Karena kebisingan dua ekor kucing yang sedang bermain cinta ini amat mengejutkan dan tiba-tiba, perhatian para pendekar itu sejenak tertumpah kepada suara itu dan ketika perhatian dua saudara Ciok kembali kepada penjagaan mereka, dengan kaget mereka melihat sesosok bayangan orang tahu-tahu telah berdiri di atas bumbungan rumah keluarga Cia, hanya beberapa tombak jaraknya dari mereka.
Tentu saja dua orang saudara Ciok itu terkejut dan sejenak mereka memandang bengong. Kini mereka dapat melihat jelas. Orang itu memakai pakaian dan jubah serba putih dari sutera mengkilap dan di bagian dadanya terdapat gambar tengkorak darah, yaitu lukisan tengkorak dari darah merah yang menetes-netes.
"Iblis keparat!"
Ciok Khim sudah membentak dan pendekar ini meloncat ke depan, dan menyerang orang itu dengan goloknya. Gerakannya cepat dan kuat, dan biarpun yang diinjaknya hanya bumbungan yang lebarnya tidak lebih dari satu kaki saja, namun Ciok Khim dapat meloncat dengan sigap dan menyerang dengan dahsyat. Akan tetapi, orang itu dengan tenang saja menggerakkan tangan menyambut ke depan.
"Tringgg...!"
Dan mata golok yang tajam itu telah ditangkis begitu saja oleh jari-jari tanganya yang memakai cincin. Ciok Khim merasa betapa tangan kanannya yang memegang golok tergetar hebat, tanda betapa kuatnya tangkisan itu. Orang itupun sudah meloncat ke kanan, ke atas bumbungan melintang dengan cepat.
"Siluman jahat!"
Ciok Lun sudah menerjang dengan toyanya. Mula-mula toyanya menyambar ke arah kepala lawan. Ketika dengan gerakan ringan dan mudah toya itu dielakkan oleh lawan dan menyambar lewat, secepat kilat toya itu sudah dilanjutkannya dengan tusukan ke arah dada, tepat ke arah tengkorak merah itu. Akan tetapi, hebat-nya, lawan itu sama sekali tidak menangkis, bahkan seperti memasang dadanya untuk ditusuk toya yang digerakkan dengan amat kuat.
"Dukk!"
Toya itu tepat mengenai dada dan ternyata tusukan ini bahkan dipergunakan oleh lawan untuk meminjam tangannya dan kini tubuh itu terjengkang jauh ke belakang, membuat gerakan jungkir balik beberapa kali ketika melayang ke bawah. Sungguh gerakan yang indah, dan terutama sekali, menerima serangan tusukan toya dengan dada begitu saja menunjukkan bahwa orang itu benar-benar memiliki kekebalan yang amat kuat!
"Keparat, mau lari ke mana kau ?"
Dua orang saudara Ciok ini mengejar dan melayang turun. Di bawah, lawan mereka itu sekali lagi berkelebat sudah lenyap. Selagi mereka kebingungan dan mencari dengan pandang matanya, mereka melihat lawan tadi sudah berada di belakang mereka, berdiri sambil bertolak pinggang. Diam-diam mereka terkejut.
Lawan ini sungguh dapat bergerak seperti setan saja cepatnya. Dan kini, di bawah sinar penerangan lampu, mereka dapat melihat wajah lawan. Ternyata orang itu memakai topeng siluman tengkorak. Mereka berdua segera berteriak keras dan menyerang. Teriakan itu mereka lakukan untuk memberi tahu teman-teman mereka. Akan tetapi pada saat itu, teman-teman merekapun sedang sibuk. Siok Bu Ham yang sedang berjaga di bagian belakang rumah, ketika mendengar suara kucing tadipun terkejut sekali dan tentu saja perhatiannya juga tertuju ke genteng tetangga dari mana suara hiruk-pikuk itu datang. Dan ketika dia mengembalikan perhatiannya kepada tempat di sekelilingnya, tahu-tahu di belakangnya telah berdiri seorang yang memakai topeng tengkorak, berpakaian sutera putih dan di dadanya terdapat gambar tengkorak darah.
"Siluman jahanam, berani engkau datang?"
Bentak Siok Bu Ham dan pendekar ini segera menerjang dengan sepasang tombak pendek yang sejak tadi sudah dipersiapkan. Nampak dua sinar menyambar ketika sepasang tombak pendek itu meluncur dan membuat gerakan menggunting, menyerang dari kanan kiri. Akan tetapi, yang diserangnnya dengan ringan meloncat ke belakang dan serangan berganda itupun mengenai tempat kosong. Sebelum Siok Bu Ham menyerang lagi, orang itu sudah meloncat ke depan.
"Bangsat, jangan lari kau!"
