Pesawat Kertas Untuk Kyeri
Perkenalkan namaku Nadta Garwita Langsih, aku ingin menceritakan kisah-kisahku dulu saat masih bersamanya. Bersamanya? Siapa? Dia, dia yang ku panggil Kyeri.
Aku akan menceritakan kisahku dari awal bertemu dengannya sampai kami ... Ah sudahlah aku tidak ingin melanjutkan.
Saat ini aku sedang duduk di rumah pohon tua yang ayahku bangun dulu saat aku masih kecil. Sambil menatap nastabala yang di penuhi sinar rembulan serta gemintang.
Sudah, sudah, sudah cukup. Aku akan menceritakan kisahnya sekarang...
...~▪︎~...
Maret 2007
Aku sedang di teras rumah bersama ayah ku, kami sedang membenarkan kayu sofa yang keluar dari pelapisnya. Sedangkan ibuku sedang memasak makan siang untuk kami bertiga.
"Nat, tolong ayah ambilkan palu di dalam box berwarna coklat itu ya!"
"Oke ayahku siap," jawabku penuh dengan semangat.
Kreek...
Aku membuka box itu tetapi, banyak sekali bentuk palu yang beragam. Aku pun memutuskan untuk menanyakan kembali, "Ayah ini palunya yang seperti apa?"
"Yang warna kuning berlist hitam," jawab ayah dari luar.
"Oh yang ini," gumamku sembari mengambil palu itu.
Aku membawakan palu itu segera ke ayah. Kami berdua membenarkan sofa ini hampir 2 jam lebih.
Huh... (ayah ku menyeka keringat yang mengalir di dahinya, begitupun juga denganku)
"Wah sudah selesai ya?" ucap ibu menghampiri kami berdua.
"Iya dong bu, berkat bantuan Nata kita yang mungil dan kuat ini semua jadi beres," ucap ayah sembari mengacak-acak rambutku.
Aku hanya bisa tersenyum manis saja dan Ibu juga tersenyum kala melihat aku menyengirkan gigi.
"Yasudah yuk bersih-bersih dulu, habis ini kita makan bersama. Ibu sudah selesai masak jadi kita makan sekarang ya."
"Iya ibu," seruku penuh dengan semangat.
Sore hari pun tiba, Aku sedang membersihkan kamarku karena dari tadi pagi aku belum sempat membereskannya. Walaupun tidak terlalu berantakan tetapi aku harus membersihkan kasurnya.
Bruuummm...
Suara mobil tiba-tiba saja lewat di depan rumah kami, dan berhenti di sebelah rumahku. Aku mengintip dari balik jendela dan mengamati siapa yang baru saja datang.
'Ada yang pindah ya?' tanyaku dalam hati.
Tidak lama kemudian satu keluarga turun dari mobil jeep berwarna hitam. Satu perempuan dewasa, satu perempuan balita, satu pria dewasa dan satu anak kecil sebaya denganku.
"Oh orang baru," gumamku kemudian merapihkan kamar kembali.
Saat aku keluar kamar, ayah dan ibu sedang menyiapkan sesuatu untuk menyambut tetangga baru. Karena di desaku ini terdapat sebuah tradisi jikalau ada warga yang baru saja pindah.
Apa itu? tradisi punjungan seperti memberikan makanan ataupun bingkisan untuk menjalin silahturahmi antar tetangga.
Orang tuaku sedikit memaksa untuk aku ikut ke sana, tetapi aku tidak mau dan tetap saja orangtua ku memaksa.
"Ayok sayang ikut ayah dan ibu pergi kerumah sebelah untuk memberikan punjungan," ajak ibu.
"Tidak, aku tidak mau ibu."
"Ayoklah sayang, ini tetangga baru di sebelah rumah kita lagi," ajak ayah.
"Tidak ayah, ibu. Aku tidak mau ikut, aku ingin pergi main ke tanah lapang saja."
"Tapi Nata..." belum sempat ayah menyelesaikan pembicaraannya, aku pergi berlari ke tanah lapang dekat rumahku.
Sepasang mata pun memperhatikan aku dan ia pun mulai mengikuti langkahku. Tanpa rasa khawatir aku langsung naik kerumah pohon ini, walau pun tinggi aku tidak takut sama sekali.
Aku duduk memunggungi tempat naik tadi dan memandang indahnya pemandangan desa tempat tinggal ku ini.
Dersik agin begitu sejuk, menyapu helai-helai rambut yang ada di bahuku. Saat sedang asyik menikmati pemandangan, suara teriakan dari bawah rumah pohon ini pun terdengar.
"HAY! PEREMPUAN PENYENDIRI," teriak anak laki-laki di bawah rumah pohon ini.
Aku tidak memperdulikannya dan aku berpura-pura tidak tahu saja. Tidak lama kemudian, anak laki-laki itu pun naik ke atas dan duduk tepat di sampingku.
