BAB III

Delia tak menyangka akan naik pesawat pribadi milik Rafael. Wanita itu terus terdiam sambil menikmati pemandangan dari dalam pesawat, perjalanan memang tak begitu lama dibandingkan ia biasa naik bus dan kapal laut. Wanita itu terus menekuk wajahnya, bukan karena marah tapi ia sedang memikirkan bagaimana caranya mengatakan semua ini pada orang tuanya.

"Ehm... Tersenyumlah Delia, wajah cemberutmu itu membuatku kesal setengah mati," ujar Rafael.

Namun sebenarnya sangat berbeda dengan hati pria itu, ia justru ingin sekali menarik wajahnya dan menci umnya karena gemas.

Delia menolehkan wajahnya, ia menatap Rafael.

"Aku tidak cemberut, aku sedang menikmati pemandangan," jawab Delia lalu kembali memalingkan wajahnya.

Ingin sekali Rafael berbicara lebih banyak dengan wanita itu, namun sepertinya mereka hampir tiba di bandara Raden Intan II. Benar saja, seorang pramugari mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat. Mereka pun bersiap-siap untuk turun dari pesawat.

Delia memejamkan matanya karena takut saat guncangan pesawat terasa kuat ketika mendarat di bandara tersebut. Seketika Rafael menggenggam tangannya.

"Tidak apa apa, hanya sebentar Del," ucap Rafael.

Delia membuka matanya seraya menarik tangannya. Pesawat pun mulai stabil, dan setelah pesawat itu berhenti, seketika pintunya kembali terbuka lebar dan tangga diturunkan dengan perlahan. Keduanya pun keluar dari pesawat tersebut.

Delia merasa pusing, sepertinya ia jetlag. Namun ia malu di depan pria itu. Menyadari wajah Delia yang memucat, Rafael langsung memegang bahunya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Rafael.

Delia menganggukkan kepalanya pelan. Entah kenapa Rafael ingin sekali melindungi wanita itu. Ia terus membantu Delia sampai menuju mobil sewaan mereka.

Perjalanan dari bandara Raden Intan II ke rumah Delia ternyata tidak begitu jauh. Wanita itu terus menunjukkan arah menuju ke rumahnya.

"Orang tuamu pasti tidak senang melihat anaknya seperti dipaksa menikah olehku," celetuk Rafael.

"Bukankah aku memang dipaksa menikah, aku tidak mengenalmu sama sekali, menikah itu harus dengan pasangan yang saling mencintai, bukan seperti kita. Kau bahkan terus mengancamku, apa itu namanya kalau bukan dipaksa menikah? Aku benar benar tak mengerti mengapa kau mau menikah dengan wanita yang tidak kau kenali," jawab Delia.

Rafael tersenyum, ia sengaja memancing kemarahan Delia agar wanita itu tidak merasakan jetlag nya.

"Aku tulus mengajakmu menikah," ujar Rafael.

"Ciiiih... jadi itu ketulusanmu," ejek Delia.

Rafael tidak menjawab ucapan Delia lagi hingga akhirnya mobil mereka berhenti di depan gang.

"Rumahku masuk ke dalam gang kecil, mobil tak bisa masuk," ucap Delia.

"Baiklah kita turun sekarang," jawab Rafael.

Keduanya turun dari mobilnya, Rafael mengambil kopernya seraya menariknya dan mengikuti langkah kaki Delia. Wanita itu berhenti tepat di depan pintu rumahnya. Rafael menatap rumah sederhana wanita itu.

"Inilah gubuk kami, mungkin ukuran rumahku lebih kecil dari kamar mandi rumahmu," celetuk Delia.

"Apa aku sedang menilai rumahmu? Ketuklah pintunya," ujar Rafael.

Delia menatap Rafael, "bagaimana aku menjelaskan soal ini?"

"Kau tak perlu khawatir, aku yang akan mengatakannya pada mereka."

Delia menarik nafasnya dalam-dalam seraya mengetuk pintu rumahnya.

Seorang wanita terdengar menyahut dari dalam rumah. Jantung Delia berdebar kencang, ia sangat merindukan wanita itu. Pintu pun seketika terbuka. Seketika Delia memeluk wanita itu yang tak lain adalah ibunya sendiri.

"Ya Tuhan... benarkah ini putriku... mimpi apa aku semalam," kata Emili Laros sambil memeluk Delia.

Setelah keduanya puas saling berpelukan, Emili melihat ke belakang Delia.

"Siapa pria ini, nak?" tanya Emili.

"Perkenalkan tante, aku Rafael Widjaja," jawab Rafael.

Ayah Delia tiba tiba muncul saat mendengar kehebohan di depan rumahnya, pria itu juga terkejut saat melihat kepulangan putrinya.

"Delia..."

"Ayah..." ucap Delia seraya memeluk ayahnya.

"Bagaimana kau bisa kembali? Bukankah kau belum libur kuliah?" tanya Derry Laros.

Delia menatap Rafael.

"Siapa pria ini?" tanya Derry lagi.

"Aku Rafael Widjaja om," jawab Rafael lagi.

"Rafael Widjaja, ayah seperti pernah mendengar namanya," ucap Derry Laros seraya berpikir.

"Ia CEO perusahaan PT. Sinar Abadi yah, ia sering muncul di televisi dan surat kabar," jawab Delia.

Derry dan Emili terbelalak, mereka segera mempersilahkan Rafael masuk.

"Untuk apa pria terkenal ini ke rumah kita Del?" bisik Emili.

"Ia akan menjelaskannya bu."

"Baiklah, bantu ibu buatkan minum untuknya."

Delia menganggukkan kepalanya seraya mengikuti ibunya menuju dapur. Setelah selesai, mereka pun kembali ke ruang tamu.

