Trapped in You

Trapped in You

Episode 1

Gadis itu menatap pria di hadapannya yang sedang serius dengan laptop dan buku tugas. Ini adalah percobaan yang kesekian kali untuk mendekati pria ini. Dan ia sudah mendapatkan penolakan juga untuk yang kesekian kalinya, tapi ia pantang menyerah. Ia bertekad untuk menaklukan pria yang dianggap seluruh mahasiswi di kampusnya dengan sebutan dingin dan sombong.

“Sampai kapan kamu mau ngerjain tugas itu? Jangan sok jadi mahasiswa teladan, deh.” Lila mulai mengeluarkan isi pikirannya. Sebenarnya ia senang hanya memandang pria dihadapannya ini, tapi dengan begitu akan sulit untuk melancarkan aksi.

“Sampai kapan kamu bakal gangguin aku? Apa kamu gak ada kerjaan selain gangguin aku?” Ryan membalasnya dengan sarkatis. Ia sudah terganggu sejak gadis ini datang mengganggu, ia yakin gadis ini hanya memainkan

taruhan ‘siapa yang berhasil menaklukan dirinya’ dan ia tak akan membiarkan hal itu terjadi. Banyak mahasisiwi di sini yang berusaha menaklukannya, dan itu hanyalah sekedar taruhan bodoh mereka.

“Aku gak semudah itu menyerah, kamu harus tahu itu. Dan aku gak melakukan taruhan, hanya pecundang yang ngelakuin itu.” Seharusnya ia lebih manis dalam menanggapi Ryan untuk menaklukannya, tapi bermanis-manis

terhadap Ryan hanya membuang-buang waktu.

“Dan kamu berharap aku percaya? Kamu salah satu pecundang itu. Apa kamu sefrustrasi itu karena jomblo?” Ryan mengatakan hal itu tanpa sekalipun memandang Lila di hadapannya.

Lila mulai terlihat kesal dengan perkataan Ryan. Ia tidak sefrustrasi itu, tapi ia tak akan goyah. Pria ini hanya mencoba untuk membuatnya kesal dan lebih cepat menyerah, ia sudah belajar banyak sejak pertama mengejar pria ini. Ia hanya tak ingin membuat usahanya sia-sia. Lila menarik napas perlahan dan mengeluarkannya. Ia butuh ketenangan menghadapi pria es ini.

“Kamu tahu kalau semua ini sia-sia, lebih baik cari hal lain yang lebih bermanfaat. Jangan habiskan waktumu untuk hal ini dan menyia-nyiakan waktumu.” Ryan kembali mengatakan hal itu tanpa memandang Lila. Ia sama sekali tak mendengar suara dari hadapannya, bahkan suara tarikan napas pun sudah tak terdengar lagi.

Ryan mengangkat wajahnya mengira Lila sudah pergi, tapi ia justru mendapatkan hal lain yang mengejutkan. Lila yang sudah tersenyun manis memandangnya. Awalnya ia sempat terkesima melihat senyum manis itu, tapi Ryan segera menyadarkan dirinya dan mendengus.

“Aku tetap akan seperti ini, Yan. Jangan bosen, ya, sama aku.” Lila kembali tersenyum manis walaupun Ryan tak melihat hal itu. Ia sudah bertekad menaklukan pria ini jadi hal lain tak akan mampu menggoyahkannya.

Ryan segera bangkit dan membereskan barang-barangnya, ia tak tahan melihat gadis ini. Atau ia sudah jatuh kedalam senyuman Lila tapi ia berusaha menyangkal? Ia tak peduli, ia hanya perlu menjauhkan diri dari gadis ini dan gadis manapun yang mencoba mendekatinya.

**

Ryan sebenarnya memiliki sifat yang bertolak belakang ketika berada di luar kampus. Ia bisa bersikap lembut di hadapan keluarga dan orang terdekat. Bukan tanpa alasan ia bersifat dingin ketika berada di kampus, ia memiliki pengalaman pahit tentang itu dan ia tak ingin pengalaman pahit itu terulang lagi. Dan untuk para mahasiswi di kampus yang suka bertaruh atas dirinya, ia sudah sering mendengar itu. Walaupun awalnya ia sedikit sakit hati dengan apa yang terjadi tapi lama kelamaan ia mulai terbiasa. Dan ia juga tau apa yang sekarang akan dilakukan oleh Lila. Gadis itu cukup tangguh melebihi gadis-gadis sebelumnya.

