Usia kandungan Syeilla sudah memasuki bulan ke lima. Rasa sakit mulai gencar menyerangkan mulai dari perutnya, kepala nya sampai seluruh badannya terasa sakit. Seperti pagi ini ia mengeluh sakit perut bagian bawahnya.
"Awh" ringisnya saat rasa sakit kembali menghujaninya.
Ia berusaha bangun dari tempat tidurnya namun ia tidak berdaya. Air keringatnya mulai turun membasahi wajahnya.
Rasa sakit yang semakin lama kian menggila. Ia beberapa kali meringis kesakitan, selang beberapa menit darah segar kembali menetes dari hidungnya. Ia menangis dalam diam betapa ia sangat menderita dengan keadaan seperti sekarang.
"Tuhan jika ini akhirnya tolong ampuni aku walau hanya sedikit" doanya dalam hati sebelum kegelapan kembali merenggutnya. Ia sendirian dalam penderitaan. Keluarga? Jangan ditanya kemana mereka. Sampai saatnya Syeilla menghembuskan napas terakhirnya baru mereka akan mencarinya dalam penyesalan.
Aiden melihat pintu kamar Syeilla terbuka sedikit dengan penasaran ia ingin melihat apa yang sedang Syeilla lakukan pada saat ini. Sambil berjalan dengan pelan ia mulai mengintip namun tidak ia temukan sosok yang ia cari kemudian ia membuka pintunya sedikit lebih lebar hingga kepalanya muat untuk mengintip ke dalam. Ia melihat Syeilla masih tidur di ranjangnya.
"Huh dasar pemalas" gumam Aiden kemudian menutup pintu kamar Syeilla, sesaat setelah ia menutup pintu tersebut terdengar suara benda jatuh yang sepertinya terbuat dari kaca, dengan gerakan cepat ia membuka pintu tersebut dan berjalan ke arah bingkai foto yang terjatuh. Aiden melihatnya sambil jongkok dan mengernyitkan dahinya dengan bingung. Pertanyaannya bagaimana bingkai foto bisa jatuh sedangkan tidak ada angin sama sekali.
Saat ia akan bangun matanya menangkap sesuatu berwarna merah atas ranjang. Warna merah yang mirip seperti darah. Aiden membulaktan matanya saat melihat bercak darah di selimut Syeilla dengan panik ia segera menatap wajah Syeilla yang sudah pucat.
"Seylla hei Syeilla" ucap dengan panik, ia menepuk pelan pipi pucat Syeilla. "Dingin" gumamnya. Ia segera menelpon Zia dengan tangan sedikit gemetar.
"Halo Zia cepatlah ke rumah Syeilla pingsan di kamarnya. Cepatlah datang" paniknya. Ia kemudian membersihkan bercak darah di hidung Syeilla dengan beberapa helai tisu.
Zia pun datang dengan tas andalannya. Ia segera mendekati Syeilla dan memeriksa denyut nadi beserta denyut jantungnya. Ia kemudian menatap Aiden dengan datar. Ia bahkan tidak peduli jika statusnya sebagai dokter pribadi keluarga Aiden akan dicabut karena ia sudah kurang ajar. Memangnya apa pedulinya, toh kenyataannya Aiden tidak pantas untuk dihormati.
"Bagaimana keadaan Syeilla dan apa yang menyebabkan ia pingsan sampai hidungnya berdarah begini" tanya Aiden dengan beruntun.
"Syeilla hanya kelelahan dan itu wajar untuk wanita hamil seperti dia" tutur Zila sedikit berbohong. Ia akan minta maaf nanti untuk sumpah kedokterannya.
"Apa tidak ada yang benar-benar serius" tanya Aiden untuk memastikan pemeriksaan Zia sudah benar.
"Tentu saja. Mengenai hidungnya ia hanya mimisan Aiden tidak ada yang perlu di khawatirkan. Lagipula sejak kapan kau mengkhawatirkan kondisi Syeilla" sindir Zia dengan telak. Aiden juga tidak tau mengapa ia mengkhawatirkan Syeilla.
"Aku... Aku tidak mengkhawatirkan dia. Bukankah sudah sewajarnya sebagai suami aku menolongnya" elak Aiden.
"Suami? Sejak kapan kau berperan sebagai suaminya?" kembali Zia menyindirnya sampai ia sendiri tidak tau harus menjawab apa.
"Sudahlah yang penting dia tidak apa-apa bukan?" putis Aiden dan segera beranjak dari kamar Syeilla.
"Tidak apa-apa kepalamu. Dia sakit parah bodoh" bisik Zia dngan pelan namun masih di dengar samar oleh telinga Aiden.
"Apa kau mengatakan sesuatu barusan" tanya Aiden menghentikan langkahnya. Zia memandangnya sambil mengangkat bahunya dengan acuh.
