Allah berfirman : "Dan Pergauli lah Istri-istrimu dengan baik, lalu jika kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin engkau tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa: 19)
...----------------...
Tidak ada satu pun di dunia ini wanita yang ingin di sakiti dan di khianati, semua wanita ingin mendapatkan kebahagiaan, kasih sayang juga rasa kedamaian di dalam dirinya, begitu juga denganku, aku ingin bisa di cintai oleh suamiku, apa aku salah meminta hak, meski suamiku telah membuat kesepakatan itu dan aku pun terpaksa menyetujuinya, namun paling tidak selama pernikahan ini masih berlangsung aku ingin menjalaninya dengan penuh kebahagiaan, aku ingin dianggap sebagai istri, aku ingin suamiku bisa memperlakukanku dengan baik, untuk apa dia menikahi ku kalau kami pun harus terlihat asing.
Semua hanya karena ambisinya, kegilaannya dengan harta dan kekayaan. aku tidak habis fikir, kenapa suamiku sangat menginginkan kekayaan dari keluarganya itu, padahal pekerjaannya juga sudah cukup bagus, sudah memiliki rumah yang cukup besar, dia sudah memiliki segalanya, yang ia butuhkan hanyalah seorang istri yang bisa mengarahkannya ke jalan yang benar, aku ingin menjadi istri yang seperti itu, bisa merubah Mas Aldo menjadi lebih baik dan bisa menyadari semua kesalahannya itu.
Suamiku telah menodai kepercayaan ku, bagaimana mungkin aku bisa melupakan semuanya dan memaklumi segala perlakuannya terhadapku, aku bukan wanita bodoh yang bersedia harga diriku di injak - injak oleh suamiku, tapi aku bisa apa, dalam agama aku mempunyai tanggung jawab untuk menasehati dan mengarahkan suamiku ke jalan yang benar. namun kesepakatan yang di buat suamiku, bagaimana aku bisa menentang semua kesepakatan itu.
Aku pun masih dalam keadaan yang sama, keadaan yang sangat memilukan, bahkan tidak ada yang bisa mengerti perasaanku, segalanya tentang semua kesedihanku dulu pun ikut teringat di fikiranku, mungkin ini memang takdir yang harus ku jalani.
Diriku yang semenjak kecil tidak pernah di anggap sebagai anak oleh orang tuaku, bahkan saat aku telah menjadi seorang istri, aku pun tidak di anggap sebagai istri, tidak di perlakukan selayaknya seorang suami memperlakukan istrinya. semua hal itu menjadikanku wanita kuat, tapi di sisi lain hatiku sangat rapuh, harus merasakan lagi diri ini tidak di anggap.
Sampai sekarang aku belum pernah lagi bertemu dengan Ayah kandungku, bagaimana kabar Ayah saat ini, apakah Ayah masih mengingatku, atau aku telah dilupakan olehnya. membuang semua jauh - jauh tentangku, anak yang tak pernah di anggap.
Bahkan aku tidak mengetahui bagaimana wajah Ibu kandungku, Ayah kandungku tidak pernah memberitahuku akan hal itu. meski dulu aku terus mencoba bertanya, namun Ayah selalu memberikan alasan - alasan yang aku pun harus mengerti.
Pikiran tentang masa laluku pun terlihat jelas lagi di fikiranku, aku yang saat ini tengah lelah sedari tadi terus menangis kini hanya mencoba mengingat semua kejadian menyedihkan yang telah aku lalui, aku mencoba mengambil hikmah di balik kejadian-kejadian yang menimpaku.
Mungkin ini adalah rencana Allah, agar aku bisa menjadi wanita yang kuat dan tegar dalam menghadapi masalah seberat apapun itu, Allah ingin membimbingku menjadi lebih baik, lebih dewasa dalam berfikir dan bersikap. aku terus mencoba menata hatiku kembali, menghapus semua luka yang menyayat bahkan merobek dinding hati. aku mencoba untuk menyembuhkan luka hati ini, selalu ku ucapkan istighfar agar aku tidak larut dalam kesedihan.
