" Udahlah, jangan dibahas. Ayo dibuka kadonya." Katanya mengalihkan pembicaraan, setelah tadi hening beberapa saat.
Ia duduk diatas karpet, mulai mengosongkan keranjang. Menumpuk kado - kado yang terbungkus rapi dengan kertas warna - warni.
Aku pun ikut duduk menghadap padanya. Mengambil satu kado yang terlihat sangat elegan itu. Terbungkus kertas warna gold, lalu kulihat kartu nama yang menempel diluar.
Aku mengerutkan keningku saat membaca nama sang pemberi kado, disecarik kertas bersama ucapannya.
" Lisa Andara."
" Boleh, aku buka?"
" Buka saja, Lisa asistenku.!"
Aku membukanya dengan hati - hati, takut kalau - kalau isinya barang berharga. Karena dari tampilan bungkusnya sudah dipastikan didalamnya berisi barang branded. Pasti mahal.
Dan jeng - jeng, sepasang sepatu hak tinggi berwarna hitam dengan merek terkenal yang harganya kisaran jutaan rupiah. Nomor tiga puluh enam, sangat cantik dan elegan. Hampir lupa kalau semua hadiah ini bukan untukku.
" Selera asistenmu bagus, lihatlah cantik bukan.?"
" Heem, suka?"
" Suka, sayangnya gak muat. Lagian ini juga bukan kado untuk ku." Aku menatap lekat manik mata Arjuna.
" Semua ini untuk, pernikahanmu bukan pernikahan kita." ucapku datar, setelahnya aku benar - benar menyesali kata - kataku.
Oh, mulutku direm donk kalau ngomong tuu. Sudahlah memang kenyataannya.
Mimik wajah Arjuna berubah, matanya memerah. Dari sana aku bisa melihat dan paham, laki - laki yang secara fisik terlihat kuat. Tapi, ternyata rapuh didalamnya. Mungkin saatnya aku memulai peranku sebagai pendampingnya, menguatkannya.
Seandainya kita tidak terjebak dalam pernikahan ini. Pasti aku bisa lebih leluasa menguatkanmu. Tapi, pernikahan ini malah menciptakan jarak antara kita.
" Boleh, aku buka yang lain Jun?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku melempar sepatu kedalam keranjang kosong tadi.
Aku lihat Arjuna tersenyum dan tertawa. Padahal aku tahu, dia sedang menyembunyikan kesedihannya. Dia sangat hancur, terluka sangat dalam. Lebih baik pura - pura tidak tahu kesedihannya. Biasanya seorang laki - laki terlihat tegar, hanya demi sebuah harga diri. Dia ingin diakui dirinya kuat dan baik - baik saja, padahal sebaliknya.
Beri dia waktu, suatu saat nanti juga cerita.
Aku mengambil hadiah - hadiah itu lagi. Membuka satu persatu, ada yang berisi bra mahal yang bukan ukuranku. Dress cantik selutut tanpa lengan, tapi sayang bukan gaya pakaian ku yang tertutup. Aah, sudahlah memeng kenyataannya semua ini memang bukan untukku. Kulempar semua barang yang ku buka kedalam keranjang dengan lesu.
" Kenapa, gak ada yang kamu sukai.?"
" Yaa, namanya bukan untuk ku mana ada yang cocok sih Jun. Semua ukurannya dibawah ukuranku. Lagian semuanya barang branded, gak pantes juga kalau aku yang pakai."
Arjuna diam, menatap wajahku. Sedang aku yang menyadarinya langsung memalingkan wajahku, pura - pura membereskan buangkus - bungkus kado yang berserakan.
" Maaf, yaa Han.!"
" Hu'um." Jawabku manyun sambil mengangguk. Ahhh, membuat moodku yang sudah buruk jadi makin buruk saja.
" Aaaa.....!" teriaknya melempar sesuatu keatas kasur.
" Apaan sih, Jun.?" tanyaku heran.
" Gak apa - apa!" sahutnya meraup wajah kasar.
Karena penasaran aku beranjak melihat keatas tempat tidur.
Aku mengreyitkan dahiku, melihat squisy yang aku berikan sebagai kado itu. Karena si Dafina suka Squisy. Bagus kan, sekalian ngerjain Arjuna yang geli pada benda seperti itu.
" Yaa, elah Jun. Inikan hanya squisy, gini aja takut.!"
Aku mengambil squisy lucu itu, ku lempar lagi pada Arjuna. Sengaja memang.!
" Bukannya takut, tapi geli. Ihhyyy....!" sungutnya lalu melempar kepadaku sambil bergidik, dan mengedikan bahunya, geli.