"Aneh, tadi sepertinya ia mengatakan sesuatu" ia kembali melanjutkan langkahnya keluar dari sana.
"Dasar lelaki pe'ak" maki Zia dengan kesal setengah mampus. Ia sangat geram dengan Aiden yang masih menyangkal perasaannya pada Syeilla padahal sudah jelas kalau ia mulai mencintai Syeilla dengan perlahan.
Handphone Zia tampak berdering, ia segera mengambilnya di saku jas kedokterannya dan melihat nama si pemanggil, ia kemudian mengangkatnya.
"Ada apa" tanya Zia pada seseorang di seberang sana.
"Entahlah Ariel aku sendiri bingung harus melakukan apa untuk sekarang ini. Keadaan Syeilla bahkan kian memburuk setiap bulannya" desah Zia dngan lesu. Sedangkan Ariel juga melakukan hal yang sama.
"Aku akan mencoba meminta direktur rumah sakit untuk mendatangkan dokter terbaik dari Amerika untuk merawat Syeilla" ucap Ariel di seberang sana.
"Apa kau serius akan melakukannya? Bagaimana kalau di tolak?" tanya Zia.
"Pasti akan langsung diterima dear, direktur rumah sakit adalah papaku dan dia akan mengabulkan apapun yang aku minta" ucap Ariel dengan bangga. Sedangkan Zia, wajahnya sudah memerah saat Ariel memanggilnya dengan sebutan dear.
"Ehem kalau begitu pasti akan berhasil. Aku sangat berharap banyak padamu" ujarnya setelah meminimalisirkan suaranya.
"Serahkan padaku dear" seru Ariel kembali memanggil Zia dengan sebutan dear.
"Kenapa senyam senyum sendiri Zi" tanya sebuah suara dengan lemah.
"Syeilla kamu sudah bangun. Syukurlah" ucap Zia dengan bahagia. Syeilla pun tersenyum melihat wajah Zia yang terlihat bahagia saat melihatnya. Setidaknya masih ada yang menganggapnya berarti di dunia ini.
"Kau belum menjawan pertanyaanku Zi" kesal Syeilla saat pertanyaannya tidak dijawab oleh Zia.
"Pertanyaan? Oh hehe hanya bertukar kabar dengan teman saja" ucap Zia dengan malu-malu. Namun Syeilla tidak mempercayainya.
"Teman atau calon pacarmu" provokasi Syeilla dengan cerdik.
"Calon pacar. Eh teman Syei"
Mereka pun tertawa bersama seolah tidak ada beban. Kemudian Syeilla menghentikan tawanya dan menatap Zia dengan serius.
"Zi apa penyakitku semakin memburuk? Tadi pagi aku merasakan sakit dibagian bawah perutku dan sakitnya bukan seperti sakit kram pada umumnya, yang ini lebih menyakitkan" beritahu Syeilla pada Zia.
Zia tampak menghela napasnya dengan lesu. Ia kemudian menatap wajah Syeilla dengan tak kalah seriusnya.
"Sepertinya kondisimu kian memburuk Syei, tapi aku bersama Ariel akan melakukan apapun untuk membantu mu sembuh. Ariel juga mengatakan akan mendatangkan dokter terbaik dari Amerika untukmu. Jadi kamu harus bertahan ya"
Syeilla menganggukkan kepalanya tidak berselang lama Zia pun pamit karena ia masih ada pekerjaan di rumah sakit.
Syeilla tersenyum dengan lemah. "Seandainya bisa Zi, aku bahkan tidak berani berharap terlalu tinggi. Aku ini hanya punguk yang merindukan bulan tanpa bisa meraihnya seperti cintaku yang tidak bisa membawa kebahagiaan untuk Aiden. ia sungguh tidak berani" Bukan ia pesimis hanya saja penyakit yang ia derita sangat ganas. Bahkan stadiumnya semakin naik setiap bulannya. Untuk sekadar berharap sembuh pun ia tidak berani.
Ia memandang perutnya dan mengusapnya dengan penuh kasih sayang.
"Sayang maafkan mama kalau nanti kalian dilahirkan harus menyandang gelar piatu. Mama bukan tidak mau merawat, menemani dan membahagiakan kalian hanya saja mama memiliki batas yang tidak bisa mama tembus. Jadilah kalian anak yang baik dan berbakti pada papamu kelak, walaupun kehadiran kalian tidak diinginkan sekalipun Namun hanya papa keluarga yang kalian miliki di dunia ini" ucap Syeilla sembari menghapus air matanya yang tak kunjung berhenti.
"Apa maksudnya?" tanya sebuah suara dari balik pintu.
❤❤❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Kartika Ratna Sari
YA ALLAH,sakit banget rasanya.....aku jdi baper sendiri😭😭😭
2021-07-24
0
Ida Geni
thorrr nyesek dada qu
2021-06-20
0
Anonymous
😢😢😢
2021-05-14
0