EPISODE 9

(Bu Sandra)

"Bas, bisa tinggalin mami dan Luna sebentar?"

(Bastian mengangkat alis nya sebelah)

"mau ngomongin apa sih mih? Sampe Bastian ngga boleh denger?"

(Bu Sandra)

Jadi, ngga boleh nih, Luna dipinjem mami sebentar? "

(Bastian)

" baiklah.... "

Bastian memperhatikan Bu Sandra dan Luna dari dalam ruang keluarga. Ruang kerja yang terletak di taman belakang rumah, dengan dema outdoor yang asri. Dan berdinding kan kaca itu, bisa dilihat dari luar ruangan.

Mereka hanya terlihat, namun tak terdengar, saling bercengkrama dengan akrab, bercanda dan kadang terlihat tertawa. Ada satu moment dimana saat Bu Sandra berbicara, matanya berbinar dan mereka melihat Bastian. Namun sayang, apa yang dikatakan Bu Sandra tidak terdengar oleh Bastian.

"tuan Bastian kok bengong aja, lagi mikirin sopo? Hayoo" Bu dre Sri datang membawa secangkir kopi untuk Bastian.

(Bastian)

"Bu Dhe Sri, ngagetin aja. Engga! Itu si mamih bisa akrab banget ke Luna. Ke Tsania aja, ngga segitu nya."

(Bu dhe Sri)

"oh, itu mungkin kalo sama Luna lebih nyambung aja kali,"

"piye tuan? Luna sebulan iki wes ngerti to? Ndak ngecewain sampean to?"

(Bastian)

"aman bu dhe, dia polos, baik lagi, tapi ya itu, ngeyel"

(bu dhe Sri)

"woo, nanti biar tak bilangin anak nya. Tuan tenang aja ya"

(Bastian)

"ngga perlu bu dhe, Bastian suka kok."

Bastian menyeruput kopi sedikit lalu beranjak meninggalkan Bu Dhe Sri dan bersenandung ria.

"woo... Kesambet kali ya bocah iki..." Dumel Bu Dhe Sri menatap bingung pada Bastian.

Namun, hatinya lega, setidaknya dia bisa membantu Luna dan ibunya. Ada rasa penyesalan yang dirasakan Sri. Rasa bersalah yang dia sembunyikan. Kepergian Purnama dan Aditya 5 tahun yang lalu bermula dari kelicikan Sri. Ia terbayang, bagaimana dia merayu Purnama yang tak lain adalah Adik kandungnya agar merantau ke Jakarta. Awalnya, Purnama masih sering mengirim pesan lewat surat yang diantarkan tukang pos,namun belum sampai di tangan Luna dan ibunya, surat-surat itu sudah hangus dibakar Bu Dhe Sri. Begitu juga uang yang dikirimkan, semua hanya sampai ditangan Sri. Hingga akhirnya, purnama geram dan tak lagi memberi kabar bahkan uang untuk keluarganya. Ia kesal, karena ia merasa tak dihiraukan oleh Nur, Ibu Luna, ia tak pernah mendapat balasan atas surat\-suratnya walau hanya ucapan rasa terima kasih. Yaa, semua hanyalah kesalah pahaman yang dibuat oleh Sri.

"Bu Dhe Sriiiiiiii"

Suara perempuan itu sangat nyaring ditelinga Sri.

"Bu dhe lagi mikirin apa sih? Luna dari tadi teriak-teriak tapi bu dhe diem aja"

(Sri)

"Lun... Ini... Anu....

(Luna)

" ini.. Anu.. Apa to Bu Dhe?

Bu Sandra minta Bu Dhe buat bikinin makan siang. Nanti jam tiga dia udah harus ke bandara loh."

(Sri)

"oh,yo wes. Tak siapin dulu yo"

Sri bergerak cepat menuju dapur,setidaknya ada alasan untuk menghindari pertanyaan Luna.

Gerakan Sri membuat Luna penasaran. Seperti ada rahasia yang tersembunyi dari raut wajah Sri. Namun, sudah tidak ada waktu jika hari itu dia mendesak Sri untuk berkata jujur. Dia harus ikut Bastian mengantar Bu Sandra ke Bandara. Yaa, sementara dia harus menyimpan pertanyaan nya untuk Sri.

(Bu Sandra)

"Lun, ada yang dipikirin?"

(Luna menggeleng kepala)

"engga bu', Luna cuma lagi kangen aja sama ibu dikampung."

(Bu Sandra)

"kamu bisa kok, ambil beberapa hari untuk pulang nemui ibu kamu."

(Luna)

"serius bu?"

Bu Sandra mengangguk seraya tersenyum.

(Bu Sandra)

"terimakasih bu,ibu benar-benar orang baik."

(Bastian)