" Lucu gini lho, Jun. Ngegemesin kaya aku. Hhhh."
Kembali kulempar tepat dipangkuannya. Aku tertawa melihat ekspresi kegelian seorang Arjuna wijaya putra.
" Stop, Han.! Aku mohon.!" pintanya melempar lagi kearahku, dan aku siap melempar nya lagi. Tapi kasihan juga.
Aku menutup mulut, menahan tawa.
" Seorang Arjuna takut, squisy.!"
" Nggak ada yang lucu, Aku bukannya takut, tapi geli." kilahnya.. Kami diam beberapa saat.
" Terus apa bedanya pernikahan kita dengan sqiusy ini.? Sama - sama menggelikan, bukan!" Celetukku. Menghempaskan tubuhku diranjang. Semua kado isinya untuk Dafina dan Arjuna.
Aku semakin sadar, kalau aku hanya menggantikannya. Pemeran kedua bukan utama. Cincin kekecilan, kado pun tak ada yang muat. Nasib badan.!
" Mau diapakan semua ini.?" tanya Arjuna duduk disebelahku.
" Terserah kamu.!" Aku bangkit dari pembaringan, melangkah dengan malas keluar kamar. Saat akan menutup pintu, aku berbalik menatapnya.
" Semuanya kado pernikahanmu bukan pernikahan kita.!" ucapku penuh penekanan. Pingin rasanya marah, tapi pada siapa.?
Sedikit banyak aku sudah tahu rumah ini. Seperti biasa sepi disiang hari. Entah kemana mama Shinta yang biasanya dirumah.
Setelah ambil minum didapur, berjalan menuju gazebo dan kolam ikan disamping rumah. Tempat favorid kalau lagi ngajar les si Bayu. Aku memberi makan ikan - ikan disana. Biarlah aku butuh waktu sendiri.
Seandainya kamarin aku menolaknya, mungkin hubungan persahabatan kami tidak akan jadi seperti ini. Astafirullah, apa yang aku pikirkan.? Sekarang hanya bisa ikhlas menerima keadaan ini. Belajar menerima Arjuna dan belajar mencintainya. Haah, mencintai apa itu mungkin.?
" Boleh, papa ikut duduk.?" tanya om Aryo yang tiba - tiba datang. Mengagetkanku.
" Haa, Iya Om. Silahkan duduk.!" Aku gugup bukan main. Pertama kalinya aku dan om Aryo berbicara berdua saja.
" Jangan, panggil Om. Kamu sekarang menantu disini, jadi panggil papa.!"
" Iya, Om. Eh, papa maksud saya.!" jawabku terbata, segan untuk mengakrabkan diri.
" Maafkan, papa yaa? Kemarin papa seolah tak merelakanmu menjadi istri Arjuna. Papa hanya bingung dengan semuanya. Papa marah pada Arjuna, tapi juga kasihan melihatnya." sejenak papa Aryo menarik nafas sebelum melanjutkan perkataanya.
" Terima kasih, sudah mau berkorban banyak untuk keluarga kami.! Berusahalah mendampingi Arjuna kedepannya. Papa yakin, kamu perempuan yang tepat untuk menyembuhkan luka dihati Arjuna.!"
Bingung harus menjawab apa, sikap beliau yang hangat membuatku sedikit takut jika mengecewakan.
Jadi seorang istri sahabat sendiri saja masih nggak percaya. Eeh, sekarang kenyataannya aku memang jadi menantu keluarga konglomerat.
Mungkin jika aku perempuan matrealistis, aku bakal senang bukan main. Serasa ketiban durian runtuh gitu. Sayangnya, aku gak tertarik sama sekali. Kalau boleh milih aku gak mau bernasib seperti ini.
Andai waktu bisa diputar kembali, aku ingin kembali kehari kemarin saja. Aku akan menolak untuk menikah dengan Arjuna. Tak apa aku masih menunggu jodohku. Yang pasti aku hanya ingin menjadi sahabat saja untuk Arjuna. Aku bingung dengan keadaan ini. Sungguh.!
Sudah terbayang hidup mewah, punya suami tampan, dan tajir. Tapi apa gunanya semua itu kalau tak saling cinta. Menyedihkan bukan takdir cintaku.
Terima kasih sudah mampir.
Sehat selalu semua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Moelyanach
seru
2021-08-30
0
Nur Kholifah
andaiii waktu bisa kuulang kembali
ku ingin engkau ada disini
melewatii mimpi indah disini
tapi ku takuutt akan terjatuh lagii
2021-07-11
0
Dewi Fuzi
rasanya seperti kehimpit gedung bertingkat susah bergerak kasihan Farhana 😭😭
2021-04-01
1