Hingga dering di ponselku berhasil mengagetkanku,
Aku mengambil ponsel yang ada di atas meja rias, kulihat seorang sahabat terbaikku. Annisa, Yaa,, Annisa menghubungiku, aku pun segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum Keisya," terdengar ucapan salam dari Annisa lewat telefon genggamnya.
"Wa'alaikumsalam wr.wb.. ada apa Nis, tumben malem - malem gini nelpon?" tanyaku pada Annisa.
"Aku hanya ingin tau kabarmu saja, bagaimana apa kamu betah tinggal dirumah suamimu itu?" ujar Annisa yg menanyakan kabarku, mungkin dia sudah merasa kangen denganku.
"Baru juga sehari di sini, ya belum bisa bilang betah sih," ucapku ragu, memang sudah merasa tidak betah walaupun masih sehari tinggal di rumah Mas Aldo.
"Tapi kamu baik - baik saja kan Kei?" tanyanya penasaran.
"Iya baik kok Nis," ucapku dengan lembut dan mencoba menghapus peluh di pipiku.
"Syukurlah kalau kamu baik, tapi kok suara kamu agak serak gitu, seperti orang yang habis nangis, kamu beneran nggak kenapa - kenapa kan Kei?" tanya Annisa yang sepertinya merasa khawatir denganku.
Duh, ketahuan deh kalau aku memang habis nangis.
"Nggak papa kok Nis, aku baik - baik saja disini. suaraku agak serak mungkin karena kecapekan aja." ujar ku dengan ragu. karena Annisa pasti sudah mulai curiga.
"Jangan bohongin aku Kei, aku tau kamu, kalau kamu lagi nangis pasti kayak gini deh, suara kamu serak," kata Annisa yang tidak mempercayai perkataanku.
"Sudahlah Nis, kamu jangan mengkhawatirkan aku, aku baik - baik saja, beneran," ucapku meyakinkan Annisa, dan mencoba untuk menyembunyikan kesedihanku.
"Kei, menurut feelingku kamu itu lagi nggak dalam keadaan yang baik." ujar Annisa yang enggan percaya semua perkataanku.
"Nis, kalau sudah waktunya nanti aku akan cerita, itu pasti, kamu nggak perlu khawatirkan aku, di sini aku bisa jaga diri baik - baik," ucapku dengan lembut, saat ini aku masih enggan untuk menceritakan semuanya pada Annisa.
"Tuh kan bener kamu pasti lagi ada masalah. ya sudah, aku yakin kamu bisa menyelesaikan masalah itu sendiri, tapi jangan di pendem terus Kei, karena nggak biasanya kamu kayak gini, aku selalu siap untuk kamu ajak berbagi suka dan dukamu Keisya, kalau kamu sudah siap buat cerita, kita ketemu, aku bisa jaga rahasia kok Kei, kamu kan tau aku gimana, aku nggak mau kalau kamu sampai berfikir keras lagi seperti dulu Kei, ku mohon kamu fikirkan baik - baik saran dariku." ujar Annisa yang memang ingin tau masalahku. Annisa bukan sekedar sahabatku, dia adalah sahabatku dari kecil, kami yang sama - sama hidup di Panti asuhan, yang juga sama - sama menjadi anak angkat. kami sudah seperti saudara, dia sahabat dalam suka dan duka, yang selalu bisa memberiku nasehat yang baik, aku pun juga selalu menuruti semua nasehatnya, semua nasehatnya itu pun sungguh menghasilan kebaikan dalam hidupku.
"Iya, aku kangen sama kamu Nis."
"Iya sama Kei, aku juga udah ngerasa kangen aja nih sama kamu. bisa nggak kalau kita besok ketemu." ujar Annisa mengajakku ketemuan. ya mungkin dengan bertemu Annisa bisa membuatku kembali bersemangat.
"Ketemu dimana Nis?" tanyaku.
"Ya di tempat biasa aja, kamu bisa kan. Mas Aldo tidak mengekang kamu kan Kei?" ucap Annisa yang khawatir Mas Aldo melarangku pergi bertemu Annisa.
"Tidak kok Nis, Mas Aldo tidak akan melarangku untuk bertemu dengan siapapun, apalagi kan dia tau kalau kamu sahabat terbaikku, ya pasti di izinin." ujarku yang mencoba menjelaskan, agar Annisa tidak curiga dengan Mas Aldo.
