Sama seperti alur cerita novelnya, Aldebaran tidak memilih siapa pun.
Meski dikatakan Aldebaran tertarik dengan Capella, tetapi Aldebaran yang saat itu baru diangkat menjadi kaisar, memilih untuk memperbaiki kebijakan kekaisaran lama yang tak seimbang.
Di balik itu, Aldebaran juga hanya mendapat sedikit kepercayaan dari para pejabat tinggi kekaisaran. Oleh karena itu, Aldebaran melakukan gebrakan serius untuk menunjukkan kemampuannya sebagai kaisar.
Bagian ini sangat penting dan syukur tidak ada perubahan. Sebab jika Aldebaran memilih permaisurinya sekarang, pemberontakan Capella dan Sargas akan terjadi lebih cepat. Kematiannya juga akan terjadi lebih cepat.
Mengingat beberapa bagian yang berubah sebelumnya, Adhara berpikir ia harus lebih berhati-hati.
***
Adhara lagi-lagi merusuh di perpustakaan keluarganya. Jika Adhara ingin mencari muka di depan kaisar, maka ia harus punya kemampuan. Ia tak boleh menjadi tong kosong yang nyaring bunyinya.
Ia harus bisa mendapat kepercayaan kaisar, dan mengajari kaisar bagaimana cara mendapatkan hati Capella.
Kali ini, ia juga bersama ayahnya, Perdana Menteri. Perdana Menteri tampak mengerenyitkan keningnya bingung pada Adhara yang membaca buku politik dengan serius.
Perdana Menteri mengalihkan pandangannya pada putra tertuanya, tetapi Rigel hanya mengangkat bahunya dengan pasrah.
“Kau tidak pergi latihan menari dengan Capella?” tanya Perdana Menteri.
“Aku terpeleset kemarin. Jadi aku sedang tak bisa menari,” jawab Adhara seadanya.
Perdana Menteri menghela napas, sejak kapan putri penurutnya ini menjadi keras kepala seperti ini.
“Ayah,” Adhara membolak-balik halaman dari buku yang dibacanya.
“Ya?”
“Bukankah kekaisaran juga perlu membuka tempat untuk rakyat biasa.”
“Apa maksudmu?”
“Para pejabat tinggi dipilih dengan memperhatikan bakat dari para bangsawan yang dianggap berkompeten. Tetapi bagaimana dengan bakat yang dimiliki rakyat biasa? Padahal kita tak pernah tahu tentang bakat seseorang. Ada yang muncul, ada yang terpendam. Jika kita membuka wadah bagi siapapn tanpa memandang status sosialnya. Kita bisa menemukan bakat-bakat yang tak biasa.”
“Tetapi rakyat biasa itu tak tahu tentang bagaimana kekaisaran berjalan.”
“Jika itu masalahnya, bukankah dengan membuka tempat pendidikan bagi mereka bisa menjadi solusinya?” cetus Adhara tiba-tiba.
“Kau tak bisa memutuskan hal itu tanpa dibicarakan di pengadilan tinggi,” jelas Perdana Menteri dengan sabar.
“Kebijakan tak akan dikeluarkan jika tak ada pembicaraan di pengadilan tinggi,” Rigel menepuk-nepuk kepala Adhara, seolah menerawang isi kepala kecilnya.
“Kebijakan tak akan dibicarakan kalau tidak ada yang mengusulkan.”
Perdana Menteri menatap Adhara horor.
“Adhara kau tahu kaisar tak suka orang lain menyampaikan pendapat yang bukan pendapatnya sendiri.”
“Jadi?” Adhara masih tak mengerti arah pembicaraan ini.
“Jika kakakmu atau aku menyampaikan ini di pengadilan tinggi, kaisar akan menyelidiki akar pemikiran ini. Kaisar mungkin bisa menemukan bahwa penggagasnya bukanlah kami.”
“Aku bisa menyampaikannya sendiri di pengadilan tinggi.”
“Adhara, pengadilan tinggi itu tempat yang tak bisa kau hadapi,” Rigel nyaris menangis menghadapi Adhara yang keras kepala.
“Bukankah Ayah dan Kakak ada di sana? Kalian bisa membantuku.”
Perdana Menteri menghela napas pasrah. Putrinya ini nampaknya tengah menyeretnya untuk menyapa tiang gantung, tetapi melihat wajah tegas putrinya membuatnya bimbang.
Ia menatap Rigel untuk meminta bantuan dan hanya dibalas gelengan oleh Rigel.
“Ini pasti sulit, Adhara,” tegas Rigel untuk memberitahu bahwa persoalan kekaisaran bukanlah permainan.
“Tentu saja. Tetapi sulit bukan berarti tak bisa. Aku yakin kaisar berpikiran terbuka.”
Lagipula Adhara hanya memplagiat kebijakan milik kaisar Aldebaran. Nantinya Aldebaran juga akan membuat kebijakan ini. Jadi Adhara yakin ini tak masalah.
Kebijakan ini sempat dijalankan oleh kekaisaran, tetapi pemberontakan Sargas membuat kebijakan ini menjadi petaka untuk kekaisaran.