Siok Bu Ham membentak sambil mengejar menuju ke depan rumah. Akan tetapi bayangan itu menghilang dan ketika dia tiba di depan rumah, dia melihat Liu Ji sudah bertanding dengan seorang yang serupa dengan orang yang dikejarnya tadi. Orang bertopeng tengkorak, bertangan kosong akan tetapi lihai bukan main sehingga Liu Ji yang bersenjatakan pedang itupun terdesak hebat.
Pada saat Siok Bu Ham datang, Liu Ji yang terdesak itu terkena tamparan pada pundaknya dan pendekar itu jatuh, terus menggulingkan tubuhnya dan tangan kirinya bergerak. Tahulah Siok Bu Ham bahwa rekannya itu tentu mempergunakan senjata rahasianya, yaitu piauw yang memang menjadi keahliannya. Tiga sinar menyambar ke arah perut, dada dan leher orang berkedok tengkorak itu. Akan tetapi orang itu tidak mengelak dan terdengar suara nyaring ketika tiga batang piauw itu mengenai sasaran, akan tetapi tiga batang piauw itu runtuh tanpa melukai siluman tengkorak itu. Melihat ini, Siok Bu Ham maklum bahwa orang itu memang kebal. Ketika melihat orang itu hendak mendesak Liu Ji yang belum sempat meloncat bangun, diapun membentak marah sambil menggerakkan sepasang tombaknya.
"Siluman keparat, rasakan tombakku!"
Dan diapun sudah menerjang dengan dahsyat.
Siluman itu mengeluarkan suara dari hidungnya dan cepat mengelak. Kesempatan ini dipergunakan oleh Liu Ji untuk meloncat bangun dan menerjang lagi dengan pedangnya, membantu Siok Bu Ham mengeroyok siluman yang lihai ini. Pundak kanannya tergores kuku dan bajunya robek, terluka sedikit akan tetapi rasanya panas dan perih sekali.
Baru mengeroyok sebentar saja, dua orang pendekar ini maklum bahwa lawan mereka sungguh amat lihai, maka mereka berduapun bersuit-suit memberi tanda kepada para teman mereka. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang muncul. Mereka tidak tahu bahwa pada saat itu, Ciok Khim dan Ciok Lun juga sedang mengeroyok seorang siluman, dan bagaimana dengan Kwee Siu dan Siu Louw Ciang Su yang berjaga di ruangan dalam, di depan kamar keluarga Cia?
Sama saja! Kedua orang ini tadi juga mendengar suara bising kucing di luar rumah itu, dan tiba-tiba muncul seorang bertopeng tengkorak berjubah putih yang bagian dadanya digambari tengkorak darah. Karena orang ini berdiri di bawah lampu, mereka berdua dapat melihat jelas. Tentu saja mereka berdua kaget sekali karena munculnya siluman ini sungguh secara tiba-tiba, berbareng dengan suara ribut kucing tadi, seperti setan yang pandai menghilang saja. Akan tetapi karena mereka maklum bahwa inilah musuh yang ditunggu-tunggu, keduanya lalu menerjang ke depan dengan marah. Kwee Siu menggunakan pedangaya sedangkan Louw Ciang Su menggerakkan sabuk atau rantai baja yang dipakai sebagai ikat pinggang. Segera terjadi pertempuran seru ketika dua orang ini mengeroyok siluman itu.
"Cia, hati-hati...!"
Kwee Siu berseru untuk memperingatkan Cia Kok Heng. Akan tetapi Kok Heng sudah mendengar keributan di luar kamar. Diapun tidak mungkin tinggal diam saja. Dibukanya pintu kamar dan melihat betapa dua orang rekannya mengeroyok seorang bertopeng tengkorak yang gerakannya amat lihai, diapun menyuruh isterinya menjaga kedua anak mereka dan dia sendiri lalu melompat keluar dengan pedang di tangan.
"Siluman keparat, engkau mengantar nyawa!"
Bentaknya dan diapun membantu kedua orang rekannya mengeroyok.
Karena marah melihat musuh yang mengancam isterinya ini berani muncul di depannya, Cia Kok Heng segera menerjang dan menggunakan jurus paling ampuh dari Hongkiam-hoat, yaitu Jurus yang dilakukan dengan tusukan pada pinggang lawan, akan tetapi itu hanya merupakan gertakan belaka karena jurus itu dilanjutkan dengan sambaran pedang secara berputar mengarah kaki dan naik terus sampai ke leher. Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya.
Akan tetapi, betapa kaget hati Kok Heng melihat lawan itu mengeluarkan suara mendengus dan agaknya tidak memperdulikan tusukan gertakan itu dan ketika pedang menyambar dengan gerakan memutar, orang itu telah meloncat tinggi di udara sehingga jurus itupun tidak ada gunanya sama sekali.