"Bagus deh kalau gitu, berarti kita bisa ketemu kapan aja dong ya," ucap Annisa yang kelihatan sangat gembira, aku dan Annisa akan segera bertemu lagi.
"Iya Nis, itu pasti," ucapku dengan lembut.
"Oke deh Kei, besok aku tunggu kamu di tempat biasa ya." ujar Annisa yang mengajakku bertemu di Resto seefood tempat makan favorite kami dulu waktu masih kuliah, kami sering bertemu di Resto itu untuk sekedar melepas rindu atau sekedar ingin mencoba menu terbaru di Restoran yang cukup terkenal itu.
"Iya Nis, besok juga sekalian aku mau kerumah Ayah angkatku."
"Ciyeee udah rindu nih sama Bokap dan Nyokap?" ujar Annisa yang kedengaran kalau dia lagi seneng banget.
"Iya Nis, kamu tau sendiri kalau aku nggak bisa lama - lama jauh dari keluarga angkatku, apalagi kemarin aku belum sempat berpamitan sama Adik - adikku, pasti mereka sekarang ini ngerasa kesel banget sama aku." ujarku.
"Iya Kei, pasti mereka semua juga sudah mulai kangen sama kamu, ya meski kamu berada di rumah suamimu baru sehari sih, tapi bagi mereka mungkin serasa berhari - hari nggak ketemu kamu," ucap Annisa, yg membuatku ingin sekali segera bertemu dengannya, ingin sekali aku menangis di bahunya. ya terkadang dulu memang aku sering melakukan itu, menangis tersedu sedu di bahu Annisa.
"Iya Nis, kamu benar," ucapku dengan lembut, namun terganggu oleh suara ketukanan pintu di kamarku.
"Nis, nanti kita lanjut lagi ya, sepertinya Mas Aldo memanggilku." ujarku pada Annisa.
"Iya Kei, jadi istri yang baik dan nurut ya," ucap Annisa menasehatiku.
"Iya Nis, makasih ya nasehatnya. udah dulu ya, Wassalamu'alaikum." ujarku sembari menoleh ke arah pintu kamar yang sedang di ketuk oleh Mas Aldo.
"Iya Kei, Wa'alaikumsalam wr.wb," setelah Annisa menjawab salam penutup obrolan kami, aku pun segera mematikan telfonnya.
"Keisya, kamu buka dong pintu kamarnya." ujar Mas Aldo sembari terus saja mengetuk pintu kamarku.
"Iya Mas, sebentar," aku pun mengambil hijab dan mengenakannya."
"Kei, kamu nggak papa kan?" tanya Mas Aldo yang melihat mataku agak sembap.
"Eemm, nggak papa kok Mas," ucapku dengan agak terbata - bata dan dengan suara yang agak serak.
"Beneran nggak papa, apa kamu lagi batuk, kok suara kamu agak serak gitu?" tanya Mas Aldo penasaran dengan keadaanku, sepertinya dia tidak merasa bersalah sedikitpun, jadi tidak perlu aku menjelaskannya.
"Iya Mas, Keisya baik - baik saja kok, ada apa ya Mas?"
"Kamu sudah makan, pasti belum kan? makan dulu yuk." tanya Mas Aldo yg berusaha mengajakku makan.
"Belum Mas, tapi Keisya lagi nggak pengen makan," ucapku menolak ajakannya dengan lembut.
"Loh bukannya tadi kamu ingin makan, barusan Bi Inah yang bilang, kalau tadi sore kamu mau ambil makanan tapi nggak jadi, malah balik lagi ke kamar, jangan gitu Kei, kamu harus makan, kan sedari siang kamu belum makan sama sekali, saya tidak ingin kamu sakit, nanti orang tua kamu bisa berfikir negatif terhadap saya. apa kamu ingin hal itu terjadi?" ujar Mas Aldo memaksa.
"Ya bukan begitu Mas," ucapku dengan pandangan yg menunduk.
"Kamu makan ya, apa kamu mau makan di luar, saya bersedia anterin kamu, asalkan kamu mau makan." ujar Mas Aldo. orang aneh tadi bersikap cuek dan pamer kemesraan dengan perempuan lain, sekarang bersikap sok manis. aktingnya sungguh bagus dan profesional.
