, Zahra!"
Zahra menggeleng lalu menatap kakaknya.
"Ini gara-gara cowok lo itu 'kan? Dia kan yang bikin lo kayak gini?" Rio menatap adiknya dengan pandangan mengintimidasi.
"Enggak, Kak," elak Zahra.
"Jangan bohong!" kata Rio tegas. Laki-laki itu memasukkan barang yang tadi digunakan untuk mengobati adiknya ke dalam kotak P3K.
Akhirnya Zahra menceritakan kejadian sebenarnya. Rio mengela napas lalu mengembalikan kotak P3K itu pada tempat asalnya.
Rio kembali duduk di samping Zahra, menatap adik kecilnya yang telah tumbuh dewasa. "Kalau mau jalan berdoa dulu makannya. Sama cowok lo tuh, hati-hati kalau bawa kendaraan."
"Iya, Kak. Makasih udah bantu ngobatin, maaf udah berburuk sangka sama kakak."
Rio mengusap rambut Zahra. "Gak papa. Ayo tidur, di sini sama gue."
Zahra menggeleng. "Gue belum mandi, gue mandi dulu ya?"
Rio menahan Zahra yang ingin pergi, laki-laki itu menggeleng. "Ga baik mandi malem-malem."
"Tapi—"
Rio menarik Zahra berbaring, bahkan laki-laki itu memeluk adiknya erat. Sebelum memejamkan mata, ia lebih dulu mencium pipi Zahra. Gadis itu terkekeh dan membalas pelukan Rio.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
ᖴαуѕнα
udah dibilang gk usah ngebut masih aja jadinya kan nabrak orang untungnya gpp
2023-06-25
0
𝐀𝗋ƶ𝖾ᥣα
ya jelas aja kakaknya Zahra gk ngerestui hubungan Zahra sama Putra kan emang udah tau Putra gimana
2023-06-25
0
Aℓιѕуα Ƶαναηуα
padahal Rio tuh cuma khawatir sama Zahra, lah si Zahra malah nyolot ya wajar aja sih kalau Rio nanya kayak gitu
2023-06-25
0