Syarat untuk kebijakan ini adalah tidak melibatkan Sargas sedikit pun dalam urusan ini.
Satu-satunya alasan mengapa ia menggunakan kebijakan ini adalah untuk memperbaiki alur yang kacau pada novel ini.
Selain itu, ia ingin bekerja dalam kekaisaran besar Negeri Bintang. Dengan itu ia tak akan hanya sekadar jadi istri orang. Ia akan menghasilkan uang yang banyak, dan bersenang-senang di dunia ini. Ia harus mencari muka di kekaisaran.
“Ayah akan membicarakan ini dengan kaisar terlebih dahulu,” Perdana Menteri yang melihat keteguhan Adhara mau tak mau menyetujui.
Sejak kecil putri keduanya ini tak pernah punya banyak keinginan. Putrinya ini senantiasa pasrah dan menerima apapun yang ia dapat. Tapi melihat bagaimana putrinya tampak yakin, ia merasa bahwa putrinya berkemauan yang kuat.
***
Beberapa hari kemudian Adhara dipanggil untuk menghadiri pengadilan tinggi. Panggilan ini menimbulkan banyak asumsi dan perdebatan, terutama ketika mengetahui bahwa pemicunya adalah putri Perdana Menteri.
Tempat bertegangan tinggi seperti itu dikatakan tak cocok untuk para kecantikan.
Adhara meyakini bahwa ini kesempatannya untuk mengubah nasib buruk.
Dalam novel, Adhara harus menerima bahwa ia akan dinikahkan dengan seorang bangsawan yang tak dikenalnya. Namun pernikahan tersebut batal karena kematian konyol Adhara. Untuk menghindari itu, Adhara harus membuat dirinya memiliki ‘harga’ di mata kekaisaran.
Ketika Adhara memasuki aula pengadilan tinggi, ia harus menerima tatapan tegas dari seluruh penjuru aula. Adhara belum sempat memperhatikan dimana Rigel berada, ia langsung memberikan hormat pada Kaisar Negeri Bintang.
“Keberkahan menyertai Kaisar Negeri Bintang.”
Kaisar Negeri Bintang, Aldebaran memberikan isyarat tangannya untuk mempersilahkan Adhara untuk berdiri.
Adhara berdiri dan mendongakkan kepalanya pada Aldebaran yang duduk di bangku tahtanya.
Untuk kesekian kalinya Adhara terjebak dalam lautan hitam milik Aldebaran. Matanya bergetar, ketakutan mulai merajai hatinya. Mengutuk keberanian sesaatnya.
Mengapa ia harus meletakkan lehernya sendiri pada papan pancung?
“Aku mendengar bahwa Nona Canis menyanggah kebijakan kekaisaran. Kau mengusulkan pencarian bakat juga dilakukan untuk rakyat biasa,” Aldebaran langsung menuju pada pokok pembicaraan.
“Hamba menjawab, menurut hamba kebijakan itu perlu diperbarui.”
“Kebijakan itu sudah berlangsung beratus-ratus tahun. Bahkan kekaisaran terdahulu juga menggunakan kebijakan ini,” bantah seseorang yang tempat duduknya tak jauh dari Perdana Menteri.
“Bisakah Tuan Auriga mendengar putri saya berbicara sampai selesai?” Perdana Menteri menyanggah tindakan tidak sopannya.
Jadi ini dia si perubah alur. Jika orang ini tidak mengangkat Sargas menjadi anak, maka ia tak harus bertindak sejauh ini.
Mengetahui itu, mau tak mau Adhara menjadi tambah jengkel dengan pejabat Auriga ini. Adhara perlu menyanggah orang ini habis-habisan.
“Saya tidak mengurusi yang sudah berlalu. Keadaan dan situasi selalu berubah. Kebijakan haruslah diperbarui untuk menyesuaikan.”
“Tahu apa kau. Kau hanyalah seorang gadis yang selalu menerima perlindungan. Bagaimana bisa orang yang tak mengetahui seluk beluk kekaisaran mengurusi kebijakan.”
Adhara bertambah jengkel dengan ayah angkat Sarga ini, “Mengapa pendapat saya dipertanyakan hanya karena saya seorang gadis. Dan saya rasa argumentasi saya bisa dipertimbangkan jika kekaisaran yang baru ingin mendapat kepercayaan dengan rakyat. Bukankah putra angkat anda juga dari kalangan biasa?”
Secara tidak langsung Adhara menyebut contoh bakat yang muncul dari kalangan bawah. Tentu saja prestasi Sargas tak perlu dipertanyakan. Adhara tak meragukan penulis membentuk tokoh utama laki-laki di novel sampah ini. Tentu saja penulis akan membuat seorang tokoh yang sempurna.
Tuan Auriga menatap Adhara dengan geram. Adhara dengan berani membalas tatapannya. Seketika aula pengadilan tinggi dipenuhi dengan perbincangan para dewannya.
Tentu saja ketika menyeret Sargas dalam pembicaraan ini, pendapat Adhara terasa masuk akal.