"Nggak perlu Mas, Keisya nggak pernah makan di luar rumah," ucapku dengan nada penolakan. yang semakin membuat Mas Aldo kesal saat harus terus membujukku untuk makan.
"Kei, kamu ini hanya di suruh makan saja kok susah banget sih, kamu ingin keluarga kamu itu berfikiran buruk tentang saya, atau inikah balasan kamu terhadap saya atas apa yang saya lakukan ke kamu?" Mas Aldo pun mulai berkata kasar lagi terhadapku.
Aku hanya terdiam, dan langsung menutup pintu kamar tanpa menghiraukannya lagi. sudah cukup sakit hatiku, aku tidak ingin lagi mendengarkan perkataannya yang kasar itu terhadapku, tadi saja hatiku sudah mulai agak tenang karena Annisa menelfonku, sekarang malah di buatnya sakit lagi.
"Keisya, kamu jangan keras kepala seperti ini, kita perlu bicara," kata Mas Aldo yang masih saja ingin mengajakku bicara.
"Mau bicara apa lagi Mas, apa Mas Aldo ingin memberitahuku kalau Mas Aldo bahagia bersama perempuan itu?" ucapku dengan kesal, aku tidak peduli lagi entah dia akan marah atau bahkan bisa saja dia mendobrak pintu kamar ini, namun hatiku sudah sangat sakit. aku sudah tidak memperdulikan perasaanya lagi, toh dia juga tidak bisa menghargai perasaanku, untuk apa aku harus terus mengerti, itu hanya akan membuatku semakin terlihat bodoh.
"Keisya, apa kamu tadi melihatku bersama Aleesha?" tanya Mas aldo memastikan.
"Iya Mas, Keisya lihat apa saja yang Mas Aldo lakukan dengan perempuan itu, apa Mas Aldo belum puas menyakiti hati Keisya, sampai - sampai harus berkata kasar lagi, apa salah Keisya Mas? apa Keisya ini salah jika Keisya ingin membalas semua kebaikan orang tua angkat Keisya dengan menyetujui pernikahan ini, kalau tindakan Keisya ini salah, Mas Aldo bilang. jelaskan, dilihat dari segi mana kesalahan Keisya itu," ucapku dengan kesal, air mata ini pun terjatuh lagi, tak bisa kutahan lagi.
Mas Aldo pun terdiam, aku juga masih sangat kesal, aku tidak ingin bertengkar dengannya lagi, aku pun duduk di tepi kasur, sembari mengusap air mataku. hingga terdengar Mas Aldo mulai berbicara lagi.
"Kei, maafin saya, tidak seharusnya saya tadi mengajak Aleesha kesini, saya harusnya faham perasaan kamu, tapi saya telah menyakiti kamu, maafkan saya Kei, kamu buka dulu pintunya kita bicara." ujar Mas Aldo yang ingin agar aku membukakan pintu kamar yang tengah aku kunci.
"Sudahlah Mas, lebih baik kita sama - sama intropeksi diri dulu, Keisya malas kalau harus berdebat lagi dengan Mas Aldo, Keisya tidak bisa terus mendengar perkataan Mas Aldo yang kasar itu, perkataan Mas Aldo sangat menyakiti hati Keisya," ucapku dengan nada lembut namun masih merasa sangat kesal.
"Saya tidak akan berkata kasar lagi, saya akan berusaha untuk bersikap lembut ke kamu, malah saya nggak bisa kalau lihat kamu tersakiti oleh perilaku saya tadi Kei, buka pintunya." ujarnya yang sedari tadi terus saja mengetuk pintu kamar dengan keras. berharap aku akan membukanya, tapi salah aku tidak segampang itu lagi untuk luluh dengan rayuannya yang semakin membuatku kesal.
"Keisya, buka pintunya. maafin saya, kamu harus makan Kei, saya tidak ingin kamu sakit karena tidak mau makan." ujarnya sambari terus mengetuk pintu kamarku.