Orang itu seolah-olah telah mengenal baik jurus itu dan menggunakan kesempatan selagi meloncat, bukan hanya untuk memunahkan jurus itu, melainkan loncatan itu langsung disambung dengan gerakan salto jungkir balik dan tahu-tahu tubuh yang jangkung itu telah meluncur dan melayang ke dalam kamar melalui pintunya yang terbuka.
Tentu saja hal ini sama sekali tak pernah diduga oleh tiga orang pendekar itu yang sejenak memandang dengan mata terbelalak. Akan tetapi Cia Kok Heng sudah mengejar sambil membentak marah,
"Siluman curang, mari hadapi pedangku!"
Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika tiba di dalam kamar, dia melihat isterinya telah dipanggul dalam keadaan lemas oleh siluman itu dan dua orang anaknya juga dicengkeram, kemudian siluman itu sambil tertawa mengejek meloncat keluar melalui jendela belakang.
"Lepaskan isteri dan anak-anakku!"
Kok Heng membentak dan mengejar, dan dua orang rekannya, Kwee Siu dan Louw Ciang Su juga membentak dan mengejar. Siluman itu tidak menemui perlawanan di belakang, karena Siok Bu Ham yang tadinya berjaga di belakang itu kini telah terlibat dalam perkelahian membantu Liu Ji di pekarangan depan rumah. Siluman itu masih membopong tubuh isteri Kok Heng dan mengempit dua tubuh anak itu ketika dia melompat naik ke atas bumbungan rumah
"Lepaskan mereka!"
Kok Heng yang merasa gelisah dan marah itu mengejar secepatnya.
"Jahanam curang! Jangan lari!" Kwee Siu juga berteriak mengejar.
"Kalau jantan lawanlah kami!" Louw Ciang Su membentak sambil meloncat pula mengejar ke atas genteng.
"Kejar...!" Kok Heng berteriak lagi.
"Ha-ha-ha!"
Suara ketawa dari balik topeng itu terdengar menyeramkan sekali dan tiba-tiba siluman itu menggerakkan tangan kirinya yang mencengkeram baju dua orang anak itu. Tubuh dua orang anak itu melayang ke arah Kwee Siu dan Louw Ciang Su! Tentu saja dua orang pendekar amat terkejut bukan main, juga Kok Heng lalu berteriak dengan gelisah.
"Tangkap anak-anakku itu...!"
Untung bahwa dua orang pendekar itu benar-benar memiliki gerakan lincah. Melihat tubuh dua orang anak itu melayang ke bawah, mereka cepat melempar senjata mereka dan membalik dan nyaris anak-anak itu terbanting remuk di atas tanah kalau tidak kedua orang pendekar itu berhasil menangkap tubuh mereka! Terdengar suara ketawa dan kini siluman itu sudah mengelak dari sambaran pedang di tangan Kok Heng yang membabat ke arah kedua kakinya. Dia meloncat ke atas, terus saja melompat jauh ke depan, turun dari atas bumbungan ke pekarangan belakang rumah tetangga. Tentu saja Kok Heng melakukan pengejaran sambil membentak nyaring,
"Lepaskan isteriku!"
Kwee Siu agak terpincang karena ketika dia tadi menangkap tubuh Cia Liong, putera Kok Heng, terpaksa dia harus mendahului anak itu, menangkapnya dan membiarkan dirinya lebih dulu menimpa tanah. Karena ini, kakinya agaknya salah urat. Melihat ini Louw Ciang Su berkata.
"Kwee-twako, sebaiknya engkau menyelamatkan kedua orang anak ini dan aku akan membantu Cia mengejar siluman itu!"
Louw Ciang Su sudah mengambil senjata rantai bajanya lagi yang tadi terpaksa dilepaskannya ketika dia menyelamatkan Cia Ling, anak perempuan itu.
"Baik!"
Kata Kwee Siu yang sudah merangkul dua orang anak kecil yang masih menggigil dan menahan isak tangis itu.
Louw Chang Su melompat ke atas genteng dan melakukan pengejaran ke arah larinya siluman yang menculik nyonya Cia. Sambil menggandeng dua orang anak itu, Kwee Siu mengambil lagi pedangnya yang tadi dilepaskannya dan dia merasa heran mengapa empat orang rekannya yang lain tidak muncul. Hatinya terasa tidak enak dan sambil menggandeng dua orang anak itu, dia menuju ke samping rumah.
Hampir saja dia berteriak keras ketika dia melihat dua orang rekannya, Siok Bu Ham dan Liu Ji telah menggeletak di situ dengan badan mandi darah. Ketika dia mendekat dan memeriksa, ternyata kedua orang rekannya ini telah tewas. Sebatang tombak pendek, senjata dari Siok Bu Ham sendiri, nampak menembus dadanya, sedangkan Liu Ji tewas dengan leher hampir putus oleh pedangnya sendiri yang terletak di dekatnya.
