Michael menatap wajah gadis yang saat ini tengah membuat hatinya berbunga. Rasanya dia memang sudah tidak waras karena sering senyum-senyum sendiri. Seperti dugaannya, malaikatnya adalah gadis cantik dan manja. Manja? Rasanya ane karena dia dulu merupak seorang gadis pemberani dan juga mandiri.
Michael tidak ambil pusing dengan hal tersebut dan kembali memandang foto gadis tersebut yang disamakan dengan foto masa kecilnya. Ya, Michael memiliki foto malaikat kecilnya tengah bersama dengan papanya karena dia tidak sengaja mengambil dari buku harian yang selalu dipakai malaikatnya. Michael tidak tau nama perempuan kecil tersebut, itulah sebabnya dia memanggilnya dengan nama malaikat. Tentu saja karena dia begitu baik seperti malaikat.
“Rensi. Nama yang indah,” gumamnya dengan senyum yang sudah mengembang sempura. Jika ada yang melihatnya, sudah dapat dipastikan bahwa dia sudah gila karena sejak tadi memandang foto tanpa berkedip. Dia ingin memandangnya sepuas mungkin dan menyusun rencana untuk mendapatkan gadisnya kembali.
Took…tok..tok…
Suara ketukan terdengar dan Michael hanya menoleh sejenak, tidak menjawab dan masih memperhatikan foto wanitanya. Ya, dia memang sudah menetapkan Rensi sebagai wanitanya dan dia yakin dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, dia akan mendapatkan gadis tersebut. Siapa juga yang berniat menolak seorang Michael yang terkenal kaya raya? Meski begitu, jangan lupakan bahwa dia juga terkenal dengan sebutan playboy yang sudah melekat.
“Cantik,” ucap seseorang di belakang Michael dan membuat pria tersebut langsung bangkit. Bundanya sudah berada di belakang dan menatap foto Rensi. Buru-buru Michael menyembunyikannya dan menatap bundanya dengan senyum sumringah.
“Bunda ada apa?” tanya Michael yang saat itu tengah menginap di rumah orangtuanya karena rumahnya tengah direnovasi.
Anastasya, wanita berusia empat puluh tiga tahun yang masih tampak begitu cantik meski dengan sedikit kerutan yang sudah terlihat jelas. Matanya menatap teduh anaknya yang sudah menutupi foto seorang gadis di bawah bantal. Masih sama seperti yang dulu.
“Sini, Bunda mau lihat,” ucap Tasya sembari mengulurkan tangan, menunggu Michael memberikan foto tersebut.
Michael masih kekeh dan tidak mau menyerahkan ke dua foto tersebut. Bagaimana jika nanti orangtuanya malah melarang untuk bergaul bersama Rensi? Atau malah menjauhkannya dan menentang hubungan yang bahkan belum dibangunnya. Pikiran Michael terlalu berkelana dan sayangnya tidak ada pikiran baik yang terlintas.
“Sini, El,” kata Tasya dengan nada menekan. Sekarang kesabarannya sudah menipis karena rasa penasaran yang sudah menggebu. Ini pertama kalinya Ael melihat sebuah foto dengan tatapan memuja.
Tasya sudah tidak sabar menunggu anaknya yang masih saja diam. Dia mulai memutar bola matanya jengah. Sejak kapan anak semata wayangnya menjadi seperti remaja dan kehilangan wibawa? Benar-benar gadis luar biasa yang mampu mengubah anaknya menjadi sosok yang baru ditemuinya.
“Ael, Bunda masih meminta baik-baik dan jangan buat Bunda marah, Sayang,” kata Tasya mengulangi perintahnya. Kali ini dengan nada yang sudah ditekan agar terdengar tegas. Meski sebenarnya dia bukanlah wanita tegas. Dia bahkan tidak pernah membentak siapapun selama empat puluh tiga tahun.
“Bunda, biarkan Ael yang menyimpan. Kalau dia sudah setuju, Ael janji akan bawa ke hadapan Bunda,” ucap Ael dengan wajah meyakinkan.
Tasnya hanya tersenyum lembut dan langsung duduk di ranjang sebelah anaknya yang saat ini tengah duduk dengan tangan disembunyikan ke belakang. Ternyata anaknya masih saja seperti dulu.
“Bunda hanya mau lihat gadis seperti apa yang sudah membuat anak Bunda menjadi seperti ini.” Tasya menatap anaknya dengan tatapan lemah. Dia tau Ael tidak akan bisa menyembunyikan apapun darinya.
Ael menghela nafas panjang dan menatap bundanya kesal. Selalu saja tatapan memelas yang begitu menyentuhnya. Membuat rasa percaya dirinya kurang dan malah semakin tidak tega ketika bundanya masih menatap dengan tatapan yang sama. Dengan perasaan berat hati, Ael mulai mengeluarkan dua lembar foto yang dair tahun yang berbeda. Tasya yang melihat langsung bersorak senang dan meraihnya cepat, membuat Ael menyesal sudah memberikannya.
