04. Ternyata

Sesampainya di toko buku, aku mengikuti Kak Aris mencari buku untuk tugas akhirnya sambil memainkan ponsel ku. Tiba-tiba ia berhenti sehingga aku tak sengaja menabrak punggungnya.

"Eh.. maaf ya Ana. Kamu gak kenapa-kenapa kan?" Kak Aris tidak tau kalau aku mengikutinya tanpa melihat ke depan.

"Gak apa-apa kok Kak. " Jawabku singkat smbil mengelus dahi ku karena sakit terbentur di punggungnya.

Entah apa yang ada difikiran Aris, ia meletakkan kedua tangannya di bahuku sambil menatapku. Aku yang menyadarinya pun menjadi takut. Dan segera bersiap-siap jika saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Haa haa haa begitulah aku jika berhadapan dengan lelaki yang baru ku kenal.

"Ana, sebenernya kamu ngerasa gak kalau ada yang berbeda dari perlakuan aku ke kamu? "

"Gak Kak, biasa aja. Kenapa? " Seolah aku ingin tau lebih dalam apa maksud dari perkataannya.

"Sebenarnya beberapa hari ini aku perhatiin kamu beda dari cewek yang lain. Aku kagum sama kamu. "

"Ouh ya? Lalu? "

"Kenapa kamu masih cuek sama aku? Padahal kita udah jalan bareng sekarang, aku juga udah bebasin kamu sama sahabat kmu dari tugas. Kurang apa lagi? Kenapa kamu gak peka kalau aku suka sama kamu Ana. "

"Haa haaa haaa. Jadi hanya karena Kak Aris bebasin kami dari tugas dan ngajak aku jalan itu buat aku juga suka sama Kakak gitu? Maaf aku masih bisa kok buat ngerjain tugas berlembar-lembar itu dari kakak. Kalau itu hanya untuk ego kakak sendiri. "

"Kurang apalagi aku Ana? Semua cewek di sekolah mereka justru pengen banget buat jadi pacar aku. Mereka rela lakuin apa aja cuma sekedar dekat dengan aku." Aris pun mulai emosi.

"Oh jadi maksud kakak, dengan cara ini bisa buat aku jatuh cinta sama Kak Aris? Maaf Kak, aku gak tergila-gila dengan semua itu sekalipun Kakak idola sekolah." Aku langsung pergi meninggalkan Kak Aris. Tanpa ku sadari air mata ku jatuh.