"Kamu peduli padaku, tapi mencintai wanita lain."
Mas Aldo terlihat sangat memperdulikan aku, Yang kulihat tiada kebencian yang dia rasakan. aku faham perasaanya, meski ego ini seakan menolak kebenaran yang nampak di mataku.
Aku bingung dengan semua fikiran yang semakin membuatku kacau, ketakutan dan kegelisahan sering menghampiriku.
Kali ini aku tidak akan tinggal diam, aku harus melakukan sesuatu yang membuat Mas Aldo bisa melihatku yang sungguh - sungguh mencintainya. aku fikir, aku cerna kembali setiap perkataan dan saran - saran dari sahabatku Annisa. aku fikir sarannya tepat, tapi masih saja diriku khawatir membuat Mas Aldo marah.
Terdengar suara ketukan pintu, itu pasti Mas Aldo yang baru pulang bekerja, aku segera menghentikan lamunanku segera bergegas keluar dari kamar. pasti saat ini Mas Aldo sangat membutuhkanku.
Aku pun keluar kamar menuju ruang tamu, kudapatkan Mas Aldo sedang menutup pintu, hanya ada dia dan aku, Mas Aldo menoleh ke arahku, sembari melepaskan senyuman termanisnya. aku pun membalas senyuman itu dengan senyuman yang tak kalah manisnya.
Mas Aldo pun mendekatiku, ia tiba - tiba langsung begitu saja memelukku dengan erat. hal itu sontak saja membuatku kaget. apa yang dia lakukan? selalu saja ada kejutan tak terduga yang selalu Mas Aldo berikan padaku, kejutan - kejutan itulah yang mampu mempengaruhi pikiran jernih ku.
"Keisya" ucap Mas Aldo dengan lembut, sembari tetap memelukku erat.
terdengar degup jantungnya yang tidak beraturan. detak jantung itu sama seperti yang aku rasakan saat berada di pelukannya.
"Iya Mas." ucapku singkat sembari menarik nafasku perlahan, pelukan erat ini mampu membuatku sulit bernafas lega.
"Seharian tidak bertemu kamu, kenapa hal itu membuat aku rindu sama senyuman kamu ya Kei." ucapnya lembut dia bisikkan kata - kata itu tepat di telingaku. rasanya merinding seluruh tubuhku, seakan seperti mimpi, Mas Aldo yang memelukku dengan erat dan membisikkan kata rindu itu langsung di telingaku. membuat hatiku terasa tidak karuan, dia selalu saja membuatku bingung dengan perlakuannya ini, aku berharap bisa terus seperti ini dan sikapnya tidak akan mudah berubah lagi terhadapku.
"Sungguh Mas?" tanyaku sembari mencoba melepaskan pelukan yang sedari tadi membuatku susah bernafas dan bergerak.
"Iya sungguh, aku tidak sedang akting ataupun gombalin kamu, maka dari itu aku langsung saja peluk kamu, aku kangen kamu Keiysa." ucapnya dengan lembut sembari memegang kedua tanganku erat. kami terlihat seperti sedang berakting di sebuah sinetron romantis, namun ini sungguhan, Mas Aldo tidak sedang berakting, aku bisa melihat keseriusan itu di matanya.
"Mas Aldo pasti capek, duduk saja dulu Mas, apa mau aku buatin kopi? ucapku sembari menawarkan diri membuatkannya kopi.
"Boleh, tapi jangan terlalu manis ya, karena melihat kamu selalu tersenyum itu sudah sangat manis." ucap Mas Aldo menggodaku.
"Mas Aldo bisa saja, ya sudah, Keisya ke dapur dulu ya bikinin kopi buat Mas Aldo, apa sekalian mau di ambilin cemilan?" tanyaku menawarkan cemilan juga.
"Tidak perlu, kopi saja sudah cukup kok, makasih ya istriku." ucap Mas Aldo sembari mengedipkan sebelah matanya. hatiku seakan terpanah oleh perkataan Mas Aldo, dia memanggilku istriku, benarkah sekarang ini dia telah mengakui aku sebagai istrinya.