Aku pun beranjak naik ke atas kasur, kubenamkan kepalaku di atas bantal, aku tidak sanggup jika terus melihat mereka bersama. namun aku juga tidak tega melihat sikap Mas Aldo yang mengkhawatirkanku. hati nurani dan egoku seakan mengajak perang. aku bingung apa yang harus aku lakukan. perutku juga terasa lapar, aku ingin makan, tapi untuk saat ini aku tidak ingin bertemu dengan Mas Aldo.
Malam ini aku harus menahan lapar, itu juga sebagai bukti bahwa aku sangat tidak menyukai perilaku Mas Aldo. ingin rasanya diriku ini memberinya pelajaran berharga yang akan selalu ia ingat. biar tidak seenaknya saja bertindak semaunya. tanpa peduli perasaan orang lain yang merasa sakit hati karena ulahnya. bukan hanya aku, mungkin jika keluarga Mas Aldo tau hal ini, pasti mereka juga pasti sangat kecewa.
Aku pun tertidur lelap, sembari menahan lapar, aku cukup mampu menahan lapar seharian dan kali ini aku lakukan itu, demi mengembalikan harga diriku. aku tidak ingin Mas Aldo nantinya bisa bertindak sesuka hatinya melebihi apa yang dilakukannya hari ini. aku harus bisa membuatnya menyesal atas apa yang dia perbuat tadi.
...----------------...
Sampai pada suatu pagi, dimana langit cerah, matahari pun menampakkan senyumnya.
Aku yang duduk di tepi ranjang masih terasa enggan untuk keluar kamar. malas sekali rasanya kalau aku harus bertemu dengan Mas Aldo pagi ini, membuat moodku yang tadinya sudah terkondisikan, bisa - bisa membuat hancur mood itu kembali.
Terdengar suara Bi Inah yang mengetuk pintu dan memanggilku untuk sarapan pagi, aku pun masih enggan membuka pintu itu, pasti di bawah sana ada Mas Aldo yang tengah menungguku, kekesalanku saja belum hilang. aku harus tenangin dulu hatiku. baru siap menemuinya.
Terpaksa aku hiraukan panggilan dari Bi Inah, namun aku tetap berbicara dengannya.
"Iya Bi, Keisya lagi nggak pengen keluar, nanti saja, bilang aja ke Mas Aldo kalau Keisya masih males makan." ujarku yang masih di dalam kamar tanpa membukakan pintu kamarku.
"Jangan begitu, Mbak Keisya harus makan walaupun sedikit, kan Mbak Keisya sejak kemarin siang belum makan, nanti bisa sakit perutnya, itu sudah di tunggu sama Mas Aldo, kasian dari semalam Mas Aldo tidur di depan kamar Mbak Keisya." ujar Bi Inah mencoba membujukku untuk keluar kamar, tapi yang membuat hatiku luluh saat Bi Inah mengatakan kalau Mas Aldo tadi malam tidur di depan kamar ini. benarkah begitu, aku pun langsung bergegas membukakan pintu kamar, agar Bi Inah bisa masuk. aku ingin tau informasi mengenai Mas Aldo tadi malam.
"Alhamdulillah akhirnya Mbak Keisya mau keluar juga," ucap Bi Inah sembari melempar senyum di hadapanku.
"Bi Inah masuk dulu deh ya," aku menyuruh Bi Inah untuk masuk ke kamarku dan bergegas ku tutup lagi pintu kamar, jangan sampai Mas Aldo tau hal ini, bisa marah lagi nanti dia.
"Ada apa ya Mba, kok Bibi di suruh masuk?" tanya Bi Inah penasaran.
"Apa benar yang Bi Inah katakan barusan, kalau Mas Aldo tadi malam tidur di depan kamar ini?" tanyaku penasaran, apa benar Mas Aldo lakukan itu, kalau memang benar, sungguh tega aku membiarkan suamiku tidur di lantai.
"Iya Mbak Kei, bener kok, Bi Inah melihat sendiri, tadi pagi kan Bi Inah mau nyapu dan ngepel lantai depan kamar Mbak Keisya ini, Bi Inah kaget melihat Mas Aldo tidur di dekat tembok beralaskan selimut dan bantalnya pun Mas Aldo bawa kesitu, Mas Aldo masih terlelap tidur, jadi Bi Inah tidak berani membangunkannya, lalu Bi Inah mengambil kesimpulan kalau Mas Aldo semalam tidur di lantai depan situ Mba." ujar Bi Inah sembari menunjuk ke arah luar kamarku di sebelah tembok, tempat dimana Mas Aldo menghabiskan malamnya kemarin.