Ini sudah bulan kedua sejak Lila mulai mendekatinya dan ia belum memberikan reaksi apapun terhadap gadis itu, tapi anehnya gadis itu tak gentar. Dan juga ia sama sekali tak merasa terganggu dengan hal itu, ia malah menunggu-nunggu apalagi yang mampu gadis itu lakukan untuk membuat hatinya luluh.

Ryan sedang duduk di taman seperti biasa bersama laptopnya dan beberapa buku, ia bukan termasuk mahasiswa yang pintar dalam akademik tapi ia menghargai tugas yang di berikan Dosen dan juga ia tak terlalu ingin bersosialisasi dengan mahasiswa di sekitarnya jadi ia rela menghabiskan waktu dikampusnya dengan tugas-tugas itu.

Tiba-tiba sebuah kotak bekal sudah berada di hadapannya, dan ketika ia mendongak ia kembali mendapati Lila yang sudah tersenyum manis.

“Kayaknya tempat kamu di sini-sini aja ya, gampang banget nyari kamu. Apa kamu sengaja biar aku gak kesusahan nyari kamu?” Lila kembali berbicara dengan riang tanpa diminta, dan ia tampak percaya akan hal itu tak peduli lawan bicaranya akan menyukainya atau tidak.

Ryan tak menanggapi, ia kembali mengerjakan tugasnya. Bahkan gadis itu akan tetap berbicara meskipun Ryan hanya diam tak menanggapi apapun.

“Aku sengaja bikinin kamu bekal makan siang, soalnya kamu kayaknya gak pernah keliatan di kantin. Kamu sengaja diet atau lagi gak punya uang, aku bisa lho traktir kamu kalo kamu ngajakin aku makan siang di kantin.” Lila tetap membicarakan apapun dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.

Ryan bahkan heran, bagaimana mungkin gadis ini bisa tetap tersenyum setelah berbagai kalimat penolakan yang ia yakini mampu menyakiti hati. Terkadang Ryan kagum dengan gadis ini, apa gadis ini sangat menyukainya?

“Kamu tahu gak kenapa aku tetep deketin kamu walaupun kamu nolak aku terus?”

Ryan menghentikan dirinya yang tengah mengetik sesuatu di laptopnya. Ia juga sangat ingin mengetahui hal itu. “Karena aku yakin suatu saat nanti hati kamu bakal luluh walaupun itu lama banget, tapi aku percaya. Karang yang di hempas ombak aja lama-lama bisa kikis, apalagi hati manusia.” Lila kembali melanjutkan kalimatnya.

“Kamu gak takut dianggap cewek murahan karena ngejar laki-laki?’ Akhirnya Ryan menanyakan sesuatu setelah sekian lama menahan diri.

“Aku gak peduli, gak penting juga pendapat mereka. Aku hidup bukan buat dengerin pendapat mereka.”

“Mungkin kamu sekarang masih semangat dan gigih, tapi aku yakin sebentar lagi kamu bakal nyerah. Kamu gak sepintar itu buat tahu isi hati manusia lain, terkadang hati manusia bisa lebih keras dari batu.” Ryan mengatakan hal itu dan menatap Lila yang tak banyak mengeluarkan ekspresi. Ia yakin gadis itu akan berpikir kembali tentang apa yang sudah dilakukannya.

Tapi diluar ekspektasi, gadis itu kembali tersenyum seolah kata-katanya sama sekali tak berarti apapun untuk Lila. “Aku bisa buktiin kalo ucapan kamu salah. Aku pergi ya, jangan lupa bekalnya di makan. Semua cinta dan hatiku ada di makanan itu.” Lila bangkit dari duduknya dan segera berlalu meninggalkan Ryan yang sudah tak mampu berkata-kata lagi. Gadis itu benar-benar di luar dugaannya.

**

Lila membanting tasnya dengan brutal di kursi kelasnya, Icha yang sedang asyik membaca buku pun sampai kaget hingga mendongakkan kepalanya untuk menatap Lila dengan sebal.

