Happy Reading, bantu like+coment. Itu sangat mendukung saya dan karakter fiksi saya :)
****
Kenny POV
"Kau bisa pulang lebih dahulu Jenn, keadaan Ken belum membaik." Scout segera menjawab saat kepalaku di hantam kebenaran bahwa Jenn akan tinggal di rumah kami... Maksudku rumah Scout.
"Kita pulang bersama saja. Kapan Ken akan pulang juga?" Sekarang dia sok akrab dengan memanggilku Ken.
"Lusa. Kau tidak kembali ke kamar? Ini jadwal untuk di periksa."
"Seandainya aku bisa sendiri." ujar Jenn dengan nada sedih yang dibuat-buat dan itu menjengkelkan setiap sendi tubuhku. Aku menatap langit-langit. Aku berharap Scout di sini saja, tak usah repot-repot dengan si rubah ini. Tapi aku yakin tidak mungkin, tetapi mulutku terlalu berat untuk berkata agar Scout di sini saja.
"Ken, aku akan segera kembali." Jangan! Jangan pergi!
Scout berdiri, lalu berjalan ke arah Jenn. Lalu mendorong kursi roda itu dan meninggalkanku di sini.
Tidak kupungkiri bahwa aku bersifat aneh akhir-akhir ini. Seolah aku wanita haus kasih sayang. Aku cemburu. Dan aku tidak bisa mengindikasikan ini sebagai rasa suka karena hal yang sama juga kurasakan saat bersama Harry saat itu.
Kupikir aku hanya terlalu egois terhadap perasaanku sendiri. Aku sadar selama dua tahun aku tidak pernah merasa bisa bernapas bebas selama menjadi istri Scout, tapi belakangan ini aku bisa bernapas bebas bersamaan muncul perasaan cemburu ini.
Aku tidak yakin rasa berdebar ini. Karena rasa ini pun kurasakan saat berasama Harry dan Scout. Aku bingung di perasaanku sendiri. Dan harusnya aku segera menyelesaikan ini. Tapi bagaimana?
****
Scout POV
Aku masuk ke dalam kamar Kenny. Dia tengah memandang-mandang langit-langit. Dia selalu memandangi langit-langit sialan itu. Apa itu lebih penting di banding aku.
"Hey... Kau butuh sesuatu?" tanyaku setelah duduk.
"Tidak ada."
"Jenn akan tinggal di rumah kita sampai keadaannya membaik. Kuharap itu tidak masalah untukmu."
"Tidak apa... Toh itu memang rumahmu."
"Rumah kita,Ken. Rumah kita." geramku.
"Rumah kita." Aku tidak tau nada bicaranya. Apa itu pertanyaan atau pernyataan.
"Kau mengunjungi rumah Harry." ujarku sedih. Sial. Seharusnya suaraku tegas, bukan suara lembek seperti ini. Hah... Aku selalu menunjukkan sisi lemahku padanya akhir-akhir ini.
"Yah..."
"Kenapa?"
"Harga diriku jatuh saat itu jadi aku bertemu dengannya memperbaiki harga diriku." Nah...
"Apa itu soal cincin?"
Dia hanya diam tanpa melihatku dan terus memandang langit-langit.
"Entahlah..."
"Maafkan aku, saat itu pikiranku tidak di sana."
"Tidak apa.. Jika kau memilih memperhatikanku, mungkin Nona manis itu sudah bergabung dengan tanah saat ini." tidak kupungkiri mulut Ken berkembang pesat saat bicara.
"Maukah kau memakainya untukku?" suaraku setengah memohon sekarang. Ayolah... Seorang Scout memohon sekarang.
"Akan kupertimbangkan dengan melihat suasana hatiku."
"Ken.. Kuharap kau tidak bertemu Harry lagi?"
Dia lalu menatapku. Tatapannya tajam dan begitu menusuk.
"Kenapa?"
"Bukankah wajar seorang suami berkata seperti itu pada isterinya jika bertemu pria lain? Dan lagi, dia adalah mantan kekasihmu."
"Mantan tunangan lebih tepatnya."
Dia pintar bersilat lidah.
"Kuharap kau mendengarku."
"Menurutmu kita pasangan suami isteri yang normal? Sehingga rasa cemburu begitu lumrah untuk kita?"
"Cemburu?" ulangku penuh cemooh. Siapa pula yang cemburu.
"Aku tidak tau kau menyebut perasaan mu itu dengan sebutan apa, tapi yang ku tau itu adalah rasa cemburu. Jangan terlalu menganggap dirimu sendiri sebagai mahkluk istimewa yang tidak bisa cemburu."
Aku tidak ingin berdebat dengannya sekarang. Tidak di saat dia seorang pasien yang nyaris mati karena kacang. Itu jadi lelucon terbaikku.
"Aku tidak akan berdebat apapun saat kau sakit. Istirahat lah." aku bergerak menuju sofa, aku butuh istirahat. Aku berbaring membelakangi Kenny. Tapi entah mengapa aku bisa merasakan tatapannya.