Aku pun bergegas ke dapur membuatkan kopi untuk Mas Aldo, tanpa menghiraukan candaannya tadi, bisa - bisa aku tidak jadi bikin kopi kalau terus - terus dia gombalin seperti itu.
Kopi telah selesei aku buat, aku pun langsung bergegas keluar dapur menuju ruang tamu, tempat dimana Mas Aldo membaringkan tubuhnya di atas sofa, mungkin suamiku ini lelah seharian telah bekerja. merasa kasihan aku melihatnya.
"Ini Mas kopinya, langsung di minum saja selagi hangat." ucapku sembari meletakkan kopi hangat di atas meja.
"Makasih ya Kei, jadi ngerepotin."
"Iya sama - sama."
"Mana ada suami yang merepotkan istrinya, itu sudah menjadi tanggung jawabku Mas, sebagai seorang Istri harus melayani suaminya dengan baik, baru bisa di anggap istri sholeha." ujar ku dengan lembut sembari mendekat duduk di samping Mas Aldo.
"Maafin aku ya Kei, yang tidak bisa jadi suami yang baik buat kamu."
"Setelah dari kemarin aku terus berfikir, rasanya tidak adil buat kamu kalau kita harus bertindak seperti orang asing yang tidak saling kenal, jujur aku tidak sanggup lakuin itu ke kamu, sementara kamu sudah berhasil membuatku merasa nyaman ada di dekat kamu." ucap Mas Aldo sembari menggenggam jemari tanganku dengan erat.
"Maksud Mas Aldo gimana, maaf Keisya gak faham Mas?" tanyaku penasaran, ingin mendengar penjelasan dari perkataannya itu, takut aku salah mengartikan perkataannya itu.
"Gini loh dik, kita bertindak sewajarnya yang biasa suami istri lakukan, biar kamu juga tidak merasa canggung lagi denganku, jujur aku juga ingin selalu dekat dengan kamu." ujar Mas Aldo menjelaskan.
"Mas Aldo memanggilku dengan sebutan dik? apa aku salah dengar ya?" gumamku di dalam hati.
"Oh begitu ya Mas, jadi kita tidak perlu berpura - pura tidak saling kenal gitu?" tanyaku.
"Iya, kita biasa saja terlihat seperti pasangan suami istri yang sempurna." ujarnya sembari melepaskan pegangan tangannya.
"Iya Keisya nurut aja Mas." ucapku dengan lembut.
"Kei, kamu itu selalu bikin aku penasaran, kenapa sih kamu begitu lembut sama aku, padahal aku sering berkata kasar dan melukai hati kamu?" tanya Mas Aldo yang merasa penasaran dengan sikap dan tutur kataku yang selalu lembut terhadapnya.
"Ya aku hanya ingin menjadi istri yang baik aja sih Mas, karena pernikahan yang kita jalanin ini kan bukan pernikahan palsu atau bohongan." ucapku yang seakan menyindirnya telah menganggap pernikahan yang resmi ini seperti pernikahan palsu.
"Iya kamu benar. pernikahan kita ini resmi bukan Bohongan, kita juga harus menjalani pernikahan ini seperti yang lain." ujarnya sembari mengernyitkan alisnya.
"Maksud Mas gimana?"
"Ya, kita harus jalani pernikahan ini seperti pernikahan pada umumnya, termasuk aku harus siap jadi suami yang baik buat kamu." ucapannya mampu membuatku merasa terhanyut akan cinta yang aku rasakan.
"Bagaimana dengan perempuan itu?" tanyaku menyinggung Aleesha, aku hanya ingin memastikan kejelasan hubunganku dengan Mas Aldo, agar aku tidak salah faham lagi.
"Maksud kamu Aleesha?" tanya Mas Aldo yang sepertinya belum mengerti dengan apa yang Aku maksud.
"Iya Mas." jawabku singkat, sembari membenarkan posisi dudukku.
"Mas nggak akan bawa dia lagi kerumah, Mas janji itu. aku nggak akan memperlihatkan lagi hubunganku dengannya, yang bisa membuat kamu cemburu, maafin aku ya." ujar Mas Aldo sembari lebih mendekatkan posisi duduknya sangat dekat denganku.