“Pasti Ryan lagi.” Gumam Icha yang sudah tampak paham dengan kelakuan sahabatnya ini.

“Ryan ngeselin banget tahu, Cha!” Lila mulai menggerutu tanpa mempedulikan Icha yang sudah menggerutu juga sejak tadi. “Jangan-jangan dia beneran gay lagi? Udah dua bulan aku deketin dia dan selama itu pula aku di tolak, Cha. Ngeselin gak sih?”

Icha bahkan tak mempedulikan Lila yang terus mengeluarkan uneg-unegnya. Dia sudah kebal setiap hari mendengar gerutuan sahabatnya ini, jadi ia sudah tak kaget. Untungnya kelas masih sepi jadi ia tak perlu menanggung malu seperti sebelum-sebelumnya.

“Cha, dengerin gak sih? Aku tuh lagi kesel, Cha, kesel banget.”

Icha dengan kesal menutup buku yang belum habis di baca olehnya dan menatap Lila. “Anak SD juga tahu kalo Ryan ngeselin, kamunya aja yang sok heroik nyoba deketin dia dan kerjaan kamu cuma ngomel setiap hari,

kamu sehat, La?”

“Tapi Cha, kali ini—”

“Stop deketin dia kalo kerjaan kamu cuma mau ngomel aja.” Icha memotong omongan Lila yang masih ingin mengomel.

Lila menghela napasnya, mulai tampak putus asa. “Aku juga gak bakal deketin Ryan kalo bukan karena Kikan.”

Kikan adalah sahabat mereka yang lain, mereka bertiga adalah sahabat karib sejak pertama kali masuk di Universitas ini. Tapi suatu hari Lila mulai menyadari bahwa Kikan adalah orang ketiga dalam hubungannya dengan Joshua, mantan pacar Lila. Terkhianati? Sudah pasti. Apalagi yang melakukan hal itu adalah sahabatnya sendiri.

Lila pikir setelah ia putus dengan Joshua hidupnya akan tenang bahkan ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan Joshua dan menganggap itu adalah pelajaran baginya. Tapi lagi-lagi ia dikejutkan oleh hal lain, Kikan mulai menyebarkan gosip bahwa Lila-lah yang sudah merusak hubungannya dengan Joshua. Belum hilang rasa sakitnya karena di khianati, ia harus menanggung rasa sakit hati dan malu dari teman-temannya karna dianggap

sebagai perusak hubungan orang lain. Bahkan setelah enam bulan berlalu, Lila masih harus menanggung pandangan sinis dari teman-temannya, yang lebih parah lagi Joshua bahkan sama sekali tak mendukung atau menyuarakan pendapatnya.

“Udah enam bulan, La, udah waktunya buat move on. Lagian mau sampe kapan kamu dendam kayak gitu?”

“Sampe mereka ngerasain apa yang aku rasain, bahkan kalo aku move on perasaan sakit hati itu masih nempel banget, Cha. Dan kamu ngapain bela mereka?”

“Aku gak ngebela siapa-siapa, aku cuma ingetin aja.”

“Makasih Cha, kamu masih mau temenan sama aku walaupun yang lain udah gak mau temenan sama aku.” Lila mulai merangkul Icha yang ada di sampingnya. Karena memang yang mau berteman dengannya saat ini hanya Icha, karna ia satu-satunya orang yang mengetahui perasaan sebenarnya Lila.

“Lagian kenapa musti Ryan sih? Banyak kali cowok ganteng di kampus ini.”

“Banyak memang, tapi mereka brengsek semua.”

“Memang Ryan gak brengsek?” Icha mulai memasang mode penasaran, karna Lila hanya mengatakan ia akan mendekati Ryan tanpa tahu motif sebenarnya. Jika hanya ingin membalas rasa sakit hatinya pada Kikan bukankah

semua laki-laki sama?

“Dia itu baik, tapi ada hal yang bikin dia jadi cowok sombong kayak gini. Lagian kalo dia brengsek dia udah nerima aku dari dulu, Cha.”

