"Terus-terus!" suruh Mona dengan matanya yang melotot. Antusias mendengarkan cerita Grrycia yang kemarin datang ke apartemen Pak Andreas. Sekarang keduanya sedang berada di kursi pojok di perpustakaan.
"Ya gitu!" Grrycia menyahut agak malas
"Atau ...," tebak Mona, matanya mengerling nakal pada Grrycia, anak ini pasti berpikiran yang tidak-tidak.
"Ngaco kamu, Pak Andreas itu orang yang sopan tau!"
"Hmm, taunya sopan?"
"Ihhh udah ah, jangan ngaco!!"
Grrycia menghindar dari pertanyaan nyeleneh karibnya ini.
"Sebentar deh, itu berarti Pak Andreas ngungkapin perasaannya sama kamu dong Grryc?" sahut Mona tiba-tiba, bagai orang yang baru sadar begitu mengingat kembali cerita Grrycia. Grrycia yang menyangga dagunya menoleh. Malas.
"Gak ngerti!" sahutnya kemudian, lalu menunduk, kembali membaca buku.
Mona mengangkat dagunya, memaksa gadis itu untuk menatap matanya.
"Grrycia Kiana, coba cerita! Setelah itu apa yang terjadi?" paksa Mona.
Grrycia diam, bagai berpikir dan ia kembali membayangkan apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan Pak Andreas kemarin.
Grryc menghela napasnya sekejap, otaknya mencerna apa yang diucapkan Pak Andreas barusan. Pak Andreas masih di sana, di meja kerja menatapnya. Sedangkan Grrycia hanya mampu mengedip-ngedipkan matanya saja.
Rasanya baru pertama kali ia merasa gugup macam ini.
"Euuu maksud Bapak?"
tanya Grrycia, berusaha sebisa mungkin menetralkan suaranya.
Pak Andreas tak menyahut, ia malah melangkah mendekati Grrycia di pintu keluar.
Sesaat kemudian Pak Andreas sudah berdiri tepat di hadapan Grrycia. Grrycia menatapnya. Menatap mata Pak Andreas, mata tajam yang selalu mampu meluluhkannya meski dengan tatapan penuh intimidasi.
"Kamu mau pulang, ini sudah sore." sahutnya mengganti topik pembicaraan. Grrycia seketika menepiskan tatapannya.
"Ahhh iya Pak." gadis itu menyahut dengan senyum terpaksa. Mendadak ia jadi kesal sendiri, mengapa harus mengalihkan pembicaraan?
Menyebalkan!
"Saya antar kamu pulang!" tawar Pak Andreas seraya melangkah.
"Saya bawa mobil." Grrycia menyahut cepat, membuat langkah pria itu terhenti dan menoleh padanya.
"Biar saya antar kamu pulang." Pak Andreas bagai memaksa.
"Euu, saya harus ke rumah Mona dulu. Lama!Bapak lanjutkan saja pekerjaan Bapak, permisi" sergah Grrycia cepat, kemudian cepat pula berlalu meninggalkan Pak Andreas yang berdiri serba salah di ambang pintu apartementnya.
Mungkin kalian berpikir, seharusnya Grrycia mau saja diantar pulang oleh Pak Andreas, siapa tau Pak Andreas akan mengutarakan perasaannya di perjalanan, itu mungkin benar. Tapi kemungkinannya hanya sekian persen saja.
Karena apa? Karena jika Pak Andreas memang ingin mengutaran perasaannya pada Grrycia, seharusnya di sini adalah tempat yang tepat, di mana hanya ada mereka berdua di ruangan ini.
Pak Andreas memanglah orang yang sulit sekali ditebak seperti apa yang sudah di katakan oleh Grrycia.
Alangkah lebih baik jika Grrycia pulang sendiri, ia juga perlu mengontrol emosinya setelah tadi Pak Andreas seolah memberikan sedikit cahaya terang, kemudian memadamkannya begitu saja.
Grryc pikir ini akan menjadi hari yang bersejarah, ternyata sama saja dengan hari-hari sebelumnya. Tidak ada yang istimewa.
"Dia gak jadi nembak kamu?"
tanya Mona setelah Grrycia selesai bercerita.
"Enggak." Grrycia menyahut acuh, kesal setiap mengingatnya.
"Grryc, kamu ini jatuh cinta beneran sama Pak Andreas?" tanya Mona lagi bagai seorang wartawan yang terus menanyai narasumbernya.
"Kayaknya gitu sih Mon." Grrycia menyahut dengan wajah polosnya.
"Wajar sih, banyak yang suka sama dia, cuman kayaknya mereka nggak senekad kamu deh."
"Nekad gimana?"
"Ya, sampe pura-pura mogok mobil segala."
Grrycia tersenyum, mengingat kejadian sepulang ekskul itu.
"Niat banget tau nggak." sambung Mona, cekikikan.
"Namanya juga berjuang!" Grrycia menyahut. Acuh.
"Kenapa nggak sekalian gerilya aja?!"
suruh Mona, seakan menyuruh Grrycia untuk melakukan strategi perang yang dilakukan Jendral Soedirman dan pasukannya pada masa penjajahan Belanda dulu.