Dengan kedua kaki menggigil dan menahan tangisnya, Kwee Siu membawa Cia Liong dan Cia Ling keluar dan kembali dia mengalami guncangan batin hebat ketika melihat dua orang rekannya lagi, yaitu kakak beradik Ciok Lun dan Ciok Khim juga sudah tergeletak menjadi mayat di pekarangan depan. Dan seperti juga keadaan dua orang rekannya yang tewas di samping rumah dua orang saudara Ciok inipun tewas oleh senjata mereka sendiri.
Lawan mereka yang kuat dan bertangan kosong itu telah merobohkan mereka dengan merampas senjata mereka dan mempergunakan senjata itu untuk membunuh tuannya sendiri.
Melihat empat orang rekan atau sahabat yang seolah-olah telah menjadi saudaranya sendiri itu tewas dalam keadaan yang demikian menyedihkan, hati Kwee Siu penuh dengan kedukaan dan kemarahan. Apa lagi dia mengingat bahwa masih ada dua orang rekannya lagi yang kini melakukan pengejaran terhadap siluman itu. Dia harus membantu mereka. Maka, dia lalu membawa dua orang anak itu kepada seorang tetangga yang menjadi panik mendengar bahwa di rumah keluarga Cia terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh Siluman Gua Tengkorak dan tetangga ini memberitahukan kepada semua penghuni rumah di sekitar tempat itu.
Sebentar saja gegerlah keadaan di perkampungan itu. Akan tetapi setelah menitipkan dua orang anak she Cia itu, Kwee Siu sendiri sudah berloncatan untuk menyusul ke arah perginya siluman yang tadi dikejar oleh Cia Kok Heng dan Louw Ciang Su. Hatinya penuh dengan kekhawatiran dan juga dendam terhadap siluman yang telah membunuh empat orang saudaranya. Akan tetapi Kwee Siu tidak perlu menyusul terlalu jauh. Di dekat tembok kota dia melihat bayangan berlari terhuyung-huyung,dan ketika dia mendekati, ternyata bayangan itu adalah Cia Kok Heng yang berlari sambil terhuyung dan kedua mendekap lehernya karena dari situ bercucuran darah segar dari sebuah luka yang menganga.
"Cia kau kenapa...?"
Kwee Siu meloncat dan menubruk sahabatnya, juga saudara seperguruan di Hong-kiam-pai. Dapat dibayangkan betapa kaget dan ngeri hatinya melihat luka di leher pendekar marga Cia itu sungguh hebat sekali dan amat mengherankan kalau Cia Kok Heng masih dapat berlari. Dan begitu melihat Kwee Siu, Cia Kok Heng sudah roboh terguling dan tubuhnya disambar dan dipeluk oleh Kwee Siu.
"Anak-anakku...anak-anakku..."
Cia Kok Heng berbisik dalam rangkulan sahabatnya itu.
"Mereka sudah kuselamatkan di tetangga..." Kata Kwee Siu.
"Mana Louw...?"
"Louw... su... dah tewas... ahhh... Kwee, bawa anak-anakku kepada guru... cepat... ahhh..."
Cia Kok Heng berbisik-bisik akan tetapi dari leherya terdengar suara mengorok.
"Apa katamu? kau bilang apa...?"
Kwee Siu yang hatinya menjadi hancur itu mendekatkan telinganya ke mulut itu yang masih bergerak-gerak dan berbisik lemah sekali. Kwee Siu mendengarkan dan tiba-tiba mukanya menjadi pucat sekali, sepucat muka Cia Kok Heng yang tiba-tiba terkulai dan tewas pula. Kwee Siu tidak dapat menahan lagi tangisnya.
Air matanya menetes-netes ketika dia memandang tubuh rekannya ini dan sambil menangis diapun lalu membopong tubuh yang telah menjadi mayat itu dan berlari kembali ke rumah keluarga Cia yang telah dipenuhi orang, yaitu para tetangga yang datang melayat. Mereka semua yang sudah merasa ngeri menyaksikan empat mayat di dalam rumah itu, menjadi semakin ngeri dan ketakutan ketika melihat Kwee Siu datang membawa mayat Cia Kok Heng. Suasana menjadi semakin geger dan menyedihkan.
Sebelum malam terganti pagi, telah tersebarlah berita yang mengejutkan itu, bahwa enam orang di antara Tujuh Pendekar Tai-goan telah tewas oleh Siluman Gua Tengkorak dan isteri pendekar Cia Kok Heng telah diculik oleh siluman itu. Tentu saja berita ini menggegerkan bukan hanya seluruh Tai-goan, akan tetapi bahkan jauh di luar Tai-goan dan sebentar saja menjadi berita yang menggegerkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments