FLY WITH ME
BAB 2
TENTANG MAMA
***
Masa kini akan jadi lalu, walau begitu aku tetap menunggumu di masa depan.
***
“Sudah selesai?” pertanyaan dari Daren serta sapaannya kala ia melihat Raya yang keluar dari rumah seorang teman satu sekolahnya juga. Laki-laki itu memberikan helm yang biasa Raya gunakan.
“Sudah, kan aku bilang jangan jemput, Daren” ucap Raya. “Aku bisa pulang sendiri, kok”
Sudah jadi kebiasaan Daren, untuk menjemput Raya ketika perempuan itu baru saja pulang untuk mengajar privat. Biasanya, Daren yang akan privat dengan Raya, tetapi kali ini berbeda. Perempuan itu kebanjiran jadwal dengan teman yang lain saat pekan ulangan seperti ini.
Setelah mengenal Raya lebih lama, perempuan itu ternyata adalah anak yang pintar. Perempuan itu bisa bersekolah Sekolah Citra Harapan dengan beasiswa yang ia dapatkan.
Memang, ia kurang mampu dalam hal materi. Tetapi, kepintarannya membuat ia tidak perlu diragukan lagi. Raya yang tegas juga membuatnya selalu disukai dalam sisi yang berbeda. Tidak melulu soal parasnya.
“Jangan kebanyakan protes, ya, Ra. Aku nggak mau kamu kemalaman pulangnya,” Daren berusaha memperingati.
Raya cemberut sembari memegangi bahu Daren supaya ia dapat menaiki motor tersebut dengan seimbang. “Ini belum terlalu malam, kok. Baru jam setengah sepuluh,”
“Emang berani lewat gang sepi?” pertanyaan Daren membuat Raya diam tak bisa menjawab. “Sekarang aku tanya, kamu berani pulang gelap-gelap?”
“Engga,” cicit Raya.
“Ya udah, emang paling aman kalau aku yang jemput,” Daren sekarang mengambil kesimpulan. Raya tak mau berurusan panjang dengan lelaki itu, jadi ia lebih baik diam saja mengikuti apa yang Daren ucapkan. “Abang-abang preman suka takut sama yang ganteng,”
Raya mengerutkan keningnya, laki-laki itu semula bersikap dingin. Tetapi, kali ini ia tengah memuji dirinya sendiri. “Sejak kapan ada teori begitu?” kekeh Raya kemudian.
“Kamu dari tadi nggak dengarin orang ganteng ngomong?” Raya sontak mencubit pinggang Daren. Laki-laki itu langsung berlagak sok kesakitan, padahal cubitan itu tidak terasa.
Keduanya terkekeh bersama, jadi kebiasaan mereka ketika keduanya tengah berdua seperti ini. Bahkan, orang-orang akan bilang kalau becanda mereka tidak lucu sama sekali.
Ketika Daren berusaha melawak dengan kepercayaan dirinya, Raya dengan siap tertawa karena kerecehannya. Sesuatu yang biasa, tapi jadi hal yang istimewa kala semuanya saling melengkapi.
***
“Di rumah kamu agak rame,” ucap Daren saat keduanya sampai di depan rumah Raya. Rumah kecil yang berada di dalam gang-gang itu langsung kentara ketika terparkir dua motor di depan rumah yang terasa penuh.
“Iya, mungkin temannya ibu,” ucap Raya. Tidak biasanya rumah ini didatangi seseorang. Keluarga dari Ayah Raya mana mau menemui mereka.
Perasaan tidak enak tiba-tiba menghampiri perempuan itu. Dengan berat, ia meminta Daren untuk pulang segera. “Kamu pulang sekarang aja,” pinta perempuan itu.
“Iya, aku langsung pulang,” Raya melepas helm miliknya, lalu memberikannya kepada Daren. “Langsung istirahat aja,” Daren memberi tahu.
“Kan masih ada PR MTK,” balas Raya.
Daren yang tadinya menaruh helm kembali menoleh memperhatikan perempuan yang ia sukai itu. “Aku udah ngerjain,”
Raya menganga, ia tak percaya dengan apa yang Daren katakan. “Beneran?” tanyanya. Manusia seperti Daren mengerjakan PR?
“Serius, aku tadi nungguin kamu sambil ngerjain PR MTK,” ungkap laki-laki yang sudah jadi teman Raya setahun ini. “Kamu mau lihat PR-nya?” Raya sontak menggeleng.
“Aku mau usaha ngerjain sendiri dulu.” Perempuan itu tetap tidak mau menerima bantuan Daren. “Udah cepetan kamu pulang,” Raya kembali ngotot.