Icha tertawa mendengar ucapan yang terdengar jujur dari sahabatnya ini. Bahkan setelah ditolak berkali-kali ia masih sempat memuji Ryan, padahal setiap hari ia selalu datang pada Icha untuk mengadukan segala sikap menyebalkan Ryan.

“Kamu yakin gak bakal jatuh cinta sama Ryan ini?”

Lila memandang Icha dengan aneh, untuk apa ia jatuh cinta pada laki-laki yang bahkan tak pernah bersikap lembut padanya? Jika benar terjadi mungkin ia akan mendapatkan serangan pusing mendadak setiap harinya.

“Ya gak mungkin lah, Cha. Aku juga pengen kali nyari cowok yang lebih sopan dari Ryan.”

Icha hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengeluarkan senyum misteriusnya. “Well, asal jangan datengin aku pas kamu udah bener-bener jatuh cinta sama Ryan ini.”

**

Lila berjalan dengan santai di taman kampus, hari ini kelasnya kosong karena Dosen yang berhalangan hadir dan ia hanya berkeliling sejak tadi. Icha masih di kelasnya mengerjakan tugas, dan Lila sangat bosan jika hanya menungguinya membuat tugas. Ia berniat mencari Ryan, tapi pria itu belum ada di kursi yang biasa ia duduki karna itu ia berkeliling. Ketika sedang asik menikmati semilir angin dari beberapa pohon di atasnya, dari jaraknya saat ini ia mampu melihat Joshua dan Kikan. Lila berhenti di tempat, ia tak ingin berpapasan dengan mereka jadi ia berbalik berniat untuk menghindari mereka. Tapi ketika ia berbalik, Lila lebih terkejut lagi karena saat ini Ryan berada di hadapannya. Tepat di hadapannya.

“Eh, hai  Yan. Kok kamu di sini?” Lila tampak kikuk menyapa Ryan, sangat tak biasanya ia kikuk berhadapan dengan Ryan.

Ryan tak mengatakan apapun, ia hanya menatap Lila dengan tatapan yang tak mampu Lila jelaskan. Tiba-tiba Ryan menggenggam jemari Lila dan menariknya dengan lembut menuju jalan yang di hindari Lila tadi dan sudah pasti mereka akan berpapasan dengan Joshua dan Kikan.

“Yan, kamu mau bawa aku kemana?” Lila mencoba melepaskan genggaman tangan Ryan yang sangat kuat tapi tak menyakitkan. Ia khawatir akan berpapasan dengan Joshua dan Kikan, ia belum menyiapkan apapun untuk bertemu mereka.

Ryan menghentikan langkahnya dan menatap Lila, kali ini ia tersenyum, jenis senyum yang tak pernah di lihat Lila selama ini dan itu sangat manis. Lila untuk sesaat bahkan terpana dengan senyum yang di berikan Ryan, itu menambah kadar ketampanannya. Ryan sedikit menundukkan wajahnya dan berbisik di depan wajah Lila.

“Kamu mau berhenti ngomong atau aku peluk di sini?” Ryan masih mempertahankan senyumannya, dan Lila dengan bodohnya masih terpana memandangi Ryan dan tidak menjawab pertanyaan Ryan.

“Ck!” Ryan mendecak melihat Lila yang bahkan tak bergerak sesenti pun dari tempatnya dan segera memeluk Lila. Beruntung taman hari itu sepi dan hanya beberapa orang saja yang sedang berada di sana.

Lila baru tersadar ketika Ryan memeluknya, bahkan Lila tak mampu menolak pelukan Ryan. Lila merutuki dirinya sendiri yang dengan lancang terpesona pada senyum Ryan, tapi ia memang tak bisa menolak pesona Ryan

kali ini.

“Apa kamu begitu terpesona padaku?” Bisik Ryan tepat di telinga Lila.

Lila yang mendengar hal itu berusaha melepaskan diri dari pelukan Ryan, tapi Ryan semakin mempererat pelukannya. “Biarkan sebentar lagi, Lila.”

Ini pertama kali Ryan menyebutkan namanya dan entah kenapa hatinya tersentuh akan hal itu. Pria yang sejak dua bulan sudah menolaknya tiba-tiba memeluk dengan erat bahkan menyebut namanya dengan lembut. Apa pria ini di rasuki sesuatu? Atau ia sudah menyerah pada dirinya sendiri dan akan menerima dirinya? Lila bahkan sudah tak mempedulikan Joshua dan Kikan yang mungkin akan melihat mereka.

