~Az Kim Alexandria (POV)
Aku tak mengerti dengan sikap penghuni rumah itu, mereka seperti hidup tanpa masalah dan beban, selalu tertawa, sial!Berisik ! Aku ingin melontarkan kata-kata itu didepan hidung mereka dan pergi saja dari sana, tapi lagi-lagi aku terhalang oleh masalah yang namanya uang, sial!
Menyebalkan, mereka memaksakanku untuk kembali bersekolah, yang benar saja. Aku lari dari tempat itu salah satu alasannya menghindari yang namanya sekolah, tapi dasar bodoh, kenapa sih mereka mencampuri urusanku. Aku harus beramah tamah mengingat aku tinggal di rumah mereka. Apalagi kedatangan anaknya dan temannya, mereka saling melempar isyarat satu sama lain, aku melihatnya tentu saja, sangat menyebalkan. Seandainya mereka bukan anaknya aku sudah membuat gigi mereka rontok, dasar pecundang.
Pagi-pagi buta aku terbangun menatap langit-langit kamar, ide untuk pergi dari sini kini muncul di otakku seakan memerintah.
Sekolah? Aku terduduk, mereka ingin aku sekolah? dasar *****, harusnya kubunuh saja mereka semua.
Aku mengacak rambutku, hal yang jarang kulakukan ketika masalah muncul di depan hidungku, aku menggeleng lagi, aku harus bertahan, karena aku memiliki rencana, ini salah satunya yaitu bertahan, toh aku juga akan pergi dari sini.
Aku menatap meja makan yang sudah terisi oleh empat orang yang tengah bercanda dengan suara-suara ceria, dan tawa memenuhi ruangan, mereka berisik sekali.
Ukh! Dia tersenyum lagi, pria itu siapa namanya? Oh ya, Rolan atau Ronan atau apapun namanya.
Bagus! Mereka mencoba bersikap menjadi orang dewasa, jadi aku pasti anak kecilnya. Dengan malas aku melangkah ke meja makan, aku duduk dan menatap makanan yang di sediakan oleh Mrs.weltson.
Aku menatap heran buku-buku yang bertumpuk di depan hidungku, dan ya tuhan, Tas sekolah berwarna merah, untung tidak ada tulisannya. Aku benci tas itu! Pikir Andria.
"Andria sayang, mulai hari ini kau sekolah di corttage high school di jalan Welch, kau tahukan sekolah ini?" kata Mrs Weltson.
Aku ingin memutar kedua mataku juga ingin
membuang buku-buku jelek ini.
"Ya Mrs.weltson." kataku kaku.
"Oh ya, Ronan bisa mengantarmu kalau kau mau, dia sendiri lho yang menawarkan."
Aku menatap pria ini...dan dia tersenyum cerah, ingin rasanya kutumpahkan sereal ini diwajahnya.
"Aku juga melewati sekolahmu kalau menuju perusahaan Conventage, mulai hari ini aku bekerja di sana." ucap Ronan.
Aku mendapati lagi isyarat yang dilemparkan temannya pada si pria bermata biru ini. pikir Andria.
"Erm...terima kasih tapi aku naik sepeda saja."
Ya ampun, mereka semua berbalik dan menatapku, ingin sekali kukatakan. 'Apa?!'
Jelas terlihat Mrs.weltson melirik Ronan anaknya, Takut di kecewakan kupikir. Yang benar saja mengantarkanku? Aku sudah cukup bertahan dengan perhatian mereka, aku tak pernah menerima perhatian berlebihan seperti ini sebelumnya dan itu membuatku merasa tercekik.
"Kau yakin Andria sayang, kau bisa terlambat di hari pertamamu." tanyanya. Sebelum kujawab pria bernama Ronan menatap jam di tangannya.
"Aku harus berangkat." ucap Ronan. dia menatapku lagi, kenapa wajahnya seperti itu?
"Kau yakin Andria?" tanyanya lagi.
Aku menatapnya jengkel dan mengangguk. Dia sepertinya mendesis.
"Mom, dad kami berangkat." kata Ronan.
Aku berdiri mengambil buku-buku dan menaruhnya dalam tas merah itu, mereka saling melirik lagi, aku menggandeng tas itu di belakangku dan pergi ke garasi mengambil sepeda merah pucat dengan stang hitam yang sudah kuperbaiki kemarin, Mr.weltson membiarkanku memakainya setelah kuperbaiki sedikit.
Pria bernama Ronan kembali menatapku, lalu dia masuk ke mobilnya dengan menggeleng, aku memutar sepedaku mendahului mobil sportnya, angin berhembus menerpa wajahku, nyaman terasa, rambutku yang mulai panjang kuikat sekenanya aku memakai baju kaos biru gelap dengan kemeja kotak kusamku di padu jeans biru pudar karena seringnya kupakai, aku jarang membeli pakaian, aku tak terlalu memperhatikan penampilanku.