"Wah pantas saja kau tidak menyahutiku, pemandangan disini sangat bagus ya," ucap anak laki-laki itu yang begitu takjub dengan pemandangan disini.
"Hay, siapa namamu? Aku Matteo Kyeri Bram," sapa anak laki-laki ini.
Namun aku lagi-lagi tidak menghiraukannya, aku malah lebih memilih berpandang lurus melihat pemandangan desa yang begitu sejuk di mata.
"Hay! kamu ini bisu ya? Aku dari tadi memanggil mu, tetapi kamu hanya diam saja!" ledek anak itu.
"Mana ada aku bisu! aku hanya kesal kamu naik ke rumah pohon milikku ini tanpa seizinku," jelasku.
"Huh... jadi kamu marah ya, yasudah aku minta maaf ya kalau aku naik kesini tanpa seizinmu."
"Jadi siapa namamu?" tanya anak itu lagi.
"Aku Nadta Garwita Langsih," jawabku bernada acuh tak acuh.
"Wah namamu bagus ya, tapi lebih bagus lagi namaku sih hehehe."
"Ih kau ini, pergilah jika kamu hanya menggangguku!"
"Tidak, aku tidak akan menganggumu. Aku tadi mengikutimu kesini, karena aku tau kita tinggal bersebelahan jadi aku mengikutimu saja." jelas Kyeri.
"Mengapa kamu mengikuti ku?" tanyaku bernada kesal.
"Entahlah, mungkin aku ingin kita menjadi teman."
"Tidak, aku tidak mau," aku menolak dengan tegas.
"Tetapi aku mau, jadi kita hari ini dan seterusnya akan berteman baik ya."
Walaupun aku menolak, Kyeri tetap memaksa untuk menjadi temanku, jadi mau tidak mau aku dan Kyeri pun berteman baik saat itu.
Keesokan harinya,
Aku akan pergi ke sekolah bersama ayah dan ibu, karena hari ini adalah hari pertama ku masuk Sekolah Dasar (SD). Menunggangi motor astrea berwarna hitam, aku dan kedua orangtua ku berangkat pagi menuju sekolah.
Di jalan aku bernyanyi sembari mengalunkan tangan kesana dan kemari. Ayah dan ibuku juga ikut bernyanyi bersama.
Sesampainya di sekolah, aku melihat Kyeri di lorong ruang guru bersama keluarganya. Aku tidak memperdulikannya dan aku pun langsung masuk kedalam kelasku.
"Nata sayang, kamu ingin ibu temani atau tidak?" tanya sang Ibu.
"Tidak usah bu, aku berani disini sendirian, tidak. Disini ramai teman-teman dan juga ada bu guru yang cantik," ucapan ku meyakinkan.
"Baiklah kalau begitu ayah akan mengantarkan ibu pulang dan setelahnya ayah akan berangkat kerja, kamu jangan menangis ya," ucap ayah.
Aku hanya mengangguk-anggukan kepala sembari tersenyum manis. Aku duduk di bangku paling depan dekat dengan jendela sebelah kanan.
Walau aku masih duduk sendiri tetapi aku sangat percaya diri, wajah berseri-seri sangat terlihat di wajahku.
Baru saja aku mengeluarkan buku bersampul boneka tedy, suara yang tidak asing menyapaku.
"Nah ini ada Nadta mah, pah."
'Huh... pasti Kyeri deh yang memanggilku,' gumamku dalam hati.
"Wah apa kamu mengenalnya?" tanya wanita paruh baya yang begitu cantik di sampingnya.
"Iya Mah, ini Nadta teman aku. Rumahnya juga bersebelahan dengan kita," jelas Kyeri.
Aku hanya tersenyum manis lalu mengambil tangan orangtua Kyeri untuk bersalaman, "wah ternyata kamu cantik banget ya," ucap mamah Kyeri mencolek pipiku yang begitu tebal ( chuby ).
"Kursi di sebelahmu kosong atau tidak?" tanya papah Kyeri.
"Kosong, aku belum punya teman duduk disini."
"Wah syukurlah, Matteo boleh kan duduk disini," tanya sang mamah Kyeri.
"Iya boleh kok," ucap ku walau terpaksa.
Seterusnya, aku dan Kyeri selalu duduk bersama. Bahkan kami akhirnya bisa berteman baik juga.
Bersambung....
..."Tempat paling nyaman ialah tempat dimana kamu merasa aman dan suasananya pun sangat damai."...
...-Ant...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dewi
Berarti cerita ini diceritakan oleh Nadya ya kak?
2022-08-30
2
Senajudifa
awal yg bagus sdh ta masukan kefavoritku u
2022-06-16
2
Sebutir Debu
udah aku favorit kak. nanti aku bacanya ya kak
2022-06-11
3