“Bagaimana kalau aku bilang aku akan menyerah padamu?” Ryan bertanya lagi dengan lembut.

Lila menegang di dalam pelukan Ryan, mimpi apa dia tadi malam sampai Ryan dengan mudahnya menyerah. “Hm?”

“Sa—sampai kapan kita akan berpelukan?” Lila bertanya dengan gugup, beruntung mereka berpelukan sehingga wajahnya yang sudah memerah tak akan terlihat.

“Sampai kamu menjawabku.” Ryan berucap dengan tenang, ia bisa merasakan detak jantung Lila yang berdetak sangat kencang dan tak teratur. Ryan tersenyum, ternyata gadis ini bisa gugup juga.

“Aku harus jawab apa?”

“Apa kamu sengaja tidak menjawabnya agar bisa berpelukan denganku?”

Lila kembali berusaha melepaskan pelukan Ryan lagi, tapi pria itu malah mempererat pelukannya lagi. Apa pria ini gila? Mereka masih ada di lingkungan kampus, bagaimana jika ada yang memperhatikan mereka?

“Ka—kalau kamu menyerah itu artinya kita harus berpacaran.”

Jeda tiga detik sebelum Ryan melepaskan pelukan mereka, tapi Ryan masih menggenggam bahunya dan Ryan kembali menatap wajah Lila yang sudah memejamkan mata dengan  semburat merah di pipinya. “Kita pacaran mulai sekarang.” Ryan berbisik di depan wajah Lila.

Lila terdiam di tempat, ia masih memejamkan matanya. Ia tak mampu menatap Ryan, hilang sudah Lila yang dulu sangat berani menggoda Ryan. Ia sudah tak merasakan kehadiran Ryan di sekitarnya, jadi ia membuka matanya perlahan dan ia masih menemukan Ryan berdiri di hadapannya.

“Kamu tak ingin menatap pacarmu? Dulu bahkan kamu sangat gigih mengejarku.”

Lila kembali merutuki dirinya sendiri, ia tak tau harus senang atau tersiksa. Rencananya sudah berhasil membuat Ryan menjadi pacar tapi ia bahkan tak bisa memandang Ryan sedikitpun. Lila perlahan mendongakkan kepalanya menatap Ryan yang tetap tersenyum padanya.

**

Sudah tiga hari sejak kejadian Ryan dan Lila berpelukan di taman, dan berita itu sudah sangat viral di fakultas Ryan maupun Lila. Tak ada habisnya mereka membahas kejadian itu, seperti misalnya, ‘bagaimana mungkin Ryan sama Lila bisa kayak gitu? Ryan kan kalem orangnya, pasti si Lila yang kecentilan godain si Ryan.’ dan beberapa kalimat menyakitkan lainnya. Lila bahkan sudah tiga hari juga absen dari kelasnya dengan alasan sakit.

Sebenarnya itu tidak sepenuhnya bohong, Lila memang sakit, hatinya yang kembali sakit karena ini mengingatkan dirinya dengan kejadian enam bulan lalu ketika Lila putus dari Joshua. Ketika semua mahasiswa yang hampir ia temui berkata buruk tentang dirinya. Lila memang tak peduli dengan pendapat orang lain, ia terbiasa cuek dengan apapun tapi kembali mendengar kalimat tersebut rasanya sangat menyakiti hatinya. Karena itu ia menghindar sesaat, ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan orang-orang yang mengatainya, setidaknya ia perlu menguatkan hatinya terlebih dahulu.

Dan setelah cukup tiga hari ia bersembunyi, ia akan kembali menghadapi kenyataan yang kembali menyesakkan dan ia harus segera menemui Icha karena hanya dialah teman satu-satunya yang akan kembali mendukungnya di segala kondisi apapun. Beruntung ia menemukan Icha yang berada di perpustakaan yang terkenal sepi.