Terasa deg di hati mendengar informasi dari Bi Inah, Mas Aldo itu sebenarnya lelaki yang seperti apa? kadang dia baik, kadang ngeselin bikin sakit hati, tapi kalau dia telah berbuat seperti itu hatiku pun menjadi luluh, aku merasa kasihan dengan suamiku, pasti Mas Aldo tadi malam kedinginan, dia pasti tidak terbiasa tidur di lantai. bagaimana kalau dia sampai masuk angin, ini semua salahku. kenapa aku tadi malam sangat egois tidak membukakan pintu kamar hanya karena ingin agar Mas Aldo memahami rasa sakit di hatiku. kalau jadinya begini itu sama saja aku seperti Mas Aldo, kesalahan memang tidak bisa di balas dengan kesalahan. aku pun menyesal telah menuruti egoku hanya karena merasa cemburu terhadap kedekatan suamiku dengan perempuan lain. api cemburu pun telah mempengaruhiku, seharusnya aku tidak seperti ini.
"Mas Aldo," aku pun bergegas keluar kamar dan lari menuju ruang makan, ku dapati Mas Aldo sedang menikmati makanannya. dia mendengar suaraku memanggil namanya pun langsung menatapku dengan pandangan yang serius. kini aku sudah ada di depan matanya.
"Keisya, akhirnya kamu mau keluar kamar juga, pengantin baru itu nggak baik berada di kamar terus, sampai lupa makan begitu." ujar Mas Aldo sembari langsung memasukkan roti ke mulutnya.
"Mas Aldo," ucapku dengan nada sedih.
"Iya, kamu keluar kamar untuk makan kan? duduk disini!" jawab Mas Aldo dan menyuruhku untuk duduk.
"Ini cuman ada roti tawar sama selai aja, nanti kalau kamu masih lapar, kamu bilang aja ke Bi Inah, biar Bi Inah masakin makanan buat kamu." ujar Mas Aldo sembari melirik ke arahku.
"Mas, maafin Keisya ya," ucapku dengan lembut.
"Kei, seharusnya saya lah yang meminta maaf, kamu nggak salah, yang salah itu saya, karena tidak bisa menghargai perasaan kamu," ucap Mas Aldo dengan lembut dengan sesekali tersenyum.
"Tapi Keisya juga salah Mas, tidak seharusnya Keisya cemburu dan menuruti ego Keisya untuk mengurung diri di kamar," ucapku dengan lembut, ku tatap lekat suamiku.
"Sudah hal ini tidak perlu di bahas lagi, nanti malah bikin mood kamu hilang lagi, kamu makan dulu, apa mau saya suapin?" ujar Mas Aldo yang menawarkan diri untuk menyuapiku.
Aku pun tertunduk malu. ternyata sungguhan, Mas Aldo pun mencoba menyuapi aku. sudah seperti anak kecil saja aku ini, betapa malunya aku di hadapan suamiku. perlakuan Mas Aldo pagi ini sangat manis.
"Terima kasih Mas," ucapku dengan lembut sembari melempar senyum sumringah kearahnya.
"Nah gitu dong senyum, kamu itu kalau lagi senyum terlihat sangat manis," ucap Mas Aldo berusah menggodaku.
"Apa sih Mas Aldo ini, masih pagi udah ngegombal." ujarku dengan tertunduk malu.
"Siapa yang gombalin kamu, saya itu berkata jujur dan juga tidak sedang berakting, ini sungguhan sayang," ucap Mas Aldo yang mencoba meyakinkanku bahwa perlakuan manisnya kepadaku pagi ini ada sungguhan bukan sekedar aktingnya.
Aku tersentak kaget mendengar pengakuan itu, tapi mencoba untuk tetap terlihat tenang, aku tidak ingin besar kepala lagi seperti kemarin, karena sikap dan perilaku Mas Aldo terhadapku bisa berubah - ubah, ya mungkin di sesuaikan dengan kondisi hatinya.
"Mas Terima kasih ya, maafin Keisya yang tadi malam membiarkan Mas Aldo tidur di depan kamar yang Keisya tempati, karena memang Keisya tidak tahu kalau Mas Aldo masih di depan pintu. Keisya fikir Mas Aldo sudah beranjak ke kamarnya Mas Aldo sendiri," ucapku meminta maaf
"Iya tidak apa - apa. sudah jangan kamu fikirkan hal itu, saya juga tidak masalah kok kalau harus tidur di lantai, saya cuma memastikan kamu baik - baik saja di dalam kamar. saya khawatir sekali sama kamu, hingga kekhawatiran itu membuat saya tidak bisa tidur, menyesali semua perbuatan saya kemarin, saya senang kamu telah memaafkan saya dan mau makan lagi, saya khawatir kamu sakit Kei, maafkan kesalahan saya ya, saya tidak akan mengulanginya lagi." ujar Mas Aldo menjelaskan.
"Mas Aldo kenapa harus tidur di lantai? Keisya baik - baik saja kok, cuman hati Keisya saja yang lagi tidak baik," ucapku sembari menatap suamiku, merasa terharu dengan semua perlakuannya, dia tidak harus melakukan itu.
"Sudah jangan membahas hal itu lagi, nanti malah pagi kita ini jadi termehek-mehek," ucap Mas Aldo sembari tersenyum dengan sangat manis.
"Oh ya, Kei, hari ini saya sudah mulai masuk kerja. saya pulang kerjanya malam, kalau kamu perlu apa - apa kamu jangan sungkan untuk bilang ke Bi Inah ya, kamu jaga diri baik - baik. hari ini saya tidak lembur, kira - kira selesei sholat isya' nanti saya sudah pulang." ujar Mas Aldo pamit akan bekerja.
"Iya Mas, Keisya juga minta izin, nanti Keisya akan pergi menemui sahabat Keisya." ucapku.
"Annisa ya?" tanya Mas Aldo yang memang dia mengenal Annisa, kebetulan Ayah angkat Annisa adalah Arsitektur di Perusahan milik keluarga Mas Aldo.
"Iya Mas," jawabku singkat namun dengan senyuman yang sangat manis.
"Iya kamu hati - hati, apa mau di antar?" tanya Mas Aldo menawarkan diri untuk mengantarku, namun aku tidak ingin mengganggu jam kerjanya.
"Tidak perlu Mas, nanti Keisya naik Grab saja, Mas Aldo kan sebentar lagi harus berangkat kerja, lagian Keisya nanti keluar agak siangan kok," ucapku yang menolak untuk di antar, aku tidak ingin merepotkan suamiku.
"Ya sudah, kamu hati - hati ya Keisya, aku pamit berangkat kerja dulu, jaga diri kamu baik - baik, jangan sedih lagi," ucap Mas Aldo sembari beranjak dari tempat duduknya dan segera melangkahkan kakinya untuk keluar rumah. aku pun menghentikan langkahnya.
"Mas Aldo,"
"Iya ada apa lagi Kei?" tanya Mas Aldo penasaran.
"Aku Salim." ucapku dengan lembut sembari mendekati suamiku.
"Oh iya lupa, maaf ya belum terbiasa," sahut Mas Aldo sembari menyodorkan tangannya.
aku pun langsung menerima tangannya dan mencium punggung tangan suamiku, Mas Aldo dengan sigapnya langsung mencium keningku.
Deg.. hatiku terasa berdebar - debar. ya begitulah yang kurasakan di kehidupan rumah tangga yang baru saja kujalani ini, terkadang aku merasa senang, merasakan hatiku bergejolak akan cinta yang aku rasakan, terkadang juga hati ini sangat terasa sakit. entahlah kenapa sikap suamiku sering berubah begini. aku mencoba mengambil hikmahnya saja. aku tidak akan menuruti egoku yang bisa membuat Mas Aldo menjauhiku. aku menginginkan suamiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Adel
Mampir di karyaku juga ya thor..
salam❤❤
RINDUKU DI UJUNG SURGA...
2020-12-09
1
Happyy
😥😥😥😥😥
2020-12-07
1
Caramelatte
semangat thor!
Salam dari "Belong to Esme"
2020-12-04
1