“Sabar dulu,” laki-laki yang masih duduk diatas motornya tiba-tiba mengacak-acak rambut Raya. “Aku bingung harus ngapain kalau sama orang cantik,”
Raya melempar tatapan horror kepada laki-laki yang tadi mengacak-acak rambutnya itu. Dia bukan saja menghancurkan tatanan rambut Raya, tapi juga memporak-porandakan hati Raya.
“Dasar mulut player,” ejek Raya.
Laki-laki itu terkekeh, “Yang penting kan ke satu orang doang, ke yang lain engga,” Daren mulai lagi. “Boleh pulang?” tanya laki-laki itu.
“Kan sudah di suruh dari tadi,” ucapnya.
“Iya, sih. Tapi tadi itu kepikiran aja takutnya kamu kangen.” Tanpa menunggu waktu, Raya langsung menimpali.
“Ih, jijik banget gue sama lo” keduanya kemudian terkekeh lagi. Sederhana bukan membuat keduanya tertawa?
“Aku pulang beneran, nih” ucap Daren yang menyalakan motornya lagi. “Besok kamu lihat PR aku aja, ya”
Raya lagi-lagi teringat dengan PR Matematika yang harus di kumpulkan besok. Awalnya perempuan itu ingin mengelak lagi, tetapi ia memilih mengiyakan Daren supaya laki-laki itu lebih cepat pulang.
“Iya,” Raya tersenyum kemudian. Bersamaan dengan itu, Daren menjalankan motornya meninggalkan kediaman Raya.
Untungnya, Daren sudah pulang dan tidak akan kembali ke sini. Kecuali besok pagi saat keduanya sekolah. Pas sekali, pemilik dua motor yang ternyata berjumlah empat orang itu akhirnya keluar dari rumahnya.
Keduanya berbadan besar dan kekar. Setelah ke-empat orang itu keluar, Mama Raya ikut keluar ditemani Aila kecil yang memeluk Ibunya. Dari jauh, Raya dapat melihat Ibunya yang menunduk. Sesekali mengelap air matanya yang keluar.
Tanpa mempedulikan empat orang itu, Raya segera berlari mendekati Gina yang langsung dipeluk oleh Raya. “Mama, gak apa-apa?”
Raya sangat beruntung, orang-orang itu mengambil motor mereka berencana untuk pergi. Dilihatnya Mama dan Aila yang sudah berantakan.
Kedua keluarganya tidak terluka. Namun, tangis mereka dan banyak barang yang berantakan cukup untuk menjelaskan kacaunya malam ini. Raya menyesal, harusnya ia tak perlu datang ke rumah Helena untuk mengajar privat.
Raya sangat menyesal untuk meninggalkan keduanya.
Suara perginya dua motor itu, membuat jantungnya lebih lega. Raya berusaha tersenyum walau ia merasa berat, dua orang yang menjadi keluarganya itu tidak boleh cemas lagi.
“Kita masuk ke dalam saja, ya” ucap Mamanya yang sudah lebih baik. Sebelum Raya masuk, ia mengunci pagar lebih dulu. Baru kemudian Raya memasuki rumahnya yang terbilang kecil.
Sampai di dalam, Raya dapat melihat hancurnya rumah kecil ini. Aila yang merupakan adiknya, tengah membereskan kekacauan yang Raya simpulkan karena empat orang itu.
“Mama punya banyak hutang, Kak” hanya satu kalimat. Tapi Raya mampu mengartikan kalimat itu ke banyak arti. “Mama terpaksa supaya kita tetap hidup,”
Suara Mama terdengar lirih. Tidak seperti Mama yang biasanya. Raya hanya tersenyum, dia sudah tahu Mamanya akan bicara apa.
“Mama nggak mau kamu putus sekolah, apalagi Aila. Dia masih harus sekolah sampai kuliah,” Raya mengangguk tanda mengerti. “Tapi Mama nggak bisa biayain sekolah di sini lagi,”
Raya seketika tersadar, ada yang lebih besar yang harus ia hadapi saat ini. Raya tidak bisa memaksa Mamanya untuk tetap tinggal disini. Dan ia juga tidak bisa memaksa dirinya untuk sekolah di Citra Harapan.
Beasiswa memang membiayai semua pendidikannya, tapi tidak biaya hidupnya. Raya sudah berusaha membiayai dirinya dengan mengajar privat, tapi semua itu tidak cukup.
Ia tidak mau jadi anak yang egois tentunya. Hanya rumah ini peninggalan Papa yang sudah meninggal sejak ia kecil. Dan Mama sudah tidak punya pilihan, selain pulang ke kampung.
“Raya nggak masalah kalau kita pulang kampung,” setelah membalas ucapan Mamanya, Raya sadar kalau ia memang harus meninggalkan semuanya. Termasuk Daren tentunya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments