Ini cerita pertamaku yang bengenre romance
Semoga kalian suka! Jangan lupa beri like dan komentar biar aku semangat.
Happy Reading!
***
Seorang perempuan berumur dua puluh tiga tahun beberapa bulan lagi menghela nafas entah untuk keberapa kalinya, dia termenung menatap pagar di depan rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tetapi dia masih duduk dikursi rotan di teras rumahnya yang terbilang lumayan mewah.
"Kamu belum tidur, nak?" pertanyaan bernada lembut disampingnya itu membuatnya menoleh, dia melihat wanita hebat yang sudah membesarkannya menatapnya hangat. Aura keibuan semakin terpancar di wajah lelahnya itu.
"Belum, Mama kenapa belum tidur?" Tanyanya balik kepada sang mama yang sudah duduk di kursi rotan di sampingnya.
"Masih nunggu Papa mu, katanya sebentar lagi sampai," jelasnya membuat perempuan itu tersenyum senang, papanya akan pulang.
"Papa sudah selesai urusannya diluar kota, Ma?"
"Iya, sudah—ah itu Papa," pancaran bahagia terdengar dari suara sang mama, membuatnya mau tak mau tersenyum bahagia menatap sang mama menghampiri papanya yang baru turun dari mobil setelah supir membukakan pintu.
Perempuan itu menghampiri keduanya setelah mereka selesai berpelukan, dia kemudian memeluk sang papa yang sudah sangat dirindukannya. Mereka berjalan memasuki rumah, berbincang sebentar di ruang tengah.
"Kamu besok bekerja kan? Sebaiknya kamu istirahat! Jangan sampai sakit, ini sudah sangat larut dan tidak baik untuk kesehatanmu," nasihat papanya membuatnya tersadar dan manatap jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
"Ya sudah, kalau gitu aku naik ke atas dulu. Papa juga harus istirahat habis perjalanan jauh, Mama juga istirahat sudah seharian sibuk dan makasih untuk semuanya, aku ke kamar dulu, selamat malam," pamitnya kepada kedua orang tuanya.
"Semoga dia dapat menemukan kebahagiaannya, Papa sedih melihat keadaannya waktu itu," lirih sang papa menatap punggung anaknya yang semakin jauh itu.
"Iya Pa, Mama juga merasa sedih dan kecewa waktu itu. Tapi, saat melihat perjuangannya Mama merasa bersalah sudah memarahinya, dia bahkan tetap mempertahankannya meskipun dia merasa terpukul waktu itu. Tapi, sekarang yang Mama lihat dia sudah mulai kembali bangkit lagi," suara sang Mama yang mulai bergetar menahan tangisannya.
"Sstt—dia anak kita satu-satunya dan yang paling hebat, kita harus selalu ada untuk memberinya semangat. Cukup sudah semua yang dialaminya, dia harus bisa terus bahagia dan Papa janji akan membuat orang itu menyesal sudah membuat anak kita jadi begini," amarah sang Papa mulai terdengar dengan cepat istrinya mengusap lengannya untuk meredakan emosinya.
"Sebaiknya kita istirahat," ucap sang istri yang langsung disetujui oleh suaminya itu.
***
"Friska?" panggilnya kepada salah satu pelayan yang melintas di depannya.
"Iya, mbak?" Tanya Friska sambil mengahampir seorang perempuan yang duduk di salah satu kursi di dalam Kafe yang cukup ramai ini, karena memang sekarang waktunya makan siang.
"Kamu ini, sudah dibilang jangan panggil seperti itu cukup namaku saja!" ketusnya membuat Friska meringis, dia lupa kalau mereka seumuran dan dia tidak suka dipanggil seperti itu kalau memang mereka seumuran. Karena, dia merasa tua dengan panggilan itu.
"Hehe—maaf, Lys," tawa canggung keluar dari mulut Friska.
"Duduk dulu!" perintahnya menunjuk kursi di depannya. Segera Friska mendudukan diri disana, sebelum kembali membuat salah.
"Tugas yang aku suruh kemarin sudah selesai?" lanjutnya yang menatap lurus kearah Friska.
"Sudah, tinggal di tempel saja, Dimas sedang mencari lem untuk menempelnya," jelas Friska membuatnya manggut-manggut mengerti.
"Oke, kamu diperbolehkan kembali bekerja!" perintahnya yang langsung dibalas anggukan cepat Friska, tapi sebelum dia berdiri dari duduknya. Dia menatap sengit perempuan di depannya itu saat menertawakannya.
"Eh—tadi wajahmu lucu sekali, haha. Lain kali santai saja bicara denganku, aku tidak akan memecatmu," jelasnya membuat Friska ingin memukulnya dengan mampan yang dia pengang. Tapi, dia masih ingat kalau di depannya ini adalah sang boss, dia tidak bisa melakukannya. Dia memang boss, tapi dia tidak mau diperlakukan seperti seorang boss. Dia memang orang yang sangat baik kepada semua karyawan yang sudah dia anggap sebagai temannya bukan bawahannya, padahal dia adalah pemilik Kafe ini.
"Aellys sumpah, kamu buat aku takut aja lihat wajahmu tadi," sergahnya menatap jengkel orang yang masih tertawa itu.
"Sekali-kali dong buat kamu tegang," tukasnya membuat Friska menahan emosi untuk tidak melayangkan mampannya itu.
"Bodo, aku balik kerja," pamit Friska kepada Aellys yang sudah meredakan tawanya saat melihat wajah masam Friska.
"Ah—syukurlah, Kafe ini selalu ramai. Aku tidak menyangka, ternyata Tuhan masih memberiku sesuatu yang sangat menakjubkan selain kehadirannya," gumam bahagia Aellys menatap begitu ramainya pengunjung di Kafe nya ini. Meskipun tidak begitu luas dan besar, tetapi Kafe ini sangat cocok untuk anak didatangi oeleh setiap kalangan, desain interior yang menarik ini selalu menarik perhatian orang-orang untuk singgah. Menu yang ditawarkan juga sangat bervariasi dan tidak membuat pelanggan bosan.
Aellys melangkah kearah kasir untuk meminta data keuangan bulan ini, dia melihat kedua penjaga kasir begitu kesusahan saat menangani pelanggan yang hendak memesan makanan atau minuman.
"Mbak Dina aku bantu saja," kata Aellys saat berdiri di samping orang yang disebutnya itu.
"Eh? Tidak usah," tolak Dina yang langsung dibalas gelengan cepat dari Aellys.
"Sudah tidak apa-apa, biar kita tidak kewalahan," sahut lelaki yang menjaga kasir bersama Dina.
"Benar kata mas Fahri, sini aku bantu," Aellys mulai membantu mereka dengan menggunakan komputer cadangan yang disediakan dalam keadaan ramai seperti ini, dia memilih pesanan yang pelanggan sebutkan di dalam komputernya dengan senyuman ramah kepada setiap pelanggannya.
"Sudah lumayan, aku mau ambil laporan keuangan dan mengeceknya di ruanganku. Segera kirimkan ke email ku ya!" perintah Alleys sebelum meninggalkan kasir saat pelanggan yang akan memesan tidak seramai tadi.
Aellys sudah selesai dengan semua data Kafe nya ini, dia menatap jam dinding di ruangannya ini sudah menunjukkan pukul empat sore. Satu jam lagi Kafe akan tutup, dia mengemasi barang-barangnya sebelum kembali mengecek keadaan Kafe, dia memang membuka Kafe dari pukul delapan pagi sampai pukul lima sore. Karena, dia tidak mau bekerja sampai malam seperti kantoran, dia juga ingin menghabiskan waktunya dengan keluarga.
"Mbak Adela, aku pulang duluan ya. Kuncinya satunya sudah ada di mbak kan? Jangan lupa nanti dikunci kalau semuanya sudah beres!" kata Aellys sebelum meninggalkan Kafe kepada salah satu karyawannya yang rumahnya dekat dengan Kafe ini, dia juga yang membuka Kafe kalau Aellys akan datang terlambat.
"Iya, sudah ada di aku. Kamu hati-hati pulangnya!" ingat Adela yang dibalas acungan jempol oleh Aellys.
"Semuanya aku pamit duluan!" teriak Aellys kepada semua karyawannya yang masih membersihkan Kafe ini, memang mereka pulang jam enam sore untuk membersihkan Kafe terlebih dahulu. Semua yang bekerja di sini sudah mengganggap Aellys saudara atau adiknya sendiri, karena kebaikan Aellys mereka tidak menjadi penggangguran dan bisa membiayai keluarganya. Aellys yang menawarkan mereka pekerjaan dan dengan senang hati membatu mereka jika ada masalah keuangan, dia tidak segan untuk meminjamkan uangnya.
"Hati-hati Aellys!" seru mereka hamper bersamaan yang dibalas acungan jempol dari Aellys sebelum memasuki mobilnya.
***
New York City...
Seorang lelaki dengan tatapan tajamnya berdiri di balkon hotel mewah di New York menatap gedung-gedung tinggi dihadapnnya, dia menghela nafas panjang. Dia sudah menunggu seseorang daritadi, namun sampai sekarang orang itu belum datang. Dia mendengar langkah kaki mendekat kearahnya, dia masih tetap dalam posisi dan menunggu orang tersebut berbicara.
"Pesawatnya sudah datang tuan," lapor orang itu membuatnya memutar tubuhnya dan melangkah mendekati orang itu.
"Bagus, kita berangkat sekarang!" perintahnya melangkah lebar keluar dari kamar hotel dan diikuti oleh orang tadi.
"Kamu sudah menemukan keberadaannya?" tanyanya saat mereka sudah di dalam pesawat pribadinya.
"Sudah tuan," sahutnya membuat sang tuan tersenyum kecil yang hanya dia yang tahu, sudah lama dia tidak merasa seperti ini, hampir tiga tahun.
"Bagus, setelah mendarat aku ingin melihatnya. Siapkan segala yang aku butuhkan!"
"Siap tuan, saya permisi," pamitnya meninggalkan sang tuan yang menatap kearah ponsel digenggamannya yang menampilkan sesosok orang tersenyum disana.
"Maafkan aku," gumamnya menatap foto itu dengan sebutir air yang jatuh dari matanya, segera dia mengusapnya dan memjamkan matanya yang mulai memerah itu.
"Aku akan membuatmu kembali padaku!"
TBC...
***
See You Next Part...
Jangan lupa like and Comment
Folow ig: MTMH18
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Rosna Wati
lanju kita ikuti jalan cerita x
2020-02-25
1
Munah May
menyimak
2019-12-27
1
Baskoro Milan
kak im, go on... suka alur ceritanya...Ganbate
2019-11-28
2