"Iya Mas, jadi Mas Aldo tetap akan berhubungan dengan perempuan itu?" tanyaku penasaran.
"Aku tidak mudah untuk meninggalkannya begitu saja, setelah apa yang sudah Aleesha lakukan buat aku, aku tidak bisa meninggalkannya Kei, aku harap kamu bisa mengerti itu." ucapnya dengan nada sedih. seakan tidak ingin kehilangan Aleesha.
"Iya Mas, Keisya akan berusaha untuk terus mengerti, semoga saja Keisya tidak cemburu lagi jika melihat kalian bersama." ucapku dengan lembut, namun agak beranjak menjauh dari tempat duduk.
"Bagiku Aleesha itu sangat berarti buat aku Kei, dia itu belahan jiwaku, aku mencintainya lebih dari apapun, hatiku dan hatinya sudah saling menyatu, aku harap kamu bisa mengerti keadaan ini." ujarnya sembari menatapku dengan pandangan serius.
Aku hanya disuruh untuk mengerti, tapi tanpa ia pahami sedikit pun perasaanku. malah menjelaskan bagaimana perasaannya terhadap perempuan itu, Aleesha sungguh sempurna di mata suamiku, bahkan hati mereka telah menyatu. bisakah aku merebut hati suamiku, sementara hatinya telah dimiliki perempuan lain😢
Aku hanya bisa diam, tak ku sadari air mata ini pun terjatuh dan Mas Aldo mengetahui hal itu, aku langsung mengusap air mataku. saat aku mulai mengarahkan telapak tanganku tiba - tiba Mas Aldo menghentikan tanganku lalu ia turunkan tangan ini di pangkuanku. Ia mengusap air mataku yang jatuh dengan tangannya, ia sapu lembut sampai tak tersisa lagi bekas air mata ini.
"Kei, kenapa kamu menangis?" tanya Mas Aldo lembut.
Aku masih terdiam.
"Apa ada perkataanku yang melukai hatimu?" tanya Mas Aldo sembari menatapku dengan lembut.
Aku hanya menggelengkan kepala.
"Ngomong dong Kei, jangan buat aku khawatir, aku baru pulang kerja, aku kan juga ingin saat aku pulang kerja istriku bisa memanjakan ku." ucapnya lembut sembari mengecup keningku.
Mas Aldo selalu bisa menenangkan hatiku saat dirinya menyakitiku. bagaimana mungkin aku bisa membencinya. sementara perlakuannya begitu manis di saat peduli dan mengkhawatirkan ku, tapi dia terus saja membanggakan perempuan itu, apa perempuan itu memang lebih baik dariku. jika benar begitu izinkan aku membuktikan bahwa aku juga bisa memiliki hatimu Mas Aldo😢
Aku hanya tersenyum mendapat perlakuannya.
"Sudah kamu jangan sedih lagi, sekarang aku ada untuk kamu, kita nikmati saja, sebelum akhirnya kita akan menjadi orang asing." ucapnya sembari membelai hijab yang kukenakan.
Aku hanya menganggukkan kepala tanda setuju.
"Aku minum dulu ya kopinya, keburu dingin nanti." ucap Mas Aldo sembari memberikan senyuman yang sangat manis.
"Iya Mas" jawabku singkat. sembari mengambilkan secangkir kopi yang aku taruh di atas meja tadi, kopi itu masih hangat.
"Makasih ya Kei." ucapnya sembari langsung meminum kopi yang hampir dingin itu.
"Iya sama - sama Mas, apa mau aku masakin air buat kamu mandi?" tanyaku.
"Tidak usah Kei, kamu kan pasti lelah."
"Oh ya, tadi siang kamu jadi ketemu teman kamu?" tanya Mas Aldo sambil menatapku.
"Jadi kok Mas, tadi sekalian mampir ke rumah Ayah," ucapku dengan lembut.
"Oh.."
"Ketemu sama Ayah?"
