Rumah Tanpa Wajah

Rumah Tanpa Wajah

01 - Ban Kempes

Seharusnya, mobil kami sudah sampai di Puncak. Sayangnya, kami tersasar dan ... sialnya, ban mobil kempes! Di tengah hutan lagi. Kami lalu buru-buru keluar dari mobil untuk melihat keadaan.
Hamas
Hamas
Anjir, kempes empat-empatnya!
Bono
Bono
Sial!
Hamas
Hamas
Gara-gara Manik kagak bisa baca GPS.
Manik
Manik
Kok gua?
Manik memelotot kesal kepada Hamas.
Manik
Manik
Siapa coba yang bilang: "Jalan sebelah kiri yang benar. Feeling gua selalu benar."
Hamas
Hamas
Buset. Tetap aja lo kagak bisa baca GPS, Nyet.
Hamas rupanya tidak mau kalah. Aku dapat melihat Manik menahan kejengkelannya dengan diam. Sepertinya dia tahu membalas Hamas tidak ada gunanya. Yang terpenting sekarang adalah ban mobil kami yang tiba-tiba saja kempes. Aku merasa ini cukup aneh. Tiba-tiba saja? Kok bisa ban mobil kami yang semula kuat dan berisi tiba-tiba saja kempes semua?
Alana
Alana
Jadi gimana? Bentar lagi mau malam.
Bono
Bono
Mau enggak mau, kita dorong, Lan.
Alana
Alana
Aku menghela napas. Benar, matahari sebentar lagi berpamitan, sedangkan kami harus terjebak di jalanan tengah hutan.
Hamas
Hamas
Dorong?!
Alana
Alana
Lo mau kita di sini semalaman? Enggak ada kendaraan selain kita, lagi.
Aku sekali lagi menghela napas, lalu melihat wajah ketiga temanku yang menunjukkan berbagai ekspresi. Bono yang selalu terlihat tenang sebenarnya sedang mencari cara, Manik tampak berpikir, dan Hamas tidak bisa menyembunyikan wajah paniknya.
Manik
Manik
Sekitar dua kilo lagi ada pedesaan.
Semua menoleh ke arah Manik, termasuk aku. Temanku yang sok kegantengan itu tampak memperhatikan GPS di ponselnya.
Hamas
Hamas
Lo kagak salah baca lagi, 'kan?
Manik
Manik
Kagak.
Alana
Alana
Dorong, nih?
Aku, Manik, dan Hamas saling bertukar pandang, sedangkan Bono langsung menggulung lengan kausnya. Dia sepertinya siap untuk mendorong mobil. Hamas yang terlihat ogah-ogahan, mengikuti Bono ke belakang mobil. Sementara itu, Manik si sopir masuk ke mobil.
Hamas
Hamas
Woi, Manik! Ngapa lu masuk mobil?
Manik
Manik
Alana, lo masuk juga—gua bantuin biar mobilnya jalan.
Hamas
Hamas
Tapi, mobilnya kempes. Kalo lo masuk kagak bisa kedorong lah.
Aku sebenarnya ingin tertawa melihat wajah jengkel Hamas, tapi aku sembunyikan karena situasi sekarang kurang pas untuk meledek Hamas.
Alana
Alana
Gue ikut ngedorong.
Hamas
Hamas
Kagak-kagak. Alana yang masuk mobil, lu ngedorong.
Bono
Bono
Kita semua ngedorong mobilnya.
Suara bariton Bono langsung membuat Hamas terdiam. Tapi, laki-laki itu kembali bersuara:
Hamas
Hamas
Tapi, Alana cewek. Mending di mobil.
Alana
Alana
Mas, lo enggak tahu kalau gue pernah benerin genteng?
Bisa kulihat, Hamas kembali terdiam. Dia sepertinya malu mengakui kalau aku pernah membetulkan genteng rumah Hamas tiga tahun lalu karena tidak ada satu pun di rumahnya yang bisa melakukannya, termasuk Hamas. Dia takut untuk naik tangga. Saat itu, aku meledeknya dengan: "Masa cowok kalah sama cewek?"
Alana
Alana
Ya udah, ayolah. Sebelum malam.
Aku terkikik sambil melangkah ke belakang mobil. Kami berempat kemudian mendorong mobil yang sudah kempes. Dua kilometer itu jauh sekali. Satu kilometer saja aku sudah mengeluh. Sekarang aku harus mendorong mobil bersama tiga orang temanku dengan jarak dua kilometer.
Tentu saja kami mengeluh, terutama Hamas yang mudah lelah.
Aku yakin belum ada satu kilometer kami mendorong mobil, langit sudah mulai menggelap. Aku mengecek jam tangan. Waktu menunjukkan pukul setengah enam.
Hamas
Hamas
Lihat, ada mobil!
Aku dan lain menoleh ke belakang. Ada cahaya mobil menyinari kami berempat. Aku merasa lega.
Mobil yang datang itu ternyata mobil pikap dan berhenti di samping mobil kami. Seorang pria turun dari sana. Penampilannya sederhana: memakai kaus hijau tua dengan celana hitam cingkrang.
Pak Darman
Pak Darman
Mobilnya kempes?
Bono
Bono
Iya, Pak. Kita mau cari tambal ban. Untuk ke desa berapa kilo lagi, ya, Pak?
Pak Darman
Pak Darman
Waduh, masih, jauh, Nak.
Kami berempat kompak terdiam, sama-sama tahu kalau desa yang kami tuju masih jauh.
Pak Darman
Pak Darman
Sebentar.
Bapak itu kemudian mencari sesuatu di mobil pikapnya.
Pak Darman
Pak Darman
Mobilnya saya bantu derek buat cepat ke desa. Kebetulan tetangga saya punya tambal ban.
Bapak itu ternyata mengambil tali tambang.
Kami berempat tidak dapat menyembunyikan rasa senang kami. Hamas duluan yang berseru:
Hamas
Hamas
Terima kasih, Pak! Ayo, saya bantu pasang.
Aku tersenyum geli melihat antusias Hamas. Manik dan Bono terlihat tersenyum lebar dan membantu bapak itu memasang tali ke dua mobil.
Aku juga bergegas membantu apa yang bisa aku kerjakan. Namun ... Entah kenapa ada hawa yang tidak enak ketika aku mendekati mobil pikap bapak yang belum memperkenalkan namanya itu.
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!