"Jangan menatapku terus."
"Scout...."
"Apa?"
"Apa kau berharap bahwa hubungan kita bisa baik-baik saja?"
Aku tidak menjawab. Sejujurnya aku tidak tau.
****
Begitulah waktu berlalu. Jenn dan Ken sudah pulang dari rumah sakit. Aku tidak berharap mereka bisa akrab. Mengingat sikap kurang ajar Jenn. Kuharap Jenn cepat sembuh sehingga aku bisa menendangnya dari rumah ini.
"Scout..." suara Ken begitu nyaring dari luar kamar mandi. Aku mematikan kran shower.
"Yah?"
"Tidak ada. Aku hanya memastikan kau masih hidup, mengingat terakhir kali kau hampit mati tenggelam di bath up." Sial. Dia membuat itu bahan candaan.
Aku mengabaikannya dan melanjutkan mandiku. Jenn memenuhi pikiranku saat ini. Aku tau dia menyukaiku dan itu cukup berbahaya. Mengingat Jenn adalah pasien psikater. Orang gila sebenarnya adalah mereka yang nampak normal.
Aku melilitkan handuk di pinggangku. Saat keluar, pakaian kerjaku sudah ada di tempat tidur dan Ken di meja rias. Dia tidak pernah menyiapkanku hal seperti ini.
"Kenapa?"
"Aku menyediakan baju kerjamu, apa itu salah?"
"Tidak. Kupikir kau akan tidak nyaman seruangan denganku saat aku ganti baju."
"Atau kau yang akan tidak nyaman?" Dia menantangku rupanya. Dia duduk membelakangiku dan aku bisa melihat pantulan diriku di cermin. Aku segera melepas handukku. Mataku bertemu dengannya melalui cermin.
"Apakah kau masih nyaman?"
"Aku tidak akan terintimidasi atau tergoda oleh badan seperti itu."
"Mulutmu semakin liar." Aku buru-buru memakai pakaianku. Dia merendahkanku rupanya.
"Aku akan mulai belajar musik."
"Itu bagus... Lakukan saja apapun yang menurutmu membangun kemampuanmu."
"Apa pun?" dia membalikkan badannya.
"Aku menganggapmu bukan anak kecil lagi jadi aku tau pasti kau mengerti maksud 'apapun' di sini."
"Okay.." Dia berjalan melewatiku dan memperhatikan jemarinya. Dia belum memakainya
"Kau tidak pakai?"
"Cincin? Aku akan memakainya saat suasana hatiku bagus padamu."
Dia benar-benar mulai mengendalikanku sekarang.
****
Kenny POV
"Scout...." aku berjalan cepat masuk ke dalam rumah saat melihat wajah lain dari supirku.
"Yah?" dia menyahut dari seberang.
"Di mana Sarah?" aku kesal bukan main. Aku duduk di sofa. Menyilangkan kakiku dengan kesal.
"Sudah ku pecat."
"Apa?!" Sekarang, aku benar-benar marah. Aku sudah jatuh hati pada Sarah.
"Dia terlalu kooperatif padamu."
"Scout... Kumohon, aku menyukainya..."
Hening. Sangat Hening.
"Baiklah....Dia akan datang besok. Kau bisa memakai supir sekarang."
"Trims."
"Yah..." dengan itu Scout menutup panggilannya dan aku bisa membayangkan wajah jengkelnya.
Aku berdiri dan melihat Jenn masih dengan kursi rodanya. Dia selalu mengejutkanku dengan kulinya seputih salju. Memesona namun mematikan.
"Kau mau pergi?"
"Entahlah. Cuaca cukup dingin."
"Cukup aneh wanita zaman sekarang tidak bisa mengendarai mobil." Ternyata dia menguping
"Aku belum memiliki lisensi.. Kalau begitu aku duluan."
"Ken...." dia menghentikan langkahku. Ken? Dia sok akrab sekarang.
"Kenny, kuharap kau memanggillku Kenny." ucapku secara dramatis.
"Well.. Lidahku agak kelu mengucap begitu karena nama itu mengingatkanku dengan wanita penghibur di sebuah club... Haha..." Sialan. Sudah kuduga rubah ini benar-benar membuatku naik darah.
"Aku permisi..."
"Kuharap kau cukup paham dengan kehadiranku di sini."
"Aku tidak perlu memahami alasan seorang tamu di sini." Aku memberi penekanan pada kata tamu.
"Aku bukan sekadar tamu." dia tersenyum lebar dan penuh kedengkian.
"Kuharap Anda cukup sopan pada Tuan rumah."
"Jangan gugup begitu.... Have a nice day, Kenny."
Aku segera meninggalkannya dan tidak merespon ucapannya. Dia benar-benar memuakkan
****
MrsFox
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
bunga cinta
saingan datang
2024-05-06
1
Dwi Sasi
Tamu gak ada akhlak
2023-10-23
0
Nina Melati
Semoga Kenny kuat, banyak hambatannya
2022-11-23
0