"Iya Mas, Ayah ada di rumah, hanya bertemu Ayah saja, Ibu ada acara di luar rumah, sedangkan Adikku ada kegiatan di sekolahnya." ujar ku sembari mulai tersenyum lagi.
"Kamu pulangnya juga naik Grab car lagi?" tanya Mas Aldo penasaran.
"Nggak kok Mas, tadi aku pulangnya di antar sama Annisa, dia juga ikut aku kerumah Ayah." jawabku.
"Oh begitu, kamu bisa nyetir mobil Kei?"
"Bisa kok Mas, dulu pernah belajar." jawabku sembari tersenyum tipis.
"Kamu kapan mulai ngajar?"
"Lusa Mas."
"Biar aku yang antar kamu ya?"
"Apa nggak ngerepotin Mas?"
"Nggak ada istri yang merepotkan suaminya. sebagai suami yang baik aku harus bisa selalu jagain kamu." jawab Mas Aldo yang meniru perkataanku tadi padanya.
"Makasih Mas, terus nanti Keisya pulang kerjanya gimana?" tanyaku.
"Karena kamu pulang kerjanya sore, sedangkan aku belum pulang, kamu nggak papa kan kalau naik Grab?"
"Iya nggak papa kok Mas. Mas Aldo bisa antar Keisya berangkat kerja saja sudah membuat Keisya bahagia, makasih ya Mas." ucapku dengan lembut sembari tersenyum sumringah. begitu perhatiannya suamiku, aku ingin bisa terus di perhatikan seperti ini. bukan cuma 1 tahun, melainkan selamanya.
"Iya sama - sama sayang." ucapnya dengan lembut sembari memelukku.
Mas Aldo memanggilku dengan sebutan sayang, jadi inget yang dikatakan Annisa, kalau prasangka Annisa terhadap Mas Aldo memang benar, Mas Aldo mulai menyukaiku. mungkin hanya sekedar suka entah karena merasa kasihan terhadapku atau hanya sekedar perasaan suka yang bisa saja hilang jika ada sesuatu yang membuatnya marah. jelas - jelas tadi Mas Aldo bilang kalau dia sangat mencintai Aleesha melebihi apapun. sungguh cintanya begitu besar. apa Aleesha juga demikian?
"Aku pergi mandi dulu ya Kei," ujar Mas Aldo sembari mulai beranjak dari tempat duduknya.
"Iya Mas, bener nih nggak mau di masakin air hangat dulu?" tanyaku.
"Tidak usah sayang, kelamaan, udah gerah banget nih." sahut Mas Aldo yang melangkahkan kakinya naik ke atas, menuju kamarnya untuk mandi.
Aku hanya tersenyum simpul, andai aku di perbolehkan masuk ke kamar suamiku, aku ingin sekali menyiapkan bajunya.
Tiba - tiba terdengar suara teriakan Mas Aldo memanggilku. entah apa yang ia inginkan. bukankah dia sendiri yang bilang kalau aku tidak di perbolehkan untuk naik ke atas dan masuk ke kamarnya, kenapa sekarang malah memanggilku.
"Keisya, bisa kesini sebentar tidak." teriaknya memanggilku, sepertinya Mas Aldo lagi butuh sesuatu.
"Iya Mas sebentar" sahutku dengan mulai melangkahkan kaki ku naik ke atas tangga.
Sesampai di depan pintu kamar Mas Aldo, aku pun berhenti sejenak, aku masih tidak berani untuk memasuki kamar suamiku, selalu teringat dengan kesepakatannya itu.
"Mas, apa Keisya boleh masuk ke kamar?" tanyaku sedikit ragu kalau aku akan diperbolehkan masuk.
"Iya masuk aja sayang, aku panggil kamu, karena aku butuh bantuan kamu, jadi masuk aja." ujarnya.
"Iya Mas, aku sudah masuk, apa yang bisa Keisya bantu Mas?" tanyaku penasaran.