“La, sebenernya ada apa lagi sih? Kenapa bisa kamu pelukan sama Ryan di taman?” Icha langsung menanyainya tanpa basa basi untuk bertanya kabar, setidaknya itu lebih baik karena Lila sendiri tidak tahu harus menjawab apa jika ditanyai tentang kabarnya.

Lila menghembuskan nafas lelah, ya ia memang lelah dengan drama kehidupannya yang melebihi drama korea itu.

“Aku juga gak tahu, Ryan tiba-tiba dateng dan meluk aku. Tapi beneran Cha, itu bukan inisiatif aku atau trik buat dapetin Ryan, malah dia sendiri yang bilang udah nyerah sama perasaannya dan terima pacaran sama aku. Aku gak tahu, apa mungkin dia sengaja buat balas dendam atau gimana, aku beneran gak tau, Cha.”

Icha ikut menghela nafasnya, “Aku gak tahu deh siapa yang foto kalian dan nyebarin di grup fakultas dan bikin itu heboh, hebohnya bisa sampe ngalahin gosip Lucinta Luna yang transgender.”

Lila tertawa. “Ya kali aku di samain sama Lucinta Luna, Cha. Beda jauh lah, aku lebih orisinil ya.” Dan Icha ikut tertawa karena hal itu.

“Sebenernya waktu itu aku hampir papasan sama Joshua dan Kikan dan pas aku mau ambil jalan lain tiba-tiba Ryan dateng dan meluk aku gitu.”

“Kenapa kamu gak berontak? Kan bisa aja kamu langsung nolak pelukan dia.” Icha menatap Lila dengan curiga dan Lila yang di pandangi seperti itu mulai salah tingkah.

“Ya, se…sebenernya… Dia meluk aku erat banget Cha, gimana bisa mau lepasin coba…” Lila menjawab dengan gugup, bisa di bilang Ryan adalah pria pertama yang melakukan hal tersebut pada Lila dan lagi Lila sudah terpesona ketika Ryan memberikan senyumannya.

“Dia yang meluk kamu erat atau kamu yang nikmatin pelukan dia?”

Lila menatap Icha yang masih terlihat curiga, ia harus mengendalikan dirinya sendiri. Ryan memang tampan tapi tujuannya bukan untuk tergoda olehnya dan untuk apa juga ia berpikiran seperti itu pada Ryan?

“Apa kamu gak ngerasa aneh sama Ryan yang tiba-tiba nyerah gitu aja sama aku? Aku juga curiga sama hal ini.”

Icha membanting bukunya dengan dramatis di atas meja ketika Lila mulai mengalihkan topik pembicaraan. Salah satu sifat buruk Lila adalah yang tak mau jujur pada perasaannya sendiri dan selalu mengelak. Padahal sudah puluhan kali Icha mengingatkan akan hal itu tapi sepertinya tak ada yang bisa di ubah dari hal itu.

“Aku mau ke kantin, butuh asupan tenaga buat ceramahin kamu.”

Lila hanya menunjukkan cengirannya, “Dan kamu harus traktir aku.” Lalu Icha mulai bangkit dari duduknya.

“Cha, tungguin dong! Kamu boleh makan sepuasnya asal yang murah harganya.” Lila mengejar Icha dan teriakannya tertahan agar ia tak di marahi oleh penjaga perpustakaan yang galak itu.

Ryan menatap kedua sahabat itu dan tersenyum, ia memang sudah sejak tadi di perpustakaan itu dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Ini bukan yang pertama kali tapi ia benar-benar tak sengaja melakukan hal itu. Ryan menggeleng-gelengkan kepalanya, gadis itu ceria dan tak bisa di tebak, ia sepertinya tak mampu menjalani kehidupan kuliahnya jika tanpa sahabat tercinta itu. Dan bahkan ia sudah berpacaran dengan gadis itu, entah

apa yang di pikirkannya saat itu tapi anggap saja itu bukan dirinya yang melakukan hal itu tapi seseorang dari alam bawah sadar.

**

Ryan masih duduk di tempat favoritnya dengan tugas baru dari dosen, ia sudah semester empat, semester paling krusial untuknya. Matanya tiba-tiba melihat Lila dari kejauhan, biasanya ia akan merecoki Ryan tapi sejak kejadian itu Lila seperti menghindarinya. Ryan tak kecewa dengan hal ini, ia justru bahagia.