"Nanti juga bakal aku lakuin." Grrycia menyahut kalem. Membuat Mona menggelengkan kepala.
"Gak sekalian perang?" goda Mona
"Mau bantu nggak. Jadi tentara Kiply?"
tanya Grrycia, bagai menantang.
"Kamu serius Grryc?" mendadaK ekspresi Mona berubah, jadi serius.
"Ya enggak lah!"
"Kirain. Kaget sumpah."
Mona mengelus dadanya dengan ekspresi berlebihan.
"Berlebihan!"
**
Grrycia dan Mona berjalan menuju kelas. Bel istirahat tinggal beberapa menit lagi.
Tapi pemandangan di lorong menuju ke arah Grrycia dengan Mona sungguh mengganggu penglihatan Grrycia.
Di mana orang terkasihnya itu nampak sedang
berjalan dengan santai sambil mengobrol bersama seorang siswi yang Grrycia tidak mengenali siapa dia.
Langkah Grrycia terhenti, Mona juga ikut
menatap lurus, melihat apa yang tengah menjadi perhatian Grrycia sehingga menghentikan langkahnya,
kemudian Mona baru paham.
"Dia siapa?" tanya Grryia, acuh. Matanya tetap fokus pada orang di lorong sana.
"Nasya. Anak kelas Sosial."
sahut Mona, ia tidak heran jika Grrycia memang tidak mengetahui Nasya, ia terlalu cuek pada orang orang di sekitarnya, padahal jika harus dikatakan, sebenarnya Nasya juga cukup populer di sekolah. Selain cantik, ia juga cerdas, rajin ekskul, anggota OSIS pula.
Tapi tetap saja, pesonanya tidak akan mampu mengalahkan seorang Grrycia Kiana.
"Kamu kenal dia Mon?" tanya Grrycia bagai penasaran.
"Temen sekelasnya Bima. Dia anggota OSIS juga."
"Udahlah nggak papa, dia mah gak ada apa-apanya dibanding kamu." sambungnya, membujuk Grrycia agar tidak memperpanjang urusan.
"Aku nggak liat dia ada di ekskul musik." Sahut Grrycia.
Kedua orang itu semakin dekat.
"Nggak tau."
"Ke kelas yu." bujuk Mona lagi
"Bentar," sergah Grrycia.
Pak Andreas dan Nasya sudah berada di depan Grrycia dan Mona.
"Pak" sapa Mona sambil menganggukan kepalanya dengan sopan pada Pak Andreas.
Grrycia tersenyum manis.
"Mm Pak, bukannya hari ini Bapak mengajar di kelas kami?" tanya Grrycia.
"Ya, lima menit lagi saya masuk kelas." Pak Andreas menyahut singkat.
Tentu saja Grrycia merasa geram mendengar jawaban itu, maunya dia sebenarnya adalah agar Pak Andreas tidak berdua-duaan dengan siswi centil itu yang nampak menatap Grrycia dengan tatapan sinis sekarang. Pasti dia tau jika seorang siswi yang tengah dekat dengan Pak Andreas adalah Grrycia, anak kelas Fisika.
"Pak Andreas sedang mengobrol sebentar dengan saya." sahut Nasya dengan suara lembut, tapi penuh penekanan.
Grrycia tersenyum santai.
"Anak-anak di kelas sudah menunggu Bapak, mereka sedang semangat belajar."
sahut Grrycia agar Pak Andreas merubah keputusan lima menitnya. Padahal tidak demikian.
Fakta sebenarnya, anak-anak selalu mengeluh jika Pak Andreas mengajar. Fisika memang selalu memabukan, hanya Grrycia yang senang, selain karena cerdas ia juga dapat melihat Pak Andreas berlama-lama di.kelas,
untung baginya.
Dan bagaimanapun mereka tidak dapat menolak. Saat Grrycia mengatakan kelas harus tertib ketika Pak Andrea mengajar, maka anak-anak seisi kelas memang harus menurut saja padanya. Bahkan mereka lebih patuh pada Grrycia daripada ketua kelas.
"Pak." sahut Grrycia, bagai memaksa Pak Andreas. Pam Andreas diam, seperti membuat pertimbangan kemudian akhirnya mengangguk.
"Baiklah, ayo." sahut pak Andreas, kemudian berjalan menuju kelas di mana ada jadwal mengajarnya hari ini. Yaitu kelas Grrycia.
Grrycia tersenyum puas, kemudian melangkah dengan Mona mengikuti Pak Andreas di depannya, meninggalkan Nasya yang nampak begitu dendam padanya karena sudah mengambil alih Pak Andreas.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Anhyol
kok griic keliatan murahan bangettt yaa ,jual mahal dikit kek kmu kan cantik lgian jg pak Andreas keluatan klw suka sm kmu
2021-10-16
3
Beranda Elaris
nah kan, mau ditikung baru kesel, hahaha..
2021-10-02
1
Helen Luangkaly
gryyce koh cepet amat 😄😄
2021-08-27
1