"Apa yang suamiku perlukan." Fikirku
"Tolong ambilkan kaos dan celana pendek yang ada di lemari ya. terserah warna apa saja, tadi aku lupa tidak bawa baju ke kamar mandi, sama tolong ambilkan handuk, handuk yang aku bawa nggak sengaja terjatuh dan basah." ujarnya meminta tolong agar aku segera mengambilkan pakaian dan handuk.
"Iya Mas, sebentar ya."
Aku pun memilihkan baju untuk Mas Aldo, ku pilihkan dia kaos polo berkerah warna biru dan celana jeans pendek. lalu ku serahkan pakaian itu dan tak lupa handuknya juga, Mas Aldo pun menerimanya dengan hanya menyodorkan tangannya di balik pintu yang dibukanya sedikit.
"Ini Mas pakaian dan handuknya."
"Iya. makasih ya sayang, kamu duduk di kamarku saja dulu ya, jangan beranjak keluar." ucap Mas Aldo sembari menerima pakaian dan handuknya dari tanganku.
"Iya sama - sama Mas, Keisya duduk di sofa kecil yang ada di kamar Mas Aldo saja ya." ucapku.
"Iya sayang."
Aku pun duduk menunggu Mas Aldo yang masih mandi. entah apa maksudnya menyuruhku menunggu di kamarnya. Mas Aldo telah melanggar kesepakatan yang dibuatnya sendiri. dia membuat Kesepakatan itu sendiri dan dia juga yang melanggarnya. aku sama sekali tidak mengerti jalan fikirannya. aku hanya mencoba untuk terus bisa mengerti dan memahami, mungkin memang benar yang di katakan Annisa, kalau Mas Aldo bingung dengan perasaannya sendiri.
Selesei mandi Mas Aldo langsung menghampiriku.
"Sayang, kalau aku meminta kamu melepas hijab yang kamu kenakan itu, apa kamu bersedia melepasnya?" tanya Mas Aldo sembari mengeringkan rambutnya yang basah.
"Iya pasti Mas. kalau suamiku yang memintanya, bagaimana mungkin aku menolaknya" ucapku dengan lembut sembari menatap wajahnya yang segar karena habis mandi.
"Kamu memang istri yang penurut."
"Kalau begitu. aku ingin kamu melepasnya sekarang." ucap Mas Aldo sembari meletakkan handuknya di sebelah kamar mandi.
"Sekarang juga ya Mas?" tanyaku heran.
"Iya sayang. apa mau aku yang melepasnya?" tanya Mas Aldo sembari menawarkan dirinya untuk melepaskan hijab yang ku kenakan.
"Nggak usah Mas, Keisya bisa melepasnya sendiri." jawabku sembari melepas hijab dengan perlahan.
Kini di hadapan suamiku aku tidak memakai hijab, di awal pernikahan memang Mas Aldo memintaku untuk melepaskan hijab yang kukenakan dan aku turuti permintaanya, namun kali ini dia menyuruhnya di kamarnya sendiri, yang mampu membuatku gugup. sejenak kualihkan fikiran kotor yang mulai merasuki fikiranku, kutepis semua fikiran itu, mengingat Mas Aldo hanya mencintai perempuan itu.
"Masya Allah cantiknya istriku." ucap Mas Aldo dengan lembut sembari membelai lembut rambutku dari atas kebawah begitu terus.
Mas Aldo semakin mendekatkan dirinya, lebih dekat di hadapanku, hingga aku bisa merasakan detak jantungnya berpacu dengan cepat, dia memejamkan matanya sembari mendekatkan bibirnya untuk menyentuh bibirku. aku diam terpaku dengan apa yang dilakukan oleh suamiku. aku hanya bisa menurut tanpa membantah.
Di genggamnya dengan erat jemari tanganku, sementara bibirnya masih asyik mencumbu bibirku, hingga rasanya diriku sulit untuk bernafas. Mas Aldo pun melepaskan ciumannya sembari menatapku dengan pandangan yang ingin lebih dari sekedar ciuman.