“Ini gadis yang sama?” tanya Tasya sembari menatap Ael dengan tatapan penuh tanya.
Michael mengangguk penuh antuasia. Sudah tidak ada lagi kesombongan yang ditunjukan dan dia hanya menunjukan seperti apa dia sebenarnya. “Bukankah cantik, Bunda?”
“Cantik. Sangat cantik,” ujar Tasya sembari memperhatikan foto seorang gadis kecil yang tengah memegang lengan ayahnya. Dia merasa menyukai gadis tersebut dan yakin akan membuat bahagia anaknya.
Tasnya menatap Michael yang masih tampak begitu antuasias. “Kapan kamu akan membawanya ke rumah?” tanya Tasya sudah tidak sabar.
“Secepatnya,” jawab Ael dengan rasa penuh percaya diri.
_____
Pagi sudah bersambut dengan kicauan burung dan sinar mentari yang sudah semakin terik. Hari ini, Vinda masih melakukan hal yang sama. Beberes rumah saat ayahnya pergi. Ibunya? Sudah beberapa hari ini tidak pulang ke rumah karena mengurus pekerjaan yang menumpuk. Itu kata ayahnya dan Vinda tidak ambil pusing. Dia memilih untuk diam dan mengerjakan apa yang bisa dikerjakan.
“Pagi kelinci imut,” sapa Vinda yang saat ini tengah melepaskan kelinci kesayangannya agar keluar dan mencari makan di halaman belakang. Setidaknya sampai dia selesai mengerjakan tugas rumah dan pergi bekerja.
“Vinda!”
Belum juga dia merasakan kebahagiaan pagi yang baru disambutnya, suara teriakan Rensi membuat hidupnya langsung berubah drastis. Mood-nya langsung turun seketika dan hanya helaan nafas yang terdengar.
“Vinda!” teriak Rensi dari dalam dan itu membuat Vinda semakin menghela nafas.
“Iya, sebentar,” jawab Vinda yang langsung bangkit dan berlari ke arah Rensi memanggilnya. Jika tidak, dia yakin Rensi akan terus berteriak tanpa henti. Jujur saja, itu membuat telinganya menjadi sedikit pengang karena suara cempreng Rensi.
Vinda memasuki dapur dan langsung menuju ke kamar Rensi. Namun, belum juga dia sampai, Rensi sudah berdiri di pertengahan anak tangga dan menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Kenapa?
“Kamu itu dari mana? Aku nyariin dari tadi.” Rensi sudah menatapnya dengan galak.
“Dari belakang,” jawab Vinda dengan nada malas.
“Belakang terus. Lama-lama itu kelinci nanti dipanggang aja,” celetuk Rensi dengan nada mengancam.
Vinda hanya menghela nafas panjang dan menatap Rensi. Lagi-lagi kalimat itu dan itu benar-benar membuatnya muak. Ancaman dan siksaan. Rasanya sudah lama dia menerima hal tersebut. Jika diingat, sudah empat belas tahun dia menerima hal tersebut.
“Jadi, kamu mau apa?” tanya Vinda mengalihkan pembicaraan.
“Cuci mobil,” perintah Rensi sembari mengulurkan kunci mobilnya.
Vinda hanya menurut dan langsung mengambil kunci tersebut. Tanpa berpamitan, dia melangkah keluar untuk mencuci mobil tersebut. Rasanya pekerjaannya menumpuk jika Rensi kembali ke rumah. Padahal beberapa hari ini Rensi menginap karena sahabatnya tengah mengadak acara.
Vinda menghela nafas panjang. Dalam hati dia menyemangati diri sendiri dan berharap kelak semua akan menjadi lebih baik. Ya, dia berharap semua akan menjadi jauh lebih baik.
Asik melamun membuat Vinda melupakan tugasnya dan menyemprot ke sembarang arah. Tanpa sengaja, dia mengarahkan selang yang sedang digunakan ke arah Rensi yang tengah menjadi mandornya.
“Vinda!” bentak Rensi dengan emosi karena Vinda menyemprotnya dengan air. Dia menyuruh Vinda membersihkan mobil dan bukan malah membuat dirinya mandi pagi. Vinda yang mulai sadar hanya melongo dengan mata membelakak. Dia benar-benar tidak sengaja.
_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Balgis Febrizha Al-Amrie
kayak dejavu bacanya,(mungkin mmg cm mirip)
2021-12-13
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kasihan vinda
2021-06-21
0
ana Imaa
mamanya aja bener gk salah milih laah anakny malah keliiiru
2021-01-02
0