Sial! Lampu merah, aku mengambil headphoneku memasang di telingaku. Mobil sport hitam jelas berada di sampingku, dia membuka kaca jendela mobilnya, aku tak ingin melihat wajah mereka, aku pura-pura tak melihat mobilnya sampai ada yang menggerakkan tangannya dan memegang Roda sepedaku, please...apa sih mau mereka. Dengan malas aku berbalik. Dia memberi isyarat menyuruhku melepas headphoneku, aku melepasnya dengan terpaksa.
"Ini, kau melupakannya." kata pria itu.
Dia memberiku kertas, sepertinya peta sekolah, dia tersenyum lagi.
"Semoga harimu menyenangkan Andria". Katanya ceria.
Aku menganggukkan kepalaku, telingaku terasa panas mendengar dia mengucapkan nama Andria seperti dia bermain-main dengan namaku.
Tanpa berbalik aku meluncurkan sepedaku, dan berbelok.
Sesuatu menghentikan perjalananku, aku melihatnya, dia! Tak salah lagi aku bersumpah ketika aku melihatnya aku akan menghancurkannya, dia melarikan diri dari tempat itu ketika dia melukai gun wu si gendut, dia sampai menangis-nangis dan darah segar menetes dari kepalanya yang di lakukan oleh Eric. Kali ini mati kau.
Aku membalap sepeda tua itu membuangnya di pinggir jalan, dan dengan cepat menendang meja yang tengah mereka duduki, mereka terkesiap kaget, lalu berbalik menatapku, Eric melotot kepadaku.
"Halo Eric." sapaku dingin. Mereka bersama teman-temannya.
"Hai Az... apa kabar." Wajahnya yang licik tak berubah, mata hitamnya yang sipit dan pendek tengah memandangku mengejek.
"Az kau tahu mereka semua mencarimu, bahkan si gendut gun wu, dia menangis terus, berisik sekali tahu! jadi tadi pagi aku menghajarnya saja agar dia diam, yah... berhasil sih sampai dia tidak bisa mengenali wajahnya sendiri." Mereka tertawa-tawa sambil meninju mengejek.
Rahangku kaku, darah tengah naik di otakku, tanpa sedikitpun keraguan aku mengambil kayu panjang dan dengan keras menghempaskan ke wajah eric tepat di wajahnya, dia terjatuh dan berdarah di pelipisnya.
Dengan gerakan cepat aku memukul mereka membabi buta sehingga mereka terkapar, dan tak sanggup berdiri, lalu aku memandang Eric.
"Sampaikan salamku pada ana, Eric!" Aku menaikkan alisku dan tersenyum jahat tahu bahwa ana adalah adiknya yang meninggal beberapa bulan lalu karena overdosis. Dia mendesis, dan mencoba bangkit ingin memukul, tapi sekali lagi aku menghantamkan kayu yang kupegang pada Wajahnya, aku memandangnya jijik, mengambil sepedaku dan tas yang kubuang di tanah dan membaliknya, terdengar suara sepatu berlarian, seseorang menarik lenganku.
"Andria! Apa yang kau lakukan di sini?"
Aku mendongak dan menatap nya, Sial! pria ini lagi...
"tidak ada apa-apa." kataku datar, dia menatapku tajam.
"Kau harus katakan, kalau kau masih ingin bekerja di tempat ibuku."
Aku memandangnya malas. "Ok, sepulang sekolah." Lalu dengan cepat aku naik ke sepeda meninggalkannya yang marah...
Aku memang ingin keluar dari rumah itu, pikir Az.
Aku memandang bangunan segi empat itu dan menatapnya tidak percaya, sekolah betul-betul berada di depan hidungku. Dengan malas menyeberangi lautan remaja yang tertawa-tawa, memarkirkan sepedaku, dan menatap segala jenis mobil bermerk, kemudian menatap kertas yang diberikan.
Aku memegang peta sekolah di tanganku, hari yang buruk, aku melangkah gontai memasuki ruangan besar penuh dengan siswa siswi di ruangan itu.
"Erm..saya Az Kim Alexandria." ucapku.
Wanita gemuk berbaju ungu pucat mengambil kertasku dan kembali menatapku, keningnya berkerut setelah memandangku dari bawah hingga atas, dan lalu memperbaiki gagang kaca mata tuanya.
"Ini jadwal kelasnya Az Kim Alexandria
Aku memutar mataku dan dia melotot, tentu dia tidak mengharapkan anak sepertiku muncul di sekolah elitnya.
"Kau masuk di kelas pemerintahan, berikan kertas itu pada Mr,Robinson." Katanya ketus.