Aku pun mengatur kembali nafasku, belum juga teratur sempurna, Mas Aldo sudah mulai mencium bibirku lagi, yang kali ini tidak dengan lembut lagi. sepertinya Mas Aldo telah terperdaya oleh hawa nafsunya sendiri. aku pun mencoba untuk mengingatkannya, aku tidak ingin setelah dia lakukan ini ke aku, setelah ia sadar Mas Aldo akan menyesali perbuatannya ini. bukan diriku ingin menolak, karena dalam hatiku juga menginginkan itu, namun aku kembali teringat akan kesepakatan itu, membuatku harus bertindak agar supaya Mas Aldo tidak menyesalinya.
"Mas, apa yang mau kamu lakukan terhadapku?" tanyaku, sembari mencoba mendorong Mas Aldo untuk sedikit menjauh dariku.
"Keisya." ucapnya dengan expresi kaget.
"Apa yang ingin Mas Aldo lakukan?" tanyaku sembari menundukkan pandanganku, menghindari tatapannya yang penuh dengan hawa nafsu.
"Maaf Kei, aku .. aku tidak sengaja melakukannya." ucapnya dengan terbata, sembari mencoba menenangkan dirinya.
"Iya nggak papa kok Mas, mangkanya Keisya ingetin, Keisya takut setelah Mas Aldo lakuin itu Mas Aldo menyesalinya." ujar ku menjelaskan supaya Mas Aldo tidak salah faham, aku takut dia berfikiran kalau aku menolaknya. karena laki - laki itu pasti akan marah jika merasa dirinya ditolak.
"Maaf Kei, aku tidak bisa lakuin ini ke kamu. aku tidak bisa." ucap Mas Aldo sembari duduk di sampingku namun agak menjauh, dengan memegangi kepalanya.
"Iya Mas, Keisya ngerti kok." ucapku dengan lembut.
"Makasih ya Kei, kamu ingetin, kalau tidak, bisa - bisa kita lakuin ... lakuin .. ahhh.. kenapa aku bisa begini sih." ujar Mas Aldo sembari terus memegangi kepalanya, seperti merasa menyesal.
Padahal itu tanggung jawab yang harus ia penuhi. tapi aku tidak akan memaksanya. biarlah semua ini berjalan sesuai alur, aku hanya menjalani, selebihnya aku serahkan semua hanya kepada Allah. karena aku yakin suatu saat nanti Mas Aldo pasti akan berubah. aku masih harus terus bersabar menghadapi semua sikapnya terhadapku.
"Iya Mas, Keisya ke kamar dulu ya, nggak baik kalau Keisya berlama - lama di kamar Mas Aldo seperti ini." ucapku sembari beranjak untuk keluar dari kamar Mas Aldo.
"Tunggu Kei." ucap Mas Aldo sembari menahan langkah kakiku.
"Ada apa lagi Mas?" tanyaku heran.
"Kamu tidak sakit hati kan Kei, maaf ya aku bener - bener belum siap kalau harus lakuin itu ke kamu, tapi kalau seumpama kamu tidak mengingatkanku tadi mungkin aku akan benar - benar lakuin itu, maaf ya tadi aku tidak bisa mengendalikan diriku, sehingga membuat kamu kaget seperti ini." ujar Mas Aldo, sangat terlihat dimatanya kalau Mas Aldo mengkhawatirkan diriku.
Bukanlah Mas Aldo yang kutolak, melainkan diriku sendiri lah yang tertolak, Mas Aldo mengatakan belum siap, ya aku harus mengerti itu. karena selama masih ada perempuan itu di hatinya Mas Aldo tidak akan pernah siap untuk melakukan tanggung jawab yang seharusnya telah ia lakukan sejak awal pernikah kami.
Aku mungkin hanya dia anggap sebagai pelengkap sepinya, obat dari kegundahan hatinya. yang dia butuhkan saat sedang galau ataupun merasa kesepian. apakah begitu rendahnya diriku dimata suamiku😢
Aku mencintaimu, tapi engkau lebih memilih dia😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Happyy
👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼
2020-12-07
1
Happyy
👍🏼👍🏼👍🏼
2020-12-07
1
Kinand
semangat trs author.. selalu menunggu episode berikutnya
2019-09-27
1