Malam semakin larut ditengah kelap dan kesunyiannya. Jam dinding berdentang menunjukkan pukul satu pagi. Namun segelintir orang tetap terjaga di beberapa bangsal rumah sakit di daerah Jakarta Selatan.
Terlihat seorang wanita berusaha membuka matanya dari keheningan sebuah mimpi panjang. Kedua mata coklatnya menangkap kehadiran seorang gadis yang sedang menatap kosong ke arahnya.
"Maudy" lirih wanita itu dengan suara parau.
"Saya harus apa sekarang? Saya harus panggil kamu apa?" Maudy bergumam menatap wanita yang terbujur kaku di hadapannya. "Kenapa kamu ngelakuin ini semua? Kenapa kamu gak jujur dari awal?" Tambah maudy. Tanpa ia sadari air mata mulai mengalir dari kelopak matanya.
"Maudy, mama gak bermaksud untuk membohongi kamu. Mama gak bisa terus terang ke kamu. Tapi mama juga gak bisa terus nahan perasaan mama buat ketemu sama kamu" timpal wanita yang kini harus Maudy panggil dengan sebutan mama itu.
"Terlambat. Mama terlambat. Kemana aja mama Selama ini? Bertahun tahun aku nunggu mama."
"Mama selalu berusaha untuk mencari kamu Maudy, mama berusaha nyari informasi tentang kamu. Tapi papa kamu selalu bawa kamu pergi sebelum mama berhasil nemuin kamu" tukas mama menggenggam erat kedua tangan Maudy.
"Kalau mama memang sayang sama aku, kenapa mama pergi tinggalin aku? Dan kenapa mama gak berusaha untuk memperjuangkan aku."
"Kamu harusnya tau, bukan mama yang mau pergi tinggalin kamu. Mama juga pingin selalu ada di dekat kamu. Tapi keadaan gak memungkinkan untuk mama memperjuangkan semuanya. Apalagi papa kamu sama sekali gak menyukai kehadiran mama."
"Gak mungkin. Pasti papa punya alasan kenapa papa benci sama mama. Aku tau papa orang yang tegas, tapi bukan berarti dia adalah orang yang jahat kan? Kalau mama bicara jujur sama papa pasti dia akan luluh. Ya, seenggaknya dia pasti akan ingat saat saat terbaik kalian. Mungkin papa masih punya rasa sama mama."
"Rasa?"
"Ya, Kalian pernah bersama. Bahkan kalian sudah berumah tangga dan mempunyai Maudy. Itu tandanya kalian mempunyai rasa suka satu sama lain ya kan?"
"Hhm. Mama memang pernah mempunyai rasa sama papa kamu. Tapi tidak sebaliknya"
"Mah, papa mau nikah dengan mama. Artinya papa pernah memperjuangkan perasaannya terhadap mama."
"Kami menikah bukan karena cinta Maudy. Pernikahan kami hanyalah kedok untuk meningkatkan popularitas perusahaan. Ini hanya perjodohan sementara, kami hanya terikat dalam pernikahan kontrak tidak lebih." lirih mama bertatap kosong.
"Jadi aku hadir bukan karena cinta?"
"Kamu adalah cintanya mama sayang. Terlepas kamu hadir dengan cinta papa atau tidak, tapi mama yakin papa sudah memberikan rasa sayang yang besar untuk kamu. Kamu hanya perlu percaya itu" ujar mama sambil mengusap-usap rambut Maudy. Kemudian memeluknya dengan perlahan. Maudy menenggelamkan wajahnya dalam pelukan mama. Berusaha menutupi kedua matanya yang telah memerah dipenuhi tangis.
***
Siang kembali singgah, birunya langit terasa berwarna dengan hadirnya Awan dan mentari orange yang menari nari di atas penat siang hari. Maudy terlihat memasuki gerbang sebuah rumah sakit dengan tubuh yang masih terbalut seragam sekolah.
Maudy menghentikan langkahnya sejenak. Seolah sesuatu telah menghambat kaki dan tubuhnya.
Maudy menyapu pandangannya pada dua orang pria yang menuju ke arahnya. Salah satu diantara mereka terasa tak asing bagi Maudy. Pria itu juga masih mengenakan seragam sekolah lengkap dengan ransel yang ia sematkan di bahu kanannya. Sedangkan yang lainnya mengenakan setelan casual ala mahasiswa.
Maudy benar benar terdiam. Matanya terbelalak menatap kedua pria yang dengan cepat melintas tepat di samping kanan dan kiri bahunya.
"Maudy" tegur papa menyadarkan Maudy dari lamunannya. "Kamu ngapain di sini?" Papa menatap heran ke arah putrinya yang masih terdiam di lorong rumah sakit itu.
"A? Aku mau jenguk mama. Papa ngapain di sini?"
"Papa juga"
"Em.... Kita tengok mama bareng yuk" ajak Maudy sedikit ragu. Papa hanya mengangguk setuju kemudian berjalan mengikuti Maudy. Melewati beberapa bangsal dan terhenti di depan sebuah ruang rawat inap.
Maudy memasuki pintu terlebih dahulu, membiarkan papa berjalan di belakangnya.
"Gimana ma? Udah enakan?" Tanya Maudy lirih.
"Hhm" mama bergumam setuju. "Kamu belum pulang?" mama melirik ke arah Maudy yang masih mengenakan seragam sekolah.
"Maudy pingin langsung ke sini. Tapi Maudy bawa baju ganti kok."