“Jadi kau memutuskan ini karena melihat prestasi Sargas Auriga?” tanya Perdana Menteri pada anaknya sendiri.
“Tuan Muda Auriga hanyalah contoh. Saya merasa seperti kekaisaran perlu mendapat kepercayaan dari rakyat biasa.”
Bagaimana bisa seorang gadis berusia 17 tahun berdebat tentang kebijakan yang telah ada berabad-abad digunakan?
“Adhara menjadikanku sebagai contoh, aku merasa sangat terhormat. Tetapi tidak semua rakyat biasa memiliki bakat,” Sargas yang dilibatkan dalam pembicaraan merasa tertantang.
Adhara mendelik pada Sargas yang dengan berani memanggil nama depannya.
Sejak kapan ia dekat dengan pria bersinar macam lampu neon ini? Lagipula meski pria ini diberkahi lampu sorot dari penulisnya, mendengar kesombongannya, Adhara menjadi geram.
“Lalu apa semua anak bangsawan memiliki bakat?”
Aula pengadilan tinggi mendadak sepi beberapa saat. Mereka menatap Adhara seolah menatap alien.
“Adhara,” tegur Perdana Menteri lemah.
Putri keduanya ini seringkali mengatakan apa yang ada di kepalanya dengan berani. Tetapi keberanian seperti ini mengundang resiko yang menakutkan.
“Ayah, mengapa pemberian kesempatan menunjukkan bakat ini didasarkan pada darimana anak itu berasal? Ini memang selalu diberlakukan sejak kekaisaran terdahulu. Namun hal ini lama kelamaan bisa memicu pemberontakan. Lagipula bakat bisa ada pada siapa saja.”
“Kau berbicara seolah kau tahu masa depan,” ejek tuan Auriga.
Adhara mendecak. Tentu saja dia tahu. Anak kebanggaan pak tua inilah yang nanti memicu pemberontakan bersama seorang gadis. Sayangnya ia tak bisa mengatakan itu.
Adhara melakukan ini untuk mencegahnya mati konyol saat pemberontakan itu terjadi.
“Atau kau mungkin meragukan bakat putramu sendiri karena ia berasal dari rakyat biasa, Tuan Auriga?” Adhara memutuskan untuk melempar bom.
“Jaga bicaramu!” bentak tuan Auriga.
“Kau juga perlu menjaga bicaramu, Pejabat Auriga,” suara dingin itu memadamkan api.
Suara dingin itu membuat Adhara yang sebelumnya tabah menjadi goyah.
Ia merinding tiba-tiba.
Seluruh mata menatap pada arah suara. Aldebaran terlihat menegakkan tubuhnya, dan menatap tajam ke arah pejabat Auriga seolah membungkam semua omong kosongnya.
Pandangannya teralih pada Adhara yang terlihat gemetaran. Aldebaran mengerutkan keningnya.
“Yang Mulia, hamba meminta maaf atas kelancangan putri hamba,” Perdana Menteri meminta pengampunan pada kaisar Negeri Bintang.
“Angkat kepalamu, Perdana Menteri,” titah Aldebaran.
“Aku tidak menyukai bagaimana seseorang meragukan kebijakan kekaisaran,” Aldebaran memperhatikan Adhara yang menyelipkan anak rambutnya ke telinga dengan gugup.
Pendapat Adhara merupakan sanggahan terhadap kebijakan yang telah ada dalam sejarah kekaisaran terdahulu.
Bukankah itu sepeti meragukan kebijakan kekaisaran?
Mereka mendadak kasihan ketika menatap gadis mungil berkulit pucat yang berdiri di tengah aula pengadilan tinggi itu.
“Hamba meminta pengampunan dan kemurahan hati Yang Mulia,” Adhara langsung bersujud.
Habislah sudah. Selamat tinggal novel sampah. Sepertinya perjuanganku tak ada artinya di sini.
Sepertinya alur lagi-lagi melenceng dari novel aslinya.
“Berdirilah,” tegas Aldebaran.
Dengan kaki bergetar, Adhara bangkit kembali. Ia menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan dingin yang selalu membekukannya itu.
“Tetapi itu perlu dipertimbangkan,” putus Aldebaran tiba-tiba.
Mata Adhara menatap tak percaya pada Kaisar Negeri Bintang.
Darimana datangnya toleransi ini?
“Aku akan mendengarkan pendapatmu lebih lanjutnya lagi nanti.”
Aldebaran bangkit dari kursi tahtanya dan berjalan keluar aula pengadilan tinggi diikuti seorang pengawal kepercayaannya.
Tak lama Adhara terduduk lemas di lantai aula pengadilan tinggi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
Malana Griselda
jangan sombong, walaupun ga semua orang biasa punya bakat yang spesial, tapi masih ada bakat lainnya, jangan meremehkan orang sebelum tau aslinya
2025-02-08
0
Malana Griselda
dihina tak tumbang, dipuji tak terbang, diomongin dingin ampun bang
2025-02-08
0
Malana Griselda
udahlah, Pak. biarin aja, si Adhara bener kok
2025-02-08
0