Aku berbalik dan pergi. Ruangan kelas itu cukup besar di dalam ruangan itu terdapat 27 siswa dan siswi duduk berdekatan, dengan cuek aku mengambil tempat duduk paling belakang, ada beberapa orang yang berbalik menatapku, mereka mengurungkan niat untuk menyapa, kejutan ! ini adalah sikap yang aku sukai, bagus jangan berbalik.
"Hai, kau baru ya?" Seseorang menggeser kursi, aku berbalik menatapnya.
"Ya." jawabku, Dengan malas aku mengeluarkan buku untuk pelajaran pemerintahan.
"Namaku Chris, Namamu siapa?" Aku menghentikan aktivitasku, lalu menatapnya.
"Az Kim..Az Kim Alexandria."
"Nama yang bagus, boleh aku memanggilmu Andria?" dia tersenyum ramah.
"Oky." kataku.
Setelah menyimak sepuluh menit pelajaran, aku mulai bosan, sesekali aku menatap orang-orang di luar jendela, Aku mendapati pria bernama Chris sedang menatapku, wajahnya tersenyum, aku mengernyitkan alisku, lalu dia mengambil kertas dan menulis sesuatu.
"Sama aku juga bosan." Kali ini dia betul-betul tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.
Bel berbunyi menggetarkan kelas, dengan cepat mengumpulkan buku, dan maju ke depan memberikan kertas pada Mr,Robinson untuk di tanda tangani. Aku mengernyit mendapati pria bernama Chris belum beranjak dari bangkunya, aku berjalan melewatinya tanpa menyapanya.
"Andria, hei kau mau ke kantin?"
Dia berjalan di sampingku, sepertinya dia cukup terkenal.
"Hei..chris hati-hatilah Luna melihatmu." teriak salah satu pria yang lalu berjalan di sampingnya.
"Ada apa dengan Luna?" kata Chris dengan tertawa, temannya menepuk bahu Chris.
"Kau tidak tahu ya dud, dia akan mengajakmu ke pesta promnight dan dia bersumpah itu harus kau." lalu temanya terkikik.
"Aku tak pernah mengiyakan, aku belum memutuskan." Kata Chris mendengus.
Aku berjalan cepat menuju cafetaria sekolah, malas mendengar percakapan remeh mereka, dan akhirnya tak mendapati Chris yang mengikutiku.
Aku mengambil nampan dan mengisinya dengan makanan lalu mengambil tempat duduk yang kosong. Beberapa waktu aku mendengar langkah sepatu berbunyi...
Beberapa orang telah berdiri di depan meja makanku, aku menatapnya perlahan.
"Kau anak baru ya, Aku Luna dan aku hanya ingin mengatakan padamu jangan dekat-dekat dengan Chris, aku tahu pecundang sepertimu masuk ke sekolah ini hanya ingin mengambil keuntungan." lalu mencela dengan melihat penampilan andria.
"Kau merusak pemandangan sekolah, ada apa sih dengan sekolah ini, dia harusnya lebih selektif dalam menerima siswa disini."
Tanpa mengalihkan pandanganku ke makananku, cewek bernama Luna itu terus berbicara.
"Hei apa kau tuli? kau tidak mendengar ya?" dengan menjentikkan jarinya di depan hidungku.
"Sebaiknya kau pergi jangan ganggu dia." tiba-tiba Chris menghampiri luna.
"Kau membelanya Chris?" kata Luna tidak percaya.
Kepalaku mulai berdentum-dentum, aku muak, kenapa mereka berisik sekali! Aku tak ingin mengacaukan hari pertama sekolahku dengan perkelahian, tapi pilihan apa yang kupunya..?
Dengan malas aku berdiri dan menggebrak meja, kali ini aku menatapnya tajam, dia melotot begitupun yang lainnya, perhatian orang-orang kini tercurah pada kami.
"Tutup mulutmu." kataku dingin, aku memandangnya tajam, aku berjalan pelan menghampiri cewek bernama Luna.
"Atau aku yang akan menutupnya dan kau tak akan bisa menggunakannya lagi."
Secara spontan dia mundur dengan mata masih melotot.
Aku mengambil sisa makananku dan meremasnya, lalu mencampurnya dengan jusku, lalu dengan santai aku menuangkannya di atas kepala cewek bernama luna. Dia teriak histeris, aku mengambil tissue dan membersihkan tanganku yang kotor, senyum jahat terpeta di wajahku, tak peduli pandangan orang-orang terhadapku, mengambil tasku lalu meninggalkannya dengan teriakan-teriakannya.
Sejak awal aku tak pernah peduli pada apapun dan dekat pada siapapun begitulah caraku bertahan hidup kau harus memiliki hati yang gelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
noname
hatinya dah gelap
2020-06-20
3
Darmiati Thamrin
Aq suka baca semua karyamu thor👍👍👍
2020-06-17
2
Elly
good job 🤣🤣🤣🥰👍👍👍🤣
2020-06-02
1