Hari itu ia bisa mendengar suara detak jantung Lila sangat kencang dan suaranya yang berubah gugup tak seperti biasanya. Selama dua bulan ini ia terbiasa melihat Lila yang ceria dan percaya diri tapi karena kejadian itu ia jadi merasa bahagia karena itu artinya Lila terpengaruh oleh dirinya. Ryan tersenyum mengingat hal itu, gadis itu berbeda dari gadis-gadis yang selalu bertaruh untuknya.

Ryan masih memandangi Lila yang sepertinya sudah terlarut dalam dunianya sendiri. Jika memang begitu maka ia harus mengikuti permainan yang sudah ia mainkan secara tak sadar, bukan karena ada perasaan lain yang tumbuh di hatinya, hanya saja ia ingin melihat seberapa jauh Lila mampu bertahan di dekatnya.

Ryan berjalan menghampiri Lila, ia sepertinya tak menyadari kehadiran Ryan karna telinganya di sumbat oleh earphone. Ryan semakin melebarkan senyumannya ketika sudah duduk di samping Lila, Lila menyadari itu tapi ia berpura-pura seolah Ryan tak ada. Ryan seperti berhadapan dengan gadis asing yang baru ia temui.

“Hai pacar.” Ryan melepaskan salah satu earphone yang terpasang dan mengatakannya langsung di telinga Lila.

Lila mengatur napasnya, ia lupa bahwa Ryan sangat menyukai taman ini dan selalu ada di taman ini. Lila mengedarkan pandangannya ke sekitar dan menemukan lumayan banyak mahasiswa yang ada di taman hari ini,

mereka memang tak melihat ke arahnya tapi Lila tahu mereka memperhatikannya.

Lila memaksakan senyumannya dan perlahan bangkit dari duduknya. “Aku ada kelas, aku pergi dulu ya.”

Ryan menahan tangan Lila dan memaksanya duduk kembali. “Gak bawain bekal makan siang lagi? Aku ketagihan sama bekal yang kemarin.” Ryan mengucapkan itu tanpa beban dan tak berhenti memandang Lila yang sudah gugup setengah mati di sebelahnya.

“Aku beneran ada kel—”

“Setelah pelukan kemarin apa kamu mau hal lain lagi? Ciuman mungkin?”

Lila menatap Ryan dengan horor, apa pria ini benar-benar sudah gila? Padahal dua bulan yang lalu pria ini menolaknya seolah Lila adalah gadis murahan yang suka merayu pria tapi sekarang pria ini duduk di sampingnya dengan senyuman main-main di wajah tampan itu. Sangat jelas pria ini sedang mengerjainya dan pria itu sangat menikmatinya. Lila menguatkan hatinya, ia tidak boleh lengah lagi oleh pesona pria ini.

“Kamu sebenernya ngapain? Mau balas dendam sama aku?” Masih ada getaran di suaranya tapi sudah lebih baik dari kemarin dan barusan.

Ryan tersenyum mendengar pertanyaan Lila, belakangan ini ia sering tertawa dan gadis ini penyebabnya, entah ia harus bangga atau tertekan. Ia mengelus kepala Lila dan bermain-main dengan rambut panjangnya.

“Aku juga penasaran, baru kali ini aku benar-benar merasa hidup—”

“Apa kamu Ryan yang sama yang aku temui dua bulan lalu?” Lila tak sabar, mahasiswa yang ada di sini pasti sudah mulai mereka cerita dan gosip yang bagus untuk di sebarkan. Terkutuklah Ryan dan sikap sok perhatiannya itu. “Atau jangan-jangan kamu ada kembaran?” Lila merasa syok sendiri dengan pemikirannya. Itu bisa saja terjadi dan kembarannya itu ingin balas dendam terhadap Lila.

Ryan yang mendengar hal itu sontak tertawa dengan kencang sampai pegangan di tangan Lila ia lepas begitu saja. Mungkin ini pertama kalinya Ryan terlihat tertawa lepas di hadapan seluruh mahasiwa mulai melirik ke arah mereka. Ryan bahkan tak memedulikan hal itu, ia hanya terus tertawa hingga rasanya perutnya ingin meledak.