Perlahan pintu terbuka. Papa memasuki ruangan dengan mulut terkunci rapat. Maudy mengalihkan pandangan ke arah papa, kemudian bangkit dari posisi duduknya.
"Maudy mau ganti baju dulu" lirih Maudy memberi alasan agar kedua orang tuanya dapat saling bicara satu sama lain.
Maudy mengganti pakaian dalam sepuluh menit. Lalu beranjak keluar dari kamar mandi. Ia berjalan beberapa langkah dan mendapati dua orang pria yang ia lihat tadi sedang menunggu sesuatu dari luar ruang operasi dengan raut wajah gelisah.
Suasana terasa amat tegang setelah seorang dokter keluar dari dalam ruang operasi. Dua orang pria itu tampak marah pada sang dokter karena masih belum diperbolehkan masuk. Dengan keringat dingin keduanya tetap menunggu di depan pintu ruangan.
Maudy yang penasaran mencoba menghampiri kedua pria itu sambil bertanya tanya di dalam hati.
"Raihan" panggil Maudy pada seorang pria berkacamata itu. namun Rehan masih terpaku serius menatap seorang gadis yang terkurai lemas di dalam ruang operasi.
Maudy melirik ke arah gadis tersebut. Gadis yang dengan kasar menampar wajahnya itu, kini tengah terbaring tak sadarkan diri di atas bangkar dengan tarikan nafas yang tak teratur.
"Apa ini salah gue?" Tanya Maudy lirih.
"Sebagian" jawab Rehan lesu. "Ngapain Lo di sini?" Tanya Rehan tersadar akan kehadiran Maudy.
"Gue...."
"Lo ngikutin gua ya?"
"Enggak. Gue...."
"Lo mau cari masalah lagi?!"
"Enggak. Gue cuma...."
"Atau jangan-jangan Lo..."
"Lo bisa gak sih dengerin gue bentar?! Belum juga gue jawab. Cowok kok mulutnya nyerocos amat" umpat Maudy melirik sebal.
"Lo ngatain gua apa?!"
"Lo nyerocos. Cerewet kayak bebek" tukas Maudy berbisik pelan.
"Apa Lo bilang?!"
"Eh, udah jangan ribut di sini. Kalian ngeganggu pasien yang lain" sambar mahasiswa yang datang bersama Rehan itu berusaha melerai Perselisihan antara Rehan dan Maudy. "Ayo ikut saya" sergah mahasiswa itu mengajak Maudy beralih ke sisi lain rumah sakit.
"Saya minta maaf soal prilaku Rehan tadi. Dia hanya terlalu frustasi dengan keadaan Eran." Ujar pria itu dengan bahasa yang sopan.
"Gak perlu minta maaf, itu keadaaan yang telah bisa!" Jawab Maudy ketus. "Eh, sorry kebawa suasana. Jadi marah sama Lo."
"Gak apa apa. Rehan juga emosi karena adik saya"
"Lo, kakaknya cewek itu?" Tanya Maudy yang dibalas anggukan oleh pria itu.
"Eng, kak gue ngapa ngapain adek Lo kok. Dia tiba-tiba aja pingsan di depan gue. Gue gak ngapa ngapain sumpah." Timpal Maudy mengangkat kedua jari tangan.
"Ini bukan salah Lo kok. Eren emang sakit. Dia punya masalah dengan jantungnya dan beberapa penyakit komplikasi" tukas pria itu.
"Tapi..."
"Gak apa apa kok. Gak usah dipikirin" ucap si pria, beranjak pergi sesaat kemudian.
"Hhm. Seenggaknya dia jauh lebih sopan dari adeknya"
Sebuah pandangan baru tertangkap oleh kedua mata Maudy. Ia meraba pandangannya dari pintu masuk ruangan hingga terhenti pada ujung tembok ruangan. Dilihatnya papa yang sedang duduk di samping mama. Kedua orangtuanya saling menatap Maudy dengan sedikit sekaan nafas. Rasa berat terlihat jelas dari raut wajah mereka.
Perlahan papa bangkit. Menggeret langkah kasarnya ke arah Maudy. Ia menepuk pelan bahu Maudy, kemudian beranjak pergi melewati pintu bangsal.
"Mama sama papa ngomongin apa aja barusan?" Tanya Maudy **** senyum.
"Hak asuh" jawab mama mengedipkan perlahan kedua matanya. Suara serak yang ia tunjukkan memperlihatkan rasa berat di hatinya.
"Maudy?"
"Hhm" mama bergumam dengan anggukan pelan. Maudy terdiam mematung. Haruskah ia memilih salah satu dari orang tuanya, dan berpisah dengan yang lain?
Angin perlahan menembus dinding. Membawa aroma dingin pada setiap sekat yang ia lewati. Dingin yang membuat sang hangat merajuk hingga bersembunyi jauh dari ketenangan.
**Kenapa perih selalu menghampiriku secara bertubi-tubi?
Aneh jika hanya aku yang merasakannya.
Aku juga manusia bukan?
Aku dapat berpikir ini tak adil.
Cobaan macam apa ini?
Kenapa hanya aku dan aku lagi yang menerimanya?
Apa ini akhir dari semua penderitaanku?
Atau apakah akan ada yang lebih perih dari ini**.
\*\*\*
halo semuanya. ini karya baruku mohon di like jika suka untuk membantu author dan menyemangati dalam proses pembuatan cerita😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Suty
yg cewek di tampar tampar sama orang yg TK d status apapun , untungnya bukan sy hadeeee
2019-10-11
3