"Maaf nak Widjaja, beginilah gubuk kami," ujar Derry.

"Panggil Rafael saja om, dan gubuk yang om bilang ini sangat nyaman dan hangat," jawabnya.

Rafael menatap Delia yang sedang menyuguhkan minumannya, "mungkin ini sangat mendadak om, tante... tapi kedatangan aku kemari ingin meminta izin kepada kalian untuk menikahi putri kalian, Delia."

Delia nyaris menumpahkan minumannya, pria itu langsung membicarakan soal itu padahal mereka baru saja sampai disana. Begitu juga dengan kedua orang tua Delia yang sangat terkejut mendengarnya.

"Bagaimana mungkin seorang Widjaja ingin menikahi putri kami yang miskin, dan ini sangat mendadak," ujar Emili.

"Aku mencintai Delia apa adanya, aku hanya tidak ingin kehilangannya om, tante," jawab Rafael seraya tersenyum pada Delia,."dan kami berniat menikah lusa di Jakarta," imbuhnya.

Lagi lagi orang tua Delia terkejut.

"Jangan main main nak Rafael, walaupun kami orang miskin tapi kami tidak bisa melepaskan anak semata wayang kami dengan cara seperti ini. Kau meminta izin menikahinya seolah olah sedang meminta izin untuk mengajaknya bermain," ucap Emili sedikit tersinggung.

"Mohon maaf tante jika Rafael tidak sopan, tapi kami merencanakannya sudah lama, dan kalian tidak perlu khawatir, persiapan sudah 90%, dan aku benar benar serius pada Delia," jawab Rafael.

Emili beranjak dari tempat duduknya, ia menarik Delia lagi kedalam. Meninggalkan suaminya bersama Rafael.

"Apa yang kau lakukan Delia, kau tidak hamil kan?" tanya Emili.

"Ya Tuhan bu, Delia masih perawan," jawab Delia.

"Tapi kenapa bisa mendadak seperti ini nak. Kau anggap kami apa? bahkan saat di telpon, kau tidak pernah bercerita soal pria ini," ujar Emili.

Hati Delia terasa sakit mendengar kata kata ibunya, bagaimana ia bisa bercerita, ia mengenal Rafael saja baru kemarin, itu pun menggunakaan sebuah ancaman.

"Maafkan aku bu, aku tidak bisa memberitahu masalah ini pada ibu karena Delia tidak ingin membuat ibu khawatir, Delia janji akan mengatasi masalah ini sendiri," pikir Delia.

Emili memejamkan matanya seraya memeluk putri kesayangannya lagi.

"Apa kau tidak takut hinaan keluarga Widjaja nak? Kita sudah jelas berbeda, kita bukan orang kaya seperti mereka," ucap Emili.

"Delia mencintainya bu, kami saling mencintai," jawab Delia berbohong.

Emili melepaskan pelukannya.

"Kalian yakin?" tanya Emili.

Delia menganggukkan kepalanya.

"Ibu tidak bisa berkata apa-apa lagi nak, tapi jika nanti kau tak bahagia, katakan semuanya pada ibu Del, ingatlah kau adalah putri kami satu satunya. Kami hanya ingin kau bahagia."

Delia kembali memeluk ibunya.

"Terima kasih bu, maaf Delia harus membohongi ibu. Apapun yang terjadi nanti, Delia tidak akan membebani kalian. Delia akan mengatasinya sendiri," pikir Delia.

Emili kembali mengajak putrinya menemui mereka. Entah bagaimana caranya Rafael meyakinkan ayahnya, Derry ternyata sudah menyetujui pernikahan mereka.

"Malam ini... menginaplah disini. Walaupun tempat ini kecil, tapi kau bisa menempati kamar Delia," kata Emili.

Rafael menatap mereka bergantian, "apakah boleh? Lalu bagaimana dengan Delia?"

"Delia biar tidur dengan ibunya, aku bisa tidur di sofa," jawab Derry.

"Sebaiknya aku mencari hotel di sekitar sini saja," kata Rafael.

"Sudah kuduga, ia mana mau tinggal di gubuk seperti ini yah, bu," celetuk Delia kesal.

"Ya Tuhan, bukan seperti itu sayang. Baiklah, aku akan mengikuti kalian. Aku akan bermalam disini. Tapi besok kita harus berangkat ke Jakarta, karena persiapan pernikahan ini tinggal dua hari saja," ujar Rafael.

"Jadi kalian benar benar melakukannya secepat itu?" tanya Emili.

Rafael menganggukkan kepalanya, "ada sesuatu hal yang tidak bisa aku jelaskan tante. Yang jelas kami tetap harus melaksanakannya lusa."

"Sudah bu jangan bertanya lagi, biarkan nak Rafael beristirahat terlebih dahulu. Delia, antar Rafael ke kamarmu," perintah Derry.

Delia pun mengantarkan Rafael ke kamarnya.

"Kau jangan terlalu membohongi orang tuaku, pernikahan ini terpaksa bukan atas dasar cinta," ucap Delia.

"Setelah aku bertemu orang tuamu, pernikahan ini jadi serius Del."

"Kau memang tidak waras."

"Benar, aku memang tidak waras," ucap Rafael seraya menarik Delia.

Seketika pria itu kembali ******* bibirnya, Delia terbelalak seraya mendorong tubuh Rafael.

"Kau..." ucap Delia marah.

Rafael justru tersenyum, wanita itu pun meninggalkannya begitu saja.

*****

Happy Reading All...

Terpopuler

Comments

Bunda Rizky

Bunda Rizky

mantap

2023-06-26

0

resia

resia

sprti nya rafael sdh mncti delia sra diam diam

2021-09-10

0

Rika Martini

Rika Martini

mantaplah thor hehehe

2021-07-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!