Lila harusnya menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri, tapi ia justru terpaku pada tawa Ryan yang baru ia lihat hari ini. Entah mengapa ia sangat mudah terpesona pada Ryan, bahkan hanya dengan sebuah senyuman ia sudah tak berkutik lagi. Ia mulai menyesali rencana yang ia buat sendiri, benar kata Icha harusnya ia mencari pria lain. Kenapa dari sekian banyak pria pilihannya malah jatuh kepada Ryan.

“Imajinasi kamu liar banget, ya?” Ryan menarik napas lagi untuk menetralkan tawanya. Sangat jarang seorang Ryan mampu tertawa lepas seperti ini. Efek gadis ini padanya benar-benar luar biasa dan ia mengakui itu.

Lila melipat tangannya di dada. Ia menyipitkan matanya menatap Ryan yang masih menampilkan sedikit tawanya. “Sebenarnya kamu kenapa?”

Ryan mengangkat bahunya acuh dan tampak tak peduli. “ Kita pacaran. Kamu bahkan mengiyakan sendiri tanpa perlu aku yang meminta?”

Lila memalingkan wajahnya. Ya, ia juga sadar apa yang sudah dilakukannya tiga hari yang lalu tapi kenapa sekarang ia merasa ingin menjauh dari pria ini.

“Ya aku memang bilang gitu, tapi caranya salah. Kamu bahkan seenaknya peluk aku di depan umum dan bahkan ada yang videoin kita sampe masuk ke grup kampus.” Lila berusaha mengatakan itu tanpa berteriak dan tetap

menekankan bahwa ia marah. Marah dan bingung sebenarnya.

“Bukannya kamu gak peduli tanggapan orang lain terhadap kamu? Apa kamu tipe orang yang suka menyembunyikan hubungan dari orang lain?”

Lila merasa frustasi, sebenarnya berapa banyak yang ia katakan pada pria ini? Tidak semua yang ia katakan bohong, ia hanya ingin mencoba lebih percaya diri pada dirinya sendiri. Itulah sebabnya ia mengatakan hal itu, hanya untuk menutupi segala rasa rendah dirinya.

“Apa kamu menyerah secepat itu pada perasaanmu sendiri? Semudah itu?”

“Dan kamu sendiri yang bilang kalau karang yang lama-lama kehempas ombak aja bisa rapuh, dan aku rasa aku sudah mengalaminya.”

Dan setelahnya Lila benar-benar kehilangan kata-kata. Ingatkan dirinya nanti untuk menyumpahi dirinya sendiri. Bagaimana mungkin pria ini bisa mengingat semua yang ia katakan? Kenapa dari semua laki-laki harus Ryan? Padahal ia bisa saja mencari pria lain, tapi pilihannya tetap pada Ryan saat itu dan ia memang sedikit menyesal.

“Aku ke kelas dulu.” Lila segera meninggalkan Ryan tanpa mengatakan hal lain lagi. Lila yang ceria dan percaya diri yang dulu suka mengganggu Ryan telah hilang.

Ryan tersenyum melihat Lila yang meninggalkannya, ia juga sebenarnya tak tau apa yang sudah di lakukannya. Ia hanya ingin melihat sampai sejauh mana Lila bisa bertahan pada dirinya, ia tak pernah menyerah pada perasaannya sendiri hanya saja Lila seperti objek menarik yang sulit untuk di lepaskan. Katakanlah ia jahat, tapi yang ia rasakan pada Lila memang seperti itu. Ia belum jatuh cinta pada gadis itu dan semoga tak pernah terjadi. Lila terlalu baik untuknya dan jatuh cinta pada gadis itu juga bukan pilihan terbaik.

**

Terpopuler

Comments

Ummu Riza

Ummu Riza

semangat thor, buat qm tergila-gila sm novel ini seperti yg novelmu yg lain

2020-05-01

1

Leeta

Leeta

baru baca ajah udah jatuh cinta loh thor, emg cerita author selalu membuat aku ketagihan 👏👏👏😘

2020-01-05

2

Angga Ronaldi Rifael

Angga Ronaldi Rifael

Menarik thor ceritanya